Selasa, 30 Maret 2010

" berhenti merokok bagi perokok adalah Jihad",

" berhenti merokok bagi perokok adalah Jihad",

saya tidak bermaksud membawa2 masalah rokok ini ke ranah agama, walaupun saya menggunakan kata "jihad". Yang saya maksudkan adalah, bahwa berhenti merokok bagi orang yang sudah terbiasa merokok  adalah sungguh sangat berat!  hanya dengan tekad yang bulat saja orang bisa berhenti merokok.


saya ingin bercerita saja, pada bulan agustus tahun 2006, tepatnya tanggal 21 agustus, saya dikejar deadline untuk menyelesaikan tugas Riset, pekerjaan terpaksa saya bawa ke rumah, bekerjalah saya di rumah di ruang kerja saya yang berdekatan dengan ruangan keluarga.... asap mengepul ke mana2 padahal semua jendela sudah saya buka dan exchaust fan sudah saya nyalakan..... jam 3 dinihari,,, anak saya yang nomor dua yang saya panggil "si lembut" ( karena perangainya lembut sekali seperti ibunya)  keluar dari kamarnya karena ingin pipis ....  keluar dari kamar mandi anak saya batuk2,,, dan parah sekali batuknya.....  melihat hal itu saya menitikkan airmata.....

saya keluar rumah, saya lempar rokok yang ada di bibir, 2 bungkus stock rokok yang masih ada di meja saya  remas sampai hancur... dan sejumlah koleksi asbak dari berbagai negara saya lempar ke tempat sampah.

Bismillah. saya berhenti merokok.! itulah tekad saya.

setelah kejadian tanggal 21 itu, 2 minggu saya "sakau"... keringat dingin selalu mengucur meskipun di ruang berAC..... dada saya selalu berdebar2.... saya tahan....  saya tanggulangi dengan  minum Esther C pagi hari, dan saya minum E-vion malam hari.... terus saya lakukan hampir satu tahun... hasilnya Alhamdulillah.

Yang tak kalah penting adalah dorongan dari orang2 terdekat, istri, anak2 dan teman2.

saya memahami, berhenti merokok itu susssssaaaaaaah sekali.... tapi bukan berarti
 tidak bisa..... Cobalah.... itung2 belajar menahan hawa nafsu.... toh pada saat siang di bulan Ramadhan kita toh bisa tidak merokok>>>>\\\\


salam
yudha

 

Tuhan Sembilan Senti

Tuhan Sembilan Senti

(Taufiq Ismail)

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-
perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di
dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.


.

__,_._,___

Jerit Hati bagong: si Detektif Pajak

 

Bukan Cerpen

Jerit Hati Bagong:  si Detektif Pajak

karya : Usdek Emka J.S.

Karena lulus dengan nilai bagus, Bagong, panggilan alumnus Sekolah Teknik Akuntansi Negeri itu ditempatkan di Ibukota Kerajaan Amarta, sebagai pemeriksa pajak. Perusahaan yang diperiksa bukan perusahaan ecek-ecek, tapi  PMA, atau setidaknya PMD yang besar dan bonafid.

Tiap kali ngobrol via telpon dengan kakaknya, Bagong selalu ngeluh: "Aduh mas, aku mengko yen mati masuk neroko."

"Lho memangnya kenapa?" tanya Gareng keheranan

Bagong pun bercerita panjang lebar tentang mekanisme pemeriksaan. Katanya, sebagai pemeriksa pajak, kadang harus jadi detektif untuk mengungkap sebenarnya berapa banyak pajak yang harus dibayar perusahaan itu. Dan, tim pemeriksa tidak mau disuap, karena mereka tidak ingin kehilangan muka di depan wajib pajak. Kami sering menyingkatnya WP.

 "Lha itu kan bagus. Tim pemeriksa ndak mau deal dengan WP," sahut Gareng

"Aku belum selesai, mas."

"Sori. Teruskan."

"Karena tidak bisa menyuap tim pemeriksa, WP tidak lagi macem-macem. Semua data yang kami tanyakan diberikan. Nah, dari situ kami tahu kalau perusahaan itu akan kena pajak sekian juta. Plus hutang dan denda pajak sekian tahun, maka WP akan kena sekian M. Misalkan saja 14 M. Ini misalnya saja, biar kamu mudah memahaminya."

"Trus, masalahnya di mana?"

"Masalahnya di cerita berikutnya ini mas. WP yang tahu akan kena pajak sebesar itu tentu saja kalang kabut. Mereka juga panik karena tim pemeriksa tidak bisa disuap."

"Aku ndak ngerti arah ceritamu."

"Itu mas,  14 Milyar," sahut Bagong.

"Ya apa artinya 14 M?"

"Ketua tim akan menekan WP supaya membayar semua pajak itu. Tapi WP pasti akan keberatan dan merengek-rengek untuk bisa dikurangi pajaknya."

"Oke. Itu wajar kalau WP minta keringanan. Lalu?"

"Ketua tim biasanya tidak akan mau deal. Tetap menekan kepada WP untuk tanda tangan berita acara pemeriksaan dengan kewajiban membayar 14 M. Kalau sudah begitu, WP akan seperti cacing kepanasan. Lalu, merengek-rengek dan menawar separuhnya saja."

"Trus...?"

"Ketua tim akan melihat apakah nilai itu sudah melebihi kuota yang dipatok kantor. Kalau belum, permintaan WP akan ditolak."

"Lha kalau sudah melebihi target?"

"Misal target dari kantor hanya 5M. Berarti aman. Tapi, ketua tim akan jual mahal. Bilang ndak bisa, ndak bisa, sampai akhirnya WP menawarkan jalan damai. WP. Biasanya WP akan bilang begini 'Kalau bapak membantu perusahaan kami, separuhnya saja pajak yang kami bayar, silahkan bapak ambil yang 1M'."

"Wah ini menjadi menarik."

"Ketua tim itu orang pintar mas. Ndak mau disuap. 'Jangan coba-coba nyuap kami, pak. Kami sudah mendapat gaji yang besar dari negara'. Nah, kalimat itu yang biasanya disampaikan. Ini akan membuat WP semakin kalang kabut. WP pun menaikkan tawaran, hingga akhirnya sampai ke angka 2M."

"Gila. Yang bener?"

"Iya mas. Kalau sudah begitu, ketua tim akan bilang 'yach, pada dasarnya saya bukan orang yang kejam dan tidak tahu berterima kasih. Saya hanya tidak mau disuap'."

"Saya tidak bermaksud menyuap, pak. Sungguh. Ini hanya ucapan terima kasih, itupun jika bapak-bapak mau menerimanya."

""Baiklah. Karena Anda tidak menyuap. Dan, ini juga hanya ucapan terima kasih. Kami tidak akan keberatan menerimanya. Dengan demikian perusahaan bapak akan kena bapak 5.5 M'. Nah, gitu mas."

"Masak sih?"

"Iya begitu mainnya. Target kantor tercapai. Ini malah dapat melebihi target. WP senang, pajaknya berkurang. Dan, pemeriksa juga mendapat ucapan terima kasih."

"Wow...wow....wow...., rupanya begitu to."

"Uang ucapan terima kasih itu dibagi ke semua anggota tim secara proporsional. Aku juga kebagian. Itulah sebabnya, aku takut sekali, mas. Nanti kalau mati aku masuk neroko."

"Lho apa kamu ndak bisa menolak?"

"Sudah mas. Pertama kutolak. Mereka ndak mempersoalkan. Bagianku diambil ketua tim. Kedua kutolak lagi, mereka juga ndak masalah, bagianku ada yang ambil. Tapi, aku dipaksa tanda tangani bukti penerimaan hadiah itu. Ketika aku menolak untuk ketiga kalinya, ada teman yang berbisik 'Gong, kalau kali ini kamu masih menolak, aku takut tiba-tiba perutmu nanti bocor'. Mbilung yang bilang begitu padaku. Aku belum siap mati mas. Ya, kuterima uang itu. Sampai sekarang....makanya mas, gimana ini..."

Mendapat laporan seperti itu dari adik kesayangannya, Gareng tercenung. Adiknya tengah menghadapi masalah serius. Ia benar-benar tak menyangka. Dulu, seluruh keluarganya bangga ketika si Bontot Bagong diterima di Sekolah Teknik Akuntansi Negeri. Kabar gembira itu disebar luas kemana-mana sampai penguasa Amarta, Prabu Puntadewa mengadakan syukuran atas prestasi Bagong, adiknya.

Tapi, sekarang ia prihatin. Ia benar-benar tidak menyangka. Setelah tiga tahun bekerja menjadi detektif pajak, Bagong mengeluh seperti itu. Gareng bisa merasakan betapa perihnya jeritan hati Bagong. Karena, dulu Bagong selalu bercerita bagaimana pembinaan aklaq dilakukan di tempat sekolahnya, Sekolah Teknik Akuntansi Negeri, yang berkampus di pinggiran negeri Amarta.

"Bagaimana kalau kamu keluar saja dari sana?"

"Trus mau kerja apa?"

"Jadi konsultan pajak atau mendirikan kantor akuntan umum?"

"Sama saja mas. Sama menjadi maling."

"Aku ndak tahu maksudmu?"

"Sekarang aku maling uang negara untuk meringankan WP. Kalau aku jadi konsultan pajak, aku juga akan buat laporan supaya WP tidak bayar pajak yang mahal. Padahal mestinya bayar mahal. Jadi sama malingnya. Ilmunya sama. Yang satu digunakan untuk menarik pajak sebanyak mungkin dari WP, nanti dapat deal, WP jadi mbayar murah. Kalau konsultan, mengakali aturan supaya WPnya tidak mbayar mahal ke negara. Itu kan sama-sama menjadi maling, mas."

"Ooooo....begitu to. Ya sudah kalau begitu kabur saja supaya dipecat."

"Tidak akan terjadi itu mas. Aku sudah coba tidak masuk kantor empat minggu, berharap supaya dipecat. Supaya terbebas dari api naraka itu. Tapi, nyatanya aku ndak pernah dipecat."

"Alasannya?"

"Mereka takut aku ngoceh di luar. "

"Emmmm, ya aku faham. Berarti, keluar juga berbahaya. Jiwamu bisa terancam."

"Persis. Itu yang kumaksud. Diteruskan, bahan bakar untuk tubuhku di neraka kelak semakin menumpuk. Kalau keluar, jiwaku terancam. Padahal sekarang ini aku belum siap mati, mas."

"Bagaimana kalau minta dipindahkan saja. Ndak usah jadi penyidik. Minta dipindahkan ke bagian lain yang tidak ada kaitannya langsung dengan WP."

"Itulah satu-satunya harapanku. Aku akan mencari tahu."

"Kira-kira apa yang akan dilakukan  ketua tim dan kawan-kawanmu kalau tahu kamu mau pindah?"

"Tidak tahu mas. Tapi, mereka akan kutemui dulu. Saya akan yakinkan mereka bahwa saya akan pura-pura tidak tahu, sepanjang saya juga tidak diganggu."

"Kira-kira peluangnya bagaimana?"

"Aku belum tahu. Tapi itulah satu-satunya harapanku. Aku akan mencobanya."

Pembicaraan itu dilakukan tiga bulan sebelum kasus Gayus muncul di permukaan. Selama tiga bulan itu pula Gareng mengalami kesulitan menghubungi Bagong. Dusun Karang Kadento sudah disisir oleh pasukan Amarta tapi Bagong tetap tidak ditemukan, hingga suatu hari Gusti Putri Drupadi menjerit jatuh pingsan menemukan potongan tubuh di tamansari. Ketika Gareng melihat apa yang ditemukan di Tamansari, tubuhnya menggigil. Ia melihat potongan jari Bagong sedang diambil petugas forensik Amarta  (Bengkulu, 30 Maret 2010).

__._,_.___

‎​Renungan Indah - W.S. Rendra

Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji miliku

Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:
Mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku

Aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua "derita" adalah hukum bagiku

Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"....

(Puisi terakhir Rendra yang dituliskannya diatas ranjang Rumah Sakit).

Senin, 29 Maret 2010

Haji ka KABUYUTAN Atuh!!: meh Jadi HAJI di Pakuan SORANGAN (I)

Kalam kasundaan no 41

Kecap petingan Haji, kabuyutan, thawaf, nyusuk, kafir

I. Adeg-adeg

 

Haji harti asal kecapna ngadeukeutan/ngadatangan/ngade

uheusan, ari kabuyutan maksudna tempat suci. Jadi haji ka kabuyutan hartina ngadeukeutan/ngadatangan tempat suci atawa ‘pilgrimage’, ‘journey to a holy or special significance place’. Kongas nepikeun ka di bukukeun di filmkeun di cina jaman dynasti Tang aya carita haji ka kulon…‘pilgrimage to the west’ nyokot kitab suci budha ku jalan leumpang/ngadeukeutan ka vulture’s peak di rajgir India…. Cenah, di Indiana 13 taunan lilana, malah mah mun diitung jeung dijalan bulak balikna mah nepikeun ka 17 tahunan (629-646M). Ari balik Monyet ge (Sun Wu kong) manjing Budha ‘budhahood’.


Ari di Islam – nu jadi domain kecap- Haji ka kabuyutan (sok sering disebut Haji mungkul /Al Hajj) … nya ngadatangan ka’bah (Mekah) jeung sabudeureuna (Mina, Mudzalifah, arafah) ngan waktu didituna teu lila teu sing ukur sababaraha poe. Baheula mah dijalan na mungkul nu lila, ayeuna mah bulak balik teh ukur mimingguan. Ari balik saha wae oge disebut (digelaran) HAJI, meureun supaya boga pangaji manjing Haji tuluy. Da ari hayang ngaran mungkul mah teu kudu ka kabuyutan di mekah cukup indit ka pasar make kopeah/dikudung tuluy siga rek balanja…salila dipasar moal burung disebut Haji oloeun tukang dagang.

Dina babasaan di sunda sapopoe, kecap Haji ka Mekah jeung sabudeureunana sering oge diganti ku kecap jarah (jarah hartina ngadatangan deuheus ka hiji tempat sababaraha waktu terus balik deui). Jadi lamun aya nu rek Haji sok nyarita na teh ‘nyuhunkeun pidu’ana ti sadayana sim abdi bade jarah ka tanah suci’ atawa ‘….bade jarah ka Mekah’. Ari kalolobaana kecap jarah dipake pakeun pagawean ngadatangan maqom hal ieu teh sigana sabab di Masjidil haram ka’bah aya maqom nyaeta maqom Sang Khalilulah Ibrahim as nu dicirian ku dua tapak suku kawas dikabuyutan Sang Purnawarman jeung Rahyang Wastu kancana.

Tapi, jarang- malah asana mah can pernah manggihan- aya nu rek nohonan ibadah haji ka Mekah nyarita, “nyuhunkeun pi’duana, abdi bade haji ka kabuyutan (padahal ka’bah teh kabuyutan tempat/tanah suci); atawa sabalikna, nu rek ngadeuheus ka kabuyutan nyarita..” nyuhunkeun pi’duana, abdi bade Haji ka kabuyutan…(padahal ngadatangan teh haji)”. Dina ngomong na ge tangtu loba nu nyalahkeun.

Naha??? padahal harti kecap mah sarua wae. Nu beda saukur nu hiji kecap sunda nu hiji kecap arab. Tempatna nu hiji di sunda nu hiji di arab. Diskriminasi gunana kecap ieu geus lila kapanggih sabab sikep urang sundana sorangan nu sok nganggap leuwih bener/alus make kecap batur tinimbang ngagunakeun kecap sorangan. Alesan ieu tangtu gampang disalahkeun –salah sahijina –ku argumen yen beda soteh sabab beda realmna beda prakprakanana beda tujuanana jeung utamana beda kayakinana/kapercayaanana.

Tapi,… naha enya kawas kitu sababna???? Yakin???

Tulisan ieu rek nyoba nganepikeun ngeunaan haji ka kabuyutan nu ditepikeun di luhur bari ngawatesan maneh museur kana naon nu kapanggih di sunda jeung di islam nu kaharti ku sunda.


II. Kabuyutan di sunda jeung di Mekah


Kabuyutan nu aya di Mekah, mimitina dicirian ku batu (wana hideung/hajar aswad), wangunan mandala (pasagi/ka’bah) jeung Cinyusu (jam jam),…bangsa Arab (turunan Semit) percaya pisan batu teh suci jeung ngabogaan kakuatan/barokah nepikeun ka sok dicium saking ‘ngahurmatna’ sikep kieu teh (nyium hajar aswad) tuluy diteruskeun nepi ka Islam ayeuna. Tangtu geus pada nyaho kabuyutan di bakah ieu heubeul pisan ayana, malah ceuk beja Agama mah, didamelna ngawitan ku Khalifatullah Adam as,…tuluy diadegkeun deui ku tedak Ur Babylon nu ngababakan di mekah Sang Khalilullah Ibrahim as miwah Putrana Isma-EL as. Bandingkeun jeung di sunda nu nurutkeun dulur ti kanekes mah luluhur sunda teh sami buyut Adam : kabuyutan teh mangrupa mandala2 pasagi, aya cainyusu2 jeung Batu2…urang sunda ge percaya batu boga kakuatan /barokah contona sok dijadikeun lingga puseur mandala oge jadi batu panayogean/pamangkonan.

Ngeunaan tempatna kabuyutan di mekah aya di hiji lengkob nu di kurilingan ku sabaraha pasir nu ngahalangan pangaruh langsung sagara keusik, di sunda ge kabuyutan teh sanajan aya di pasir tapi tara di puncakna pisan saukur di mumunggangna jeung sok kaliung ku pasir-pasir sabudeureuna ngajaga pangaruh langsung hawa ti luar.

Saatos jaman Islamna Sang Khalilullah ciri di Bakah teh nambahan ku ayana Maqom Ibrahim nu ditandaan ku dua tapak suku; di kabuyutan sunda ge aya tapak2 suku nu lumahingna,…. Tuluyna dijaman Islamna Sang Khataman Nabiyyin nu ngangken milatul Ibrahim di sabudeureun kabah diadegkeun tempat shalat-masjid al haram…kadieunakeun di sunda ge sarua,… dimasjidan (nu panungtung ieu mah kaciri pisan pangaruh ti arabna (Islam-Muhammad).

Lobana wanda nu sarua kieu teh nepikeun ka sering ti babaheula keneh keur nu resep susundaan sok ngadu renyomkeun saha atuh sunda teh saenyana, islam henteuna sunda saencan islam Muhamad, mana nu heula islam teh di sunda atawa di arab, jrrd. Komo sanggeus beja ti Prof. Arysio Santos sumebar mah –Atlantis: The lost continent finally found – cenah atlantis teh ayana di sunda (besar+kecil) beuki wae kahucuhkeun pakeun neangan jati diri. Sanajan kitu, pakeun kapentingan ulikan kapribadian mah nu kitu teh lain hal nu kudu digegedekeun katimbang teu pati guna sabab loba nu antukna saukur jadi marebutkeun balung bari teu dihakan tuluy agul ku payung butut, nu leuwih penting mah–nu dihanca ieu tulisan- kumaha ngahartikeun, ngarasakeun, ngabuktikeun jeung makena warisan luluhur nu luhung tur mulya ieu teh (luluhur hartina generasi saencan urang ayeuna) supaya hasil hese cape aranjeuna -kalebet kanyaah asihna luluhur anu mulya Sang Rahmatan lil alamin kapungkur teh- mantes di sunda ayeuna …sunda jadi pantes …sunda aya hargana deui.



III. Haji ka Kabuyutan di bakah


Haji ka baitullah teh rukun Islam..pilar poko pakeun muslimin nu mampuh migawena, Ieu haji teh wajibna dipigawe sakali Saumur hirup.

Sangges miqat, haji dipigawe ringkesna kawas kieu: ihram lillahita a’ala, thawaf (ka hiji) 7x ngurilingan mandala ka’bah (mandala=ka’bah=pasagi) dipasieup ku sa’I-; geus kitu, saencan migawe thawaf 7x nu kadua (al-ifadha) jeung sa’i nu ka 2 migawe mabit (mina) wukuf (arafah) jumrah (mina) heula; tuluy balik deui ka Mina (jumrah) karek we thawaf7x ka tilu nu panganggeusan (wada) bari teu perlu sa’I deui. Terus balik..ninggalkeun kabuyutan.

Tawaf 7x salila haji nepi ka 3 balikan bari ti ka1-ka 2-ka 3 teh si jiwa nu keur haji nambah ‘improve’ sab kapasieup ku hikmahna susah cape tapi wekelna sa’I, nyaruakeun maneh jeung batur wuquf, maehan setan nafsu – jumrah, mencit sato (tingali qurban dewek), can cukup keneh (ditingkatkeun deui) maledog setan deui di mina, sageuy ari nista maja utama mah teu matri teu tapakan. Singgetna, sacara proses thawaf ka hiji nyobaan ngalalanyah, tuluy di update jiwana di ka 2, update deui memeh balik pigawe deui thawaf supaya matri sakinah di baitullah.

Bijaksanana sang mursalin ngagelarkeun ajaran pangparatan hakekat, hartosna, nuturkeun talapakan Ibrahim ieu teh di sareatan ku cara cara nu ninggang kanyataan hakekat. Hakekat nu kudu jeung bisa kahontal ku masing masing tangtung boh dikabuyutan boh sanggeus balik deui ka lemburna sewang sewangan ka pakuwuan na sorangan mawa bekel pikeun wekel boga pangaji Haji di kabuyutan.

Haji ka baitullah di mekah mah ngan sakali (wajibna) haji ka kabuyutan sorangan mah Saumur umur saendeng endeng da deukeut mawa bari milu kababawa.

Kajadian thawaf teh ninggang hakekat kanyataan dina awak. Kieu geura:


IV. Haji ka Kabuyutan di Tangtung

Salian ti aya di Mekah baitullah teh aya di tiap jelema , nyatana, hatena bisa jadi kabuyutan asal nepi ka pangkat mu’minin kongas “qalbu mu’minin baitullah”.

Mu’minin hartina nu iman ari iman nyatana nur (sunda) nu dipasihkeun ku nu maha hirup ka nu daek aslamtu (islam) nyatana sumerah pasrah ka mantena. Iman mah rasul ge teu tiasa masihan komo guru resi ajar ustad kiai syech jeung sajabana eta mah –iman- hak nu maha hirup mere jeung teu merena.

[Matak ulah gampang ngaku geus iman (mu’min) nurutan urang arab baduy… ..era ku nu moncongok.
iman the ni’mat nu pangede gedena….ngaku mah cukup muslim (sabisana) weh bari terus neneda sing kapasihan iman nur sunda nu maha suci. Can tangtu nu geus ngaku muslim meunang iman jadi mu’min].

Ngan, sabab aya jangjina Ar Rahman nu Maha suci lamun enya enya aslamtu bakal dipasihan iman nu mangrupi nur sunda rukun (islam)na kudu enya enya dipigawe…..nyatana (nu ka lima) Haji ka kabuyutan deuheus ka baitullah.

Deuheus ka hate nu nyunda caang (qalbu mu’minin baitullah) bisana ku thawaf museur keun maneh;

Pancegan ihramna, tuluy munajat: denge nu lain salian ti itikad hate teu didenge, deuleu salian ti kana hate teu di deuleu ucap salian ti gerentes itikad du’a hate teu diucapkeun ambeu dieuweuhkeun; dua mata teu dipake neuleu dua liang irung teu dipake ngambekan dua liang ceuli teu di pake ngadenge liang sungut teu engab 7 lawang kadunya nutup…mateni patang (opat) perkara (pangdenge pangdeuleu pangangseu pangucap) angilo/ maca/ nimbang/ museur kana paesan tunggal… malikeun peta latipah ti talab ka qalbu ngaliwatan ruh sir nafi kahfi akhfa, unggah alam ti insan nu kamil, ka ajsam misal arwah wahidiyat wahdat ahadiyat di taratas disaliksik… ti amarah ka salwiyah ka lawamah ka mutmainnah ka rodiyah ka mardiyah ka kamilah (thawaf muter ngalawan putaran jam –malik malikeun deui alam nu kajamanan) make cai caina kahuripan kajayaan kawedukan kinasihan darma menceger anjlog ka (ci) paingan…

lamun kaffah museur buleud nya tangtung masagi tubadil, munggah haji, naek, asup, ka alam sunda alam nur alam malak alam para hyang. Nyata geura naon nu kapanggih waktu keur thawaf di baitullah di mekah SARUA jeung keur thawaf kana/dina hate nu geus caang –kapasihan caaang ku nu maha suci,

waaaah maenya?....bener kitu?....mana buktina?.....

urang saeutik bukakeun sababaraha lalangsena:

(bagian salajengna urang kintunkeun upami pareng)

__._,_.___

Sunda Vs Jawa

 

-Wawancara dengan K.H Fuad Affandi. Pengasuh Pondok Pesantren Agribisnis Al-Ittifaq, dan Pemimpin Koperasi Agribisnis Al-Ittifaq, Ciburial, Alam Endah, Rancabali Kabupaten Bandung.

Ada satu sisi yang menarik untuk dikemukakan panjang lebar di sini menyangkut pandangan Fuad tentang perbedaan budaya, terutama dalam hal etos kerja antara masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa.  Fuad Affandi memang bukan peneliti, juga bukan seorang ahli sosiologi-antropologi. Namun hampir setiap tindakan dan pemikirannya selalu menyandarkan diri pada kebudayaan, terutama hubungannya dengan budaya Jawa dan Sunda. Sebelum menjawab pertanyaan, Fuad dengan rendah hati memberi catatan bahwa apa yang ia alami sebagai kenyataan pribadi, bukan kenyataan umum. Ia sadar pandangannya terhadap kultur masyarakat pasundan, lebih tepatnya kultur masyarakat pedalaman Ciburial dan sekitarnya tidak bisa digeneralisasi. "Ini pendapat saya pribadi, suka atau tidak suka itulah yang saya alami," katanya merendah.

Bagaimana sebenarnya Anda melihat perbedaan etos kerja antara Jawa dengan Sunda di sekitar masyarakat sini?

Saya orang Sunda yang punya pengalaman lama berenang di lautan kehidupan orang Jawa. Sekalipun tidak lagi menetap di sana, tetapi sampai sekarang silaturrahmi dengan sahabat-sahabat di Jawa terus terjalin erat.  Secara umum orang Jawa itu lebih jujur, ulet tidak bandel, sopan santunnya kepada orang tua luar biasa. Satu hal, etos kerjanya sangat ulet, tidak takut nyebur ke pekerjaan yang rendah jika memang mereka mampunya memang masih bekerja rendahan. Anak-anak mudanya lebih memilih keluar dari pekerjaan dengan orang tua. Mereka merasa punya perasaan kurang enak kalau bekerja dengan orang tua. Perempuan pun memiliki keberanian bekerja sebagaimana laki-laki. Kalau di Sunda, tak ada perempuan mencangkul atau mengerjakan hal-hal yang dilakukan suaminya. Orang Jawa juga lebih berani mengambil resiko dan nekad.

Tapi saya sendiri sebagai orang Jawa tak terlalu merasakan hal itu. Bahkan di kampung halaman saya di Temanggung, saya kenal para penjual kerupuk asal Tasikmalaya yang etos kerjanya luar biasa.

O, kalau itu benar. Itu artinya kalau ingin membuat orang Sunda maju jangan tinggal di Sunda. Kalau sudah merantau akan lebih bagus etos kerjanya. Saya mendukung orang Sunda hijrah ke Jawa supaya ketularan etos kerja dan mental prihatinnya orang Jawa. Orang Sunda itu kalau tinggal di Sunda kayak kodok dalam tempayan. Legenda antara kancil nyolong timun dan kabayan adalah cermin yang pas mengambarkan dua mentalitas suku bangsa ini. Bagi saya, Jawa itu kancil. Jangankan terhadap orang bodoh, terhadap orang pinter pun kancil bisa menipu. Kalau kabayan itu, mau ngambil keong di sawah dari pagi sampai sore cuma ditonton saja. Air bening di sawah menunjukkan langit, e di tafsirkan airnya dalam sekali. Orang sunda mesti diceburin ke lumpur biar kerja. Harus banyak gebrakan jadi kyai sunda itu. Bahaya kalau orang sunda tinggal di sunda itu. Makanya hijrah itu penting. Kalau di Jawa seorang kyai kenapa mengirim anaknya ke pesantren luar tidak ditanyakan masyarakat. Merantau sudah menjadi kebutuhan. Di sini saya masih suka ditanya kenapa Anak pak Haji dikirim ke luar? Apa enggak cukup belajar di Al-Ittifaq? Ya saya jawab bahwa sekolah maupun nyantri itu hanya status. Untuk menjadi manusia seorang anak harus dilepas dari orang tua. Kalau terus bergayut pada orang tua bakal repot kelak.

Dari sisi pergaulan keluarga perbedaan yang mencolok apa?

Seorang anak Jawa, sekalipun orangtuanya miskin dan bodoh, dia tetap menghormati. Di Sunda anak berani dengan orang tua itu biasa. Orang Jawa itu sangat menjaga amanah. Dulu saya  waktu nyantri di Lamongan punya pengalaman menarik yang sampai sekarang sangat berharga. Saya kan sering bantu-bantu mengepel di rumah orang. Si bapak itu bilang sama istrinya, bu, ini si Fuad angkat jadi saudara kandung kita. Nanti kalau aku sudah tidak ada, kamu bisa minta nasehat sama si Fuad. Beberapa puluh tahun kemudian anak dari sang bapak ini jadi jenderal dan sampai sekarang anaknya  atas amanah ibunya selalu menghubungi saya sekedar meminta nasehat. Ini luar biasa. Ini adalah investasi sosial yang sangat rasional buat saya. Bagaimana amanah seorang bapak kepada istri dijalankan, kemudian sang istri meneruskan kepada anaknya, dan sang anak sampai kini tetap menjalankan. Sebagai orang Sunda saya jarang melihat kebaikan diberlakukan secara turun temurun seperti itu. Hubungan dengan orang tua lain juga memiliki sisi positif. Di Jawa tidak ada orang berani menelikung atau menipu kyai. Saya ini ngasuh santri Sunda repot. Sering orangtua santri berani nelikung. Contohnya, santri sudah kerasan di pesantren, tapi di minta pulang dengan alasan ini itu. Akibatnya santri ketinggalan pelajaran, target agribisnis pun juga kacau. Kalau di Jawa sekali kyai menegur orangtua murid tidak akan berani membantah. Di sini kita menasehati begitu mereka bisa saja punya alasan mengelak. Kalau alasannya tepat sih tidak masalah. Kadang-kadang alasannya justru kurang baik bagi anak.

Dari sisi intelektualitas bagaimana perbandingannya?

Orang Sunda itu vakum, masih lebih banyak terpengaruh pada kultur sufi. Pengertian sufi di sini juga bukan dalam artian substansial, melainkan kecenderungan laku eskapis. Hal ini dipengaruhi oleh perjalanan sejarah tarekat asketik Islam di pedalaman Sunda. Ini jelas tidak menguntungkan. Masyarakat kita yang vakum seharusnya tidak didorong ke asketisme, melainkan harus digalang dan digerakkan ke arah gotong-royong. Dengan begitu terjadi perubahan secara bersama sebagaimana yang kami lakukan saat ini. Membiarkan dirinya percaya pada ide jauh dan lupa akan kenyataan untuk diubah melalui kerja keras. Orang Jawa masih ada dimensi duniawinya. Semua itu saya lihat karena masih ada pengaruh sejarah di masa lalu.

Apa hal itu bukan disebabkan faktor kultur pedalaman itu sendiri?

Ya, orang Sunda memang mayoritas tinggal di pedalaman. Kota Bandung pun berada di Pedalaman, bukan di pesisir. Sementara kota-kota di Jawa yang memiliki keterbukaan itu jelas berada di pesisir. Semarang, Kudus, Rembang, Pati, Juwana, Tuban, Lamongan, Surabaya sampai Banyuwangi. Kota-kota di jawa pesisir ini telah banyak memainkan peranan bagi perkembangan tradisi keterbukaan. Di sunda kultur sufi lebih berkembang ketimbang kultur sosial. Dari sisi sejarah perjuangan Jawa juga lebih lama dan kuat. Banyak pejuang dari tanah Jawa sehingga sampai kini energi perlawanannya masih berhembus. Makanya saya amat sangat setuju kalau yang memimpin negeri ini sebaiknya memang orang Jawa saja. Itu lebih bagus. Mentalitasnya sudah teruji. Pengalaman sejarah tak bisa dibantah.

Anda kok sangat Jawaisme begitu?

Ya, dalam hal politik saya memang Jawaisme. Suka atau tidak suka itulah kenyataan. Jamaah saya juga saya tekankan agar tidak sungkan menerima kenyataan dari pihak luar, sekalipun pahit adanya. Kalau memang itu sebuah kenyataan terimalah, kita jangan ragu belajar dari yang lebih maju. Dengan cara ini orang Jawa toh akan bisa belajar menggali potensi kelebihannya setelah melihat suku bangsa lain.

Tetapi tidak fair rasanya jika Jawa seratus persen demikian. Saya sendiri sebagai orang Jawa merasakan ada elemen-elemen yang fatalis dari orang Jawa. Termasuk feodalismenya…

O, tentu. Setiap budaya pasti ada plus-minusnya. Apa yang saya katakan di atas adalah serapan yang positif dari Jawa. Adapun yang kurang bagus dari tradisi jawa jangan ditiru.

Apa yang harus ditinggalkan dari budaya Jawa?

Itu kyai Slamet….haha…..(mendadak tertawa lebar). Ceritanya Kebo Kasultanan Surakarta kabur ke pasar. Karena si Slamet ini adalah kebo milik kerajaan lantas dianggap sakral. Saat berak di pasar tahinya mau dibersihkan oleh orang-orang di pasar. Sebelum dibersihkan disembah dulu. Ini adalah sesuatu yang tak patut dipertahankan. Sayangnya kita masih melihat kebiasaan itu. Di kalangan pejabat bawahan menganggap atasan sesuatu yang sakral, apapun dituruti tanpa koreksi. Di kalangan akademisi sendiri juga masih gemar mensakralkan sesuatu yang tidak sakral, termasuk di kalangan santri. Buat saya itu tradisi yang tak perlu dipertahankan. Kita semua dihadapan Allah sama, setara sebagaimana gerigi sisir. Hanya Allah yang layak kita sakralkan dan kita patut bersujud kepadanya. Karena itulah dalam berhubungan dengan santri saya tak menerapkan kebiasaan itu. Saya melawan tradisi orang tua saya juga.

Dalam melihat realitas sosial, Fuad sering menyerap tradisi kehidupan melalui sejarah. Kepemimpinan Nabi Muhamad di Mekkah dan Madinah misalnya, sangat banyak menginspirasikan tindakan kepemimpinannya. Di mata Fuad, Nabi sendiri menghadapi masyarakat tertutup (Mekkah) yang sangat sulit diajak maju. Sayangnya, ketertutupan masyarakat Mekkah memiliki banyak perbedaan dengan masyarakat tertutup pedalaman di kawasan Rancabali Bandung. Setelah lama merenung, Fuad justru bisa bercermin dari legenda rakyat untuk melihat realitas sosial. Kenapa masyarakat di sekitarnya sulit diajak maju?

Fuad teringat oleh pengalaman pribadinya manakala masih remaja, saat nyantri di Lasem Jawa Tengah. Suatu ketika, di sebuah masjid ia ditanya oleh seseorang. Dengan gaya bicara blak-blakan khas pesisir seorang itu bertanya, "saking pundi?" Fuad menjawab, "saking Sunda. "

"Kamu tahu apa itu Sunda?

Fuad menggeleng tersipu.

"Embahmu itu asu!," ujar orang itu sambil tertawa kegirangan karena berhasil meledek dirinya. Fuad yang tahu ini hanyalah ledekan khas pesisir tak terbawa emosi.

"Bagaimana itu ceritanya?" tanya Fuad penasaran.

Orang itu lantas menjawab "hikayat leluhurmu itu Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Kamu itu cucunya si Tumang yang kawin sama Dayang Sumbi. Haha…"

Orang itu lantas bilang, legenda Jawa adalah kancil nyolong timun. Jangankan kepada orang bodoh, kepada orang pinterpun kancil bisa menipu. Khususnya dalam hal politik orang Jawa itu kalau tidak bisa cerdik, dia harus bisa licik, kayak kancil," katanya.

Cerita tinggal cerita. Keduanya hanyalah cermin untuk melihat kenyataan dari apa yang terjadi dalam tradisi kehidupan kita. "Semua ini jangan terlalu serius lah. Masing-masing tradisi memiliki potensi, bagaimana saja memanfaatkan menggalinya. Yang jelas Kabayan itu memang sangat terlihat di sekitar sini," ujarnya.

Apakah dengan seringnya Anda mengolok-olok kemalasan petani di sini tidak mendapat perlawanan dari Orang Sunda?

Haha….ya, itu wajar. Tapi kita kan menjelaskan perlahan-lahan. Khusus dalam hal agama orang Sunda sudah merasa bahwa kyai lulusan Jawa lebih bisa dipercaya ketimbang lulusan pesantren dari Pasundan. Tanya saja deh sama orang-orang sini. Kyai wedalan Jawa Tengah atau Jawa Timur lebih mudah dipercaya ketimbang kyai Sunda. Wong di sini sudah lazim, kalau ada mubalig dari Jawa pengunjungnya membludak. Kalau mubalignya dari Sunda biasanya sedikit yang datang. Saya ini menjadi bukti yang real. Karena mereka tahu saya wedalan Jawa, air banyak yang datang, gula teh melimpah. Mereka pada minta doa. Jadi menurut orang Sunda di sini, ulama Jawa itu sering diartikan sebagai ulama do'a.

Kenapa bisa begitu?

Pengamatan saya melihat bahwa kyai sunda yang nyantri di  Sunda itu kurang prihatin, kurang tirakat, alias kurang menyiksa diri. Ada pameo santri kerja, kyai doa, kelak pulang ke kampung tetap saja bisa ngaji. Saya sendiri tidak ngaji banyak. Saya ditanya sama Mbah Puteri Nuriyah (Istri KH Maksum Lasem Rembang), "Fuad apakah kamu betah di sini?"  Saya jawab betah. Beliau bilang, terimakasih kalau betah. Tapi buatlah ngaji itu nomor tujuh belas. Yang nomor satu adalah khidmat. Apa artinya khidmat? Tentu saja bekerja tanpa pamrih dengan rasa ikhlas. Inilah yang menurut saya membangun mentalitas positif sehingga seseorang itu bisa dipercaya lahir batin, dengan kata lain menujukkan kesalehan seseorang. Disitulah muncul kepercayaan untuk dimintai doa.

Saya melihat ada persepsi tentang identitas santri di Sunda agaknya kurang berkesan baik di kalangan kelas menengah dan elit perkotaan. Apa yang Anda lihat?

Golongan santri di Sunda menempati kasta bawah karena kebanyakan para santri ini tidak bisa sekolah. Kalau di Jawa nyantri atau sekolah adalah pilihan, artinya tidak setiap santri dari kelompok miskin, tetapi juga ada keturunan priyayi. Para gus-gus itu selain nyantri juga sekolah. Terlebih di pesisir, antara sekolah dan pesantren bukan sesuatu yang dikotomis.

Saya lihat kitab-kitab yang dipelajari santri Al-Ittifaq persis dengan gaya santri pesisir di Jawa. Anda sendiri mendapatkan penafsiran kitab tersebut dari Jawa. Sementara santri di sini mayoritas orang Sunda. Apakah tidak repot mengubah penafsiran dari bahasa Arab ke bahasa Sunda?

Kalau itu begini. Salah satu problem kyai Sunda sendiri adalah menerjemahkan bahasa Arab ke Sunda secara langsung. Ini terjadi sejak dulu. Variasi bahasa Sunda sedemikian kompleks sehingga cukup menyulitkan para kyai Sunda. Kalau dalam bahasa Jawa variasinya lebih pada kekastaan, yakni bahasa rakyat dan bahasa priyayi, dalam Sunda kompleksitasnya meliputi banyak hal. Satu contoh saja. Makan. Dalam bahasa Jawa kita mengenal mangan untuk bahasa rakyat, dan dahar untuk priyayi. Tetapi di sunda ada banyak jenis, tuang, nedak, emam, dahar, nyatu, ngalebok, teuteureuy, nyegek. Sulit sekali kita menerjemahkannya. Makanya para kyai Sunda lebih suka menerjemahkan kitab kuning dari Arab ke jawa dulu, baru transfer secara umum ke Bahasa Sunda. Kalau santri Jawa ngaji sama kyai sunda yang tidak menerjemahkan ke jawa dulu juga membuat pusing. Tapi kalau santri sunda ke jawa tidak terlalu sulit karena kosakata bahasa Jawa juga sudah banyak yang masuk ke Sunda, ini terjadi sejak kekuasaan Sultan Agung Mataram berpengaruh di tanah Sunda. Lagian kosakata bahasa Jawa itu sudah sangat popular karena dari sisi mayoritas Jawa memang dominan di mana-mana. Orang Jawa di Sunda sendiri sangat banyak. Nah, saya tak terlalu mewajibkan diri menerjemahkan bahasa Arab ke Sunda langsung. Kalau ini dilakukan malah rugi. Biar saja penafsiran literalnya pakai bahasa Jawa kemudian penjabarannya pakai Bahasa Sunda. Dengan begitu para santri juga bisa bertambah wawasan dalam penguasaan bahasa suku bangsa lain.[]

(Naskah ini adalah penggalan dari buku "Entrepreneur Organik: Rahasia Sukses K.H Fuad Affandi Bersama Pesantren dan Tarekat Sayuriahnya: Nuansa Cendekia Bandung 2009).

 

Adab Sunda

 

Diantawisna: (nu sae ?)

Ngadek sa cek na, nilas sa plas na.
Mipit kudu amit ngala kudu bebeja
Ngukur baju sapasna
Ngomong heula saencana pok.


=====
Ngadek sacekna sareng nilas saplasna ngandung hartos anu jero, sangkan urang 'memperlakukeun' sasama makhluk salain ti manusa, umpamana sasatoan jeung tatangkalan, kucara anu beradab. Numatak kedah disuhunkeun heula ridona, sabab lamun teu kitu rasakeun we akibatna,- tiasa malindes ka diri sorangan, boh ku rupa-rupa panyakit atanapi musibah.
 

Soal ngomong kasar jeung lemes mah, relatip sae atanapi awon, gumantung ka daerah dimana basa eta dipake, da nu penting mah jujur teu eta jelema, boa-boa ngomong lemes teh ngan ukur ngalanggengkeun feodalisme.


__,_._,___

Sajarah - BUBAT

Sajarah - BUBAT

 

Tragedi Bubat Dalam Perspektif Jawa Timur

Peristiwa pertem-puran Bubat yang terjadi sekitar 650 tahun si-lam
adalah peristiwa sejarah yang paling menarik untuk dikaji. Pasalnya,
peristiwa yang menyisakan dendam kolektif itu tidak saja melahirkan
aneka versi yang berkaitan dengan cerita-cerita tentang latar alasan
kenapa peristiwa itu bi-sa terjadi, tetapi juga memun-culkan pula
aneka versi cerita yang berkaitan dengan apa yang terjadi setelah
peristiwa Bubat.

Dalam tulisan singkat ini, saya ingin mengungkapkan salah satu cerita
yang berkembang secara lisan di lingkung-an keluarga-keluarga yang
memiliki hubungan dengan Kerajaan Majapahit, yang berhubungan dengan
peristiwa Bubat.

Di dalam naskah Kidung Sunda yang diterbirkan C.C. Berg dengan judul
Inleiding tot de studie van het Oud-Javaansch (Kidung Sundayana) pada
1928, disebutkan bahwa Raja Sunda, permaisuri, dan putri bertolak ke
Majapahit disertai 200 kapal besar ditambah kapal-kapal kecil sampai
berjumlah 2.000. Raja Sunda dikisahkan menaiki kapal jenis jong buatan
Cina. Informasi dari Kidung Sunda ini, meski harus dikonfirmasi dengan
sumber lain kesahihannya, menunjukkan bahwa jumlah rombongan dari
Kerajaan Sunda beribu-ribu orang.

Kidung Sunda selanjutnya menggambarkan bahwa di Majapahit saat itu
diadakan persiapan penyambutan tamu secara besar-besaran. Raja Hayam
Wuruk beserta dua pamannya --Raja Kahuripan dan Raja Daha-- sudah
berkumpul di Bale Agung bersama para menteri dengan sukacita. Namun,
semua yang sebelumnya bersukacita, tiba-tiba berdiam diri ketika
melihat raut wajah Patih Gajah Mada menunjukkan rasa tidak suka.
Bahkan, Gajah Mada mencela Hayam Wuruk dengan menga-takan bahwa kurang
tepat raja merendahkan diri menyongsong seorang raja bawahan.

Siapa yang tahu apakah orang-orang Sunda itu tidak datang sebagai
musuh yang menyamar sebagai sahabat? Gajah Mada mempersilakan Hayam
Wuruk agar tinggal di keraton dan menunggu. Hayam Wuruk yang saat itu
usianya belum genap tujuh belas tahun, menurut saja kepada keinginan
Gajah Mada de-ngan memerintahkan semua agar kembali ke keraton dan
membatalkan semua upacara penyambutan. Para menteri terkejut ketika
mendengar pe-rintah tak terduga itu, tetapi mereka takut kepada raja
dan patih sehingga semua diam saja tidak menentangnya.

Setelah memaparkan secara panjang lebar perselisihan yang terjadi
antara Patih Sunda bernama Anepaken dan pejabat tinggi Sunda dengan
Gajah Mada yang berujung pada pecahnya perang (pupuh 1.58-78 sampai
pupuh 2.81-98), yang diikuti bela pati permaisuri, putri raja dan
istri para mantri Sunda yang melakukan bunuh diri di atas jenazah
suami-suami mereka (pupuh 3.l- 26). Setelah itu, secara panjang lebar
digambarkan bagaimana penyesalan Hayam Wuruk atas peristiwa itu, yang
membuatnya ingin mengikuti jejak mempelainya ke alam baka, yang
dilanjutkan upacara mendoakan arwah para korban (pupuh 3.27-42).
**

Langkanya catatan historis dari peristiwa Bubat yang memalukan yang
seperti se-ngaja ditutup-tutupi itu, pada gilirannya menimbulkan
banyak tanda tanya yang ber-ujung pada munculnya berbagai spekulasi
yang melahirkan berbagai varian cerita bersifat historiografi ataupun
lisan seperti cerita bahwa Gajah Mada berasal dari Galuh, cinta
terpendam Gajah Mada terhadap Dyah Pitaloka, dan bahkan kisah saling
cinta antara Gajah Mada dan Dyah Pitaloka.

Lepas dari pembenaran cerita-cerita semacam itu, dalam aspek
kesejarahan langkanya catatan-catatan historis tentang peristiwa
tragis di Bubat, telah menimbulkan sejumlah pertanyaan yang tidak
mudah dijawab seperti berapakah sesungguhnya jumlah rom-bongan dari
Kerajaan Sunda yang gugur dalam pe-ristiwa tersebut? Adakah pejabat
atau prajurit Sunda yang mengiringi Raja Sunda masih hidup setelah
peristiwa tersebut? Di-dharma-kan di ma-nakah jenazah Raja Sunda
beserta permaisuri dan putri serta pengi-ringnya?

Sekalipun Kidung Sunda menggambarkan kehadiran rombongan Raja Sunda
de-ngan hitungan kapal-kapal besar sejumlah 200 ditambah kapal-kapal
kecil sampai 2.000 buah, tidak ada penjelasan perinci tentang berapa
jumlah pasti rombongan Raja Sunda yang terbunuh dalam peristiwa Bubat.
Kidung Sunda hanya mencatat adanya 300 prajurit pengawal yang
mengiringi Patih Anepaken ditambah sejumlah pejabat penting Kerajaan
Sunda saat berselisih de-ngan Gajah Mada.

Selain itu, Kidung Sunda mencatat bahwa dari sejumlah prajurit
pengawal raja yang sudah bertekad untuk gugur bersama sang raja,
ternyata masih ada yang hidup, yang digambarkan sebagai mantri Sunda
bernama Pitar yang pura-pura mati di antara jenazah para korban dan
membiarkan dirinya ditangkap pasukan Majapahit. Setelah dibebaskan
pasukan Majapahit, Pitar diki-sahkan melapor kepada permaisuri Raja
Sunda dan putrinya tentang peristiwa tragis yang dialami sang raja
beserta semua pengikutnya, yang membuat permaisuri, selir, putri, dan
istri para mantri Sunda sepakat untuk melakukan bela pati, dengan
bunuh diri di atas jenazah suami-suami mereka.

Dari cerita mantri Sunda bernama Pitar, dapat disimpulkan bahwa
setelah peristiwa tragis dialami Raja Sunda di Bubat, pasukan
Majapahit di bawah Hayam Wuruk datang ke medan tempur Bubat. Pasukan
inilah yang menemukan Pitar dan kemudian menangkap, tetapi kemudian
membebaskannya. Itu menunjukkan bahwa tidak semua pasukan Majapahit di
bawah komando Gajah Mada. Bahkan, pada akhir cerita Kidung Sunda
digambarkan bagaimana semua orang Majapahit di bawah Raja Kahuripan
dan Raja Daha, paman Hayam Wuruk, menyalahkan Gajah Mada, kemudian
memerintahkan untuk membunuh patih tersebut.

Kidung Sunda tidak sedikit pun memberitakan letak pasti para korban
Bubat di-dharma-kan. Kidung Sunda hanya menuturkan bahwa jenazah putri
Raja Sunda ditemukan di pesanggrahan dan bukan di Bubat. Sementara
dalam cerita tutur yang berkembang dikisahkan bahwa putri Sunda
di-dharma-kan di lingkungan Keraton Majapahit di suatu tempat yang
dinamai Citra Wulan (Rembulan yang cantik. Sekarang tersisa pada nama
toponimis Trowulan-pen.).

Di kompleks situs Trowulan terdapat satu reruntuhan candi yang dikenal
penduduk dengan nama Candi Kenconowungu, yaitu nama seorang ratu
wanita Majapahit dalam dongeng yang biasanya dipentaskan dalam cerita
Damarwulan. Apakah yang dikenal Candi Kenconowungu itu sebenarnya
pen-dharma-an putri Sunda? Perlu dilakukan penelitian lebih dalam.

Sementara masih dalam kompleks situs Trowulan tidak jauh dari Candi
Kenconowungu, terdapat tempat bernama Sentanarajya (Keluarga Kerajaan.
Sekarang tersisa pada nama toponimis Sentanareja-pen.) di mana
ditemukan situs Sumur Upas (sumur beracun). Apakah di Sentanareja ini
Raja Sunda beserta permaisuri dan selir di-dharma-kan? Perlu diadakan
peneli-tian lebih lanjut. (Agus Sunyoto, pengajar di Fakultas Ilmu
Budaya (FIB) Universitas Brawijaya Malang)***


.

__,_._,___

7 Kebiasaan yg bs membuat hidup mjd kaya

7 Kebiasaan yg bs membuat hidup mjd kaya


Selamat malam, sahabatku semuanya. Tetaplah semangat dalam melakukan aktifitas kalian, kelak kesuksesan bisa dapat diraih asalkan ada tekad, kemauan yg kuat dan saya yakin kalian bisa berhasil.

1. Kebiasaan mengucap syukur

Ini adalah kebiasaan istimewa yang bisa mengubah hidup selalu menjadi lebih baik. Bahwa agama mendorong kita bersyukur tidak saja untuk

hal-hal yg baik, tapi juga dalam kesusahan & hari-hari yg buruk. Ada rahasia besar di balik ucapam syukur yg sudah terbukti sepanjang sejarah. Hellen Keller yg buta & tuli sejak usia dua tahun, telah menjadi orang yg terkenal & dikagumi di seluruh dunia. Salah satu ucapannya yg banyak memotivasi orang adalah, "Aku bersyukur atas cacat-cacat ini aku menemukan diriku, pekerjaanku dan Tuhanku." Memang sulit untuk bersyukur, namun kita bisa belajar secara bertahap. Mulailah mensyukuri berkat, kesehatan, keluarga, sahabat, dan sebagainya. Lama kelamaan Anda bahkan bisa bersyukur atas kesusahan & situasi yg buruk.

2. Kebiasaan berpikir positif

Hidup kita dibentuk oleh apa yg paling sering kita pikirkan. Kalau selalu berpikiran positif, kita cenderung menjadi pribadi yg positif. Ciri-ciri dari pikiran yg positif selalu mengarah kepada kebenaran, kebaikan, kasih sayang, harapan dan suka cita. Sering-seringlah memantau apa yg sedang

Anda pikirkan. Kalau Anda terbenam dalam pikiran negatif, kendalikanlah segera ke arah yg positif. Jadikanlah berpikir positif sebagai kebiasaan & lihatlah betapa banyak hal-hal positif yang akan Anda alami.

3. Kebiasaan berempati

Kemampuan berhubungan dengan orang lain merupakan kelebihan yg dimiliki oleh banyak orang sukses. Dan salah satu unsur penting dalam berhubungan dengan orang lain adalah empati, kemampuan atau kepekaan untuk memandang dari sudut pandang orang lain. Orang yg empati bahkan bisa merasakan perasaan orang lain, mengerti keinginannya & menangkap motif di balik sikap orang lain. Ini berlawanan sekali dengan sikap egois, yang justru menuntut diperhatikan & dimengerti orang lain. Meskipun tidak semua orang mudah berempati, namun kita bisa belajar dengan membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan yg empati. Misalnya, jadilah pendengar yg baik, belajarlah melakukan yg Anda ingin orang lain lakukan kepada Anda,

dan sebagainya.

4. Kebiasaan mendahulukan yang penting

Pikirkanlah apa saja yg paling pentin, dan dahulukanlah. Jangan biarkan hidup Anda terjebak dalam hal-hal yg tidak penting sementara hal-hal yg penting terabaikan. Mulailah memilah-milah mana yg penting & mana yg tidak penting, kebiasaan mendahulukan yg penting akan membuat Anda efektif dan produktif juga meningkatkan citra diri Anda secara signifikan.

5. Kebiasaan bertindak

Bila Anda sudah mempunya pengetahuan, sudah mempunyai tujuan yg hendak dicapai & sudah mempunyai kesadaran mengenai apa yg harus dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah bertindak. Biasakan untuk menghargai waktu, lawanlah rasa malas dengan bersikap aktif. Banyak orang yg gagal dalam hidup karena hanya mempunyai tujuan tapi tak mau melangkah.

6. Kebiasaan menabur benih

Prinsip tabur benih ini berlaku dalam kehidupan pada waktunya Anda akan menuai yg Anda tabur. Bayangkanlah,

betapa kayanya hidup Anda bila Anda selalu menebar benih 'kebaikan'. Tapi sebaliknya, betapa miskinnya Anda bila rajin menabur keburukan.

7. Kebiasaan hidup jujur

Tanpa kejujuran, kita tidak bisa menjadi pribadi yg utuh, bahkan bisa merusak harga diri & masa depan Anda sendiri. Mulailah membiasakan diri bersikap jujur, tidak saja kepada diri sendiri tapi juga terhadap orang lain. Mulailah mengatakan kebenaran, meskipun mengandung resiko. Bila Anda berbohong, kendalikanlah kebohongan Anda sedikit demi sedikit.

"Ideas are only seeds, to pick the crops needs perspiration. Gagasan-gagasan hanyalah bibit, menuai hasilnya membutuhkan keringat."

Cheers,

from ShintaBerry® by Telkomsel

__,_._,___

Kesaksian Taufik Ismail.

TEBING BETAPA CURAM, JURANG BETAPA DALAM TAK TAMPAK KEDUA-DUANYA, Puisi TAUFIQ ISMAIL
Bagikan
 Hari ini jam 10:53
Rabu 24 Maret 2010 merupakan sidang terakhirdari uji materil UU PNPS th 1965 tentang penodaan agama yang telah menghadir tidak kurang dari 40 saksi ahli. Hari ini ada yang istimewa karana satu saksi ahli yang ditampilkan adalah Taufiq Ismail yang menyampaikan makalahnya bukan dengan bahasa hukum namun tetap menggunakan bahasa sastra yang sangat memukau.

TEBING BETAPA CURAM, JURANG BETAPA DALAM
TAK TAMPAK KEDUA-DUANYA

Oleh: Taufiq Ismail

Desa kami terletak di kaki gunung yang sangat indahnya
Berpagar perbukitan dengan deretan pohon cemara
Sawah luas terhampar, hijau muda dalam warna
Ladang palawija sangat subur pula keadaannya
Dari jauh tampak ternak kerbau, sapi, ayam dan domba
Kemudian kawanan burung terbang di udara
Tampak menembus awan tak bersuara

Walaupun alam desa kami indah keadaannya
Tapi kami belum makmur sesuai dengan cita-cita
Kemiskinan tidak teratasi seperti semestinya
Berbagai penyakit datang dan pergi bergantian saja
Beri-beri, diare, cacar, busung lapar, juga penyakit mata
Anehnya banyak warga sakit katarak dan radang glaukoma
Sehingga banyak yang rabun bahkan sampai buta
Sehingga dokter Puskesmas sibuk mengobati warga desa

Di barat desa ada sebuah tebing yang curam
Dibatasi sebuah lingkaran oleh jurang yang dalam
Di atas tebing itu terhampar datar lapangan lumayan luasnya
Di sana anak-anak kecil berkejar-kejaran dengan leluasa
Bermain-main, melompat-lompat ke sini dan ke sana
Berteriak-teriak, menjerit-jerit dan tertawa-tawa

Karena penduduk desa cinta pada anak-anak mereka
Masih waras dan tak mau anak-anak celaka
Termasuk juga untuk orang-orang dewasa
Maka di tepi tebing dibikinkan pagar sudah lama
Terbuat dari kayu, sudah tua, terbatas kekuatannya
Agar tidak ada yang kepleset terjatuh ke jurang sana

Tebing itu lima puluh meter tingginya
Batu-batu besar bertabur di dasarnya
Semak dan belukar di tepi-tepinya
Hewan buas dan ular penghuni lembahnya
Kalau orang terjatuh ke dalamnya
Akan patah, cedera, cacat dan gegar otaknya

Nah, pada suatu hari
Ada sebagian kecil penduduk desa berdemonstrasi
Menuntut yang menurut mereka sesuatu yang asasi
Dengan nada yang melengking dan tinggi
Tangan teracung, terayun ke kanan dan ke kiri
Dalam paduan suara yang di usahakan harmoni

"kami menolak pagar itu, apa pun bentuknya
Pagar itu kan untuk anak-anak di bawah usia
Itu tak perlu untuk kami yang dewasa
Bahkan juga untuk anak-anak biarkan saja
Kami menuntut kebebasan sebebas-bebasnya
Tidak peduli alasan lama kalian dari zaman kuno
Pagar ini produk fikiran masa dahulu sudah lama
Cabut pagar itu, buang ke keranjang sampah saja

Pagar tebing itu adalah bentuk diskriminasi kuno
Kini waktunya orang menghargai kebebasan sebebas-bebasnya
Seperti negeri luar yang sangat maju keadaannya
Kita harus meniru negeri luar agar maju pula

"Apa itu pagar? Kenapa pelataran ini dibatas-batas?
Tubuh kami ini hak kami
Kami menggunakannya semau hati sendiri
Apa itu pembatasan?
Konsep kuno, melawan kebebasan
Cabut itu pagar, semuanya robohkan!"

Demo itu berlangsung, hiruk-pikuklah terdengar suara
Heboh seantero kampung dan desa
Orang-orang bertanya, lho, ini ada apa?
Kok jadi tegang suasana?

Ada yang bersikeras mau mencabut pagar semua
Tapi yang bertahan tidak sudi membiarkan mereka
Di tepi tebing beregang-reganglah mereka
"Hei, hei, hati-hati, jangan sampai jatuh ke jurang sana!
Hati-hati, jangan sampai jatuh ke jurang sana!
Mendadak mereka berhenti bersama

Ketika itu muncul seorang laki-laki dengan pengiringnya
Dia kelihatan tua dan agak berwibawa
"para hadirin, ini Nabi kami."
Orang-orang desa terkejut, mulut mereka terkunci
Belum sempat mereka menatapnya dengan hati-hati
Muncul pula seorang perempuan dengan ajudannya
Bergaun panjang, berhiasan macam-macam di kepalanya
"Para hadirin, ini Malaikat kami."
Orang-orang desa terkejut,mulut mereka terkunci
Belum sempat mereka menatapnya dengan hati-hati
Muncul pula seorang laki-laki dengan pengawalnya
Dia kelihatan tua dan tidak berwibawa
"Para hadirin, ini Tuhan kami."

Dengan kedatangan tiga orang luar ini
Penduduk desa jadi sibuk mengamati
Kemudian ada warga yang mengajukan interogasi
"Lho Pak Nabi, ente kan dari desa Gunung Bunder, tidak jauh dari sini?
Waa, Bu Malaikat, rumahnya di Betawi kan dekat gang Arimbi?"
Tidak ada jawaban sama sekali.

Menyaksikan hadirnya yang mengaku Tuhan, Nabi dan Malaikat
Lalu seseorang berkata dengan cermat:

"Kita bingung ini dan harus mendapat solusi.
Mari kita hubungi orang yang ahli!
Yang ahli itu pastilah orang luar negeri
Yang jago dalam teori dan kita kagumi
Dengan terorika penuh erudisi
Yang penting liberal, walau kolonial, kita tak peduli
Sehingga mata kita jadi silau sama sekali
Tunggu, tunggu, tak ada hubungan ini
Dengan mental orang bekas jajahan koloni
Tidak ada hubungan ini
Dengan imperialisme ideologi
Tidak ada hubungan ini
Dengan sikap mental rendah diri
Ini semata-mata, semata-mata, ulangi
Ya, semata-mata, yak arena ini."

Setelah selesai ucapan yang kacau begini
Hadirin yang tadinya tenang, menjadi ribut kembali
Kembali beregang-regang, tarik-tarikan ke sana ke sini

Tiba-tiba di ujung keributan ini
Munculah dokter Puskesmas penuh wibawa
Bersama seorang anak muda disampingnya
Dia melihat ke kanan dan ke kiri
Ketika itu penduduk desa tenang semua.
Kemudian dia angkat bicara:
"Saya telah melihat demonstrasi kalian
Saya kecewa dengan geleng-geleng kepala
Kalian semua pasien saya

Lebih dari separuh kalian kena kelainan pada mata
Kalau tidak rabun, ya buta
Kenapa kalian menghabiskan waktu berdemo juga
Padahal mata tidak bisa melihat dengan sempurna
Kasusnya katarak dan glaucoma
Gawat ini situasinya penyakit instrument mata
Virus datang dari negeri lain rupanya
Bukan Cuma dari luar desa
Begini, kita sembuhkan dulu sumber etiologinya
Gawat lho, ini situasi kesehatannya."

Dengan hormat orang desa terdiam mendengarnya
Kemudian anak muda di samping dokter itu bicara
Dia santun, cerdas dan logis cara berfikirnya:

"bapak-bapak, paman-paman, ibu-ibu semua
Saya minta maaf urun berkata-kata
Saya heran kenapa dipandang enteng tebing curam ini
Tingginya 50 meter, sangat tinggi
Di bawahnya batu-batu besar, dalam kali
Kalau terjatuh, bakal patah-patah, gegar otak kanan dan kiri
Jadi kalau tidak di pagar, berbahaya sekali
Maaf ya, maaf, kalian yang mau cabut pagar ini
Kalau tidak rabun atau buta, ya gila

Tebing betapa curam
Jurang betapa dalam
Kok tak tampak kedua-duanya
Konsep tebing dan jurang tak mauk akal rupanya
Gara-gara katarak dan glaukoma menuju buta

Nah, tentang pagar yang memang sudah tua keadaannya
Mari kita gotong royong menggantinya
Kita bikin yang kukuh semuanya
Sehingga anak-anak dan remaja
Bias bermain-main, berlari-lari ke sini dan ke sana
Dengan aman dan gembira."

Kepala desa akhirnya muncul paling akhir lalu bicara:
"Sedulur, masih seabreg-abreg urusan di desa kita,
Kebodohan dan kemiskinan kita, kapan akan selesainya?"
Diperbarui 50 menit yang lalu · Komentari·SukaTidak Suka · Laporkan Catatan
Ari S Imogiri menyukai ini.

Geisz Chalifah
saya sudah menyampaikan pada teman teman yang mengajukan yusaial reviem UU no 1 tahun 1965. Kesimpulan saya sederhana saja. Mereka itu "NORAK".

.

__,_._,___

Minggu, 28 Maret 2010

Wisata - Batu Hiu?

Batu Hiu, Rindu "Jamahan" Wisatawan

PADA tahun 1980-an, pesona Pantai Batu Hiu begitu mencorong. Kawasan
wisata yang terletak di Desa Ciliang, Kecamatan Parigi, Kabupaten
Ciamis itu menjadi tujuan wisata favorit. Batu Hiu menjadi favorit
karena kondisi dan suasana pantainya yang khas. Batu karang yang salah
satu ujungnya menyerupai moncong hiu menjadi ikon utamanya.

Selain batu berbentuk moncong hiu, tiupan angin yang khas, deburan
ombak yang menggelora, dan pasir pantai yang menawan menjadi perpaduan
yang unik dan mendatangkan pesona tersendiri. Semua pemandangan alam
menakjubkan itu bisa dinikmati pengunjung sambil duduk di atas sisi
pantai yang berada di ketinggian dan di bawah rindangnya pepohonan.

Belakangan, pamor objek wisata yang berjarak sekitar empat belas
kilometer ke arah barat Pantai Pangandaran itu sepertinya terus
merosot seiring dengan tergerusnya batu karang yang menyerupai moncong
ikan hiu. Kian banyaknya pilihan berwisata di Pantai Pangandaran yang
dilengkapi berbagai fasilitas dan kemudahan akomodasi juga turut andil
"menenggelamkan" pamor Batu Hiu.

Apalagi, popularitas objek wisata lain seperti Cukang Taneuh atau
lebih dikenal Green Canyon dengan bebatuannya yang eksotik dan Pantai
Batu Karas karena kawasan pantainya yang bersahabat dan dapat
digunakan untuk berolah raga surfing. Ditambah oleh tidak tersedianya
sarana dan prasarana yang mendukung layaknya objek wisata, Pantai Batu
Hiu semakin jarang dikunjungi wisatawan.

Namun, peristiwa gelombang tsunami 16 Juli 2006 lalu telah mengubah
kawasan Pantai Batu Hiu secara alami. Pantai menjadi landai dan pasir
putih lembutnya sangat menantang untuk dikunjungi. Perbukitan karang
yang menjadi ciri khas Pantai Batu Hiu untuk melihat ke lautan lepas
dan menyaksikan matahari tenggelam pada sore hari juga begitu menggoda
selera berwisata.

"Pantai Batu Hiu tidak beda jauh dengan Tanah Lot di Bali. Di atas
bukit, selain kita dapat menikmati lautan lepas dan deburan ombak
menabrak karang, (pantai) Batu Hiu menyuguhkan fenomena alam matahari
tenggelam yang sangat luar biasa," ujar Kasi Produk Pariwisata di
Bidang Kepariwisataan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat M.
Taufik Iskandar, saat melakukan pemantauan lapangan jelang pelaksanaan
revitalisasi lima objek wisata di Pangandaran, beberapa waktu lalu.

Apa yang diungkapkan Taufik memang benar. Setelah Pantai Pangandaran,
terutama pantai barat, mulai dipenuhi pedagang tenda biru dan
digunakan untuk menambatkan perahu oleh nelayan akibat kawasan pantai
timur mengalami abrasi, Pantai Batu Hiu menjadi alternatif utama untuk
menikmati suasana pantai laut selatan.

Selain jaraknya yang hanya empat belas kilometer dan hanya memakan
waktu tidak lebih dari dua puluh menit dari Pangandaran, di Pantai
Batu Hiu, pandangan mata kita ke laut lepas tidak akan terhalang
deretan perahu nelayan atau tenda biru pedagang. Hal yang lebih
mengasyikkan adalah saat matahari tenggelam, fenomena alam ini akan
sangat sempurna bila disaksikan saat musim kemarau.

Dari atas bukit kecil yang ditumbuhi pohon-pohon pandan laut (Pandanus
tectorius) dengan akar besar dan memanjang, wisatawan dapat
menyaksikan birunya Samudra Indonesia dengan deburan ombaknya yang
menggulung putih. Kita juga bisa menyaksikan deburan ombak yang
menabrak bukit karang dengan suara deburnya yang keras dan menciptakan
buih putih.

Di atas bukit, wisatawan juga bisa menyaksikan aktivitas nelayan dan
wisatawan yang memancing ikan. "Kalau hari sedang bagus, ada banyak
ikan di sini, minimal ikan layur," ujar Momo (52) sesepuh Batu Hiu.

Tidak hanya pemandangan alam eksotik yang dapat kita lihat di atas
bukit karang. Berenang di Pantai Batu Hiu bisa dibilang lebih nyaman
dibandingkan dengan di Pantai Barat Pangandaran. Sedikitnya aktivitas
masyarakat ataupun nelayan menjadikan air laut jernih dan pantainya
masih asri. Akan tetapi, bukan berarti kita aman melakukan aktivitas
di pantai karena terkadang banyak ubur-ubur yang terbawa ke pantai dan
bisa membuat kulit kita gatal bila terinjak atau mengenai tubuh kita.

Hal yang sangat menarik adalah mengubur tubuh di dalam pasir saat
matahari tepat di atas kepala. Di bawah rerimbunan pohon pandan laut
atau katapang, kehangatan pasir Pantai Batu Hiu diyakini masyarakat
atau sebagian pengunjung dapat menghilangkan penyakit pegal-pegal,
asam urat, rematik, dan lainnya. "Ya, minimal menghilangkan rasa
penat," ujar Momo.

Mengenai makanan, menu yang ditawarkan tidak beda jauh dengan yang ada
di Pantai Timur Pangandaran. Bahkan ada makanan yang membedakan Pantai
Batu Hiu dengan yang ada di Pangandaran. Makanan tersebut adalah
gado-gado lalaban rebus atau rujak ulek honje, yang hanya dengan uang
Rp 2.500 saja sudah dapat kita nikmati.

Di kawasan Pantai Batu Hiu, kini tengah dikembangkan penangkaran penyu
hijau dan jenis penyu lain seperti penyu lekang, penyu tempayan, dan
penyu sisik. Seperti halnya di Cipatujah, Citireum, Pangumbahan,
Cidaun, dan Sindang Barang, di mana Batu Hiu dengan Pandan Laut
merupakan tempat yang hangat bagi penyu bertelur. Jadi, saat ini
Pantai Batu Hiu bisa dikatakan merupakan objek wisata bahari lengkap
di Pangandaran.

Untuk mencapai Batu Hiu dari Pangandaran bisa ditempuh dengan
kendaraan roda dua dan empat ke arah barat dari Pantai Pangandaran,
searah dengan objek wisata Pantai Batu Karas dan Green Canyon.
Fasilitas jalan cukup mulus dan bila menggunakan kendaraan umum, ada
bus Banjar-Parigi atau Ciamis-Parigi, sekitar 15 hingga 20 menit
perjalanan. Rasanya tidak terlalu jauh dan memakan banyak waktu untuk
menikmati fenomena langka wisata bahari. (Retno H.Y./"PR")***


__,_._,___

Opini: Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Lingkungan Hidup

Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Lingkungan Hidup
http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=Njg4NQ== <http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=Njg4NQ==>
Oleh : Muslimin B Putra

PERAN dan partisipasi masyarakat dalam berbagai sektor publik telah banyak diakomodir dalam berbagai kebijakan publik di negeri ini. Sejak pengakuan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik diakomodir dalam Pasal 53 UU No. 10/2004 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, maka banyak UU yang lahir setelah itu yang memuat klausul khusus yang mengatur ihwal partisipasi masyarakat, termasuk UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Keberhasilan mengarusutamakan perspektif partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik tak bisa dilepaskan dari peran LSM yang terlibat dalam Koalisi Kebijakan Partisipatif (KKP) yang mengawal RUU TCP3 hingga menjadi UU No. 10/2004. Dari UU inilah yang banyak mengilhami setiap perumusan perundang-undangan yang berperspektif partisipasi masyarakat setiap sektor publik hingga sekarang ini. Disamping keberhasilan penerapan teori good governance yang diantaranya menekankan partisipasi masyarakat dalam setiap sektor publik.

Pendekatan Teoritis
Berdasarkan sifatnya, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu konsultatif dan kemitraan (Cormick,1979). Pola partisipatif yang bersifat konsultatif ini biasanya dimanfaatkan oleh pengambilan kebijakan sebagai suatu strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public support). Dalam pendekatan yang bersifat konsultatif ini meskipun anggota masyarakat yang berkepentingan mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan hak untuk diberitahu, tetapi keputusan akhir tetap ada ditangan kelompok pembuat keputusan tersebut (pemrakarsa). Pendapat masyarakat di sini bukanlah merupakan faktor penentu dalam pengambilan keputusan, selain sebagai strategi memperoleh dukungan dan legitimasi publik.

Sedangkan pendekatan partisipatif yang bersifat kemitraan lebih menghargai masyarakat lokal dengan memberikan kedudukan atau posisi yang sama dengan kelompok pengambil keputusan. Karena diposisikan sebagai mitra, kedua kelompok yang berbeda kepentingan tersebut membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membuat keputusan secara bersama-sama. Dengan demikian keputusan bukan lagi menjadi monompoli pihak pemerintah dan pengusaha, tetapi ada bersama dengan masyarakat. dengan konsep ini ada upaya pendistribusian kewenangan pengambilan keputusan.

Partisipasi masyarakat dalam teori politik sering disebut "Participatory Democracy". Gibson (1981) salah satu penganjur "Participatory Democracy" menyatakan bahwa penyelarasan kedua macam kepentingan tersebut dapat terwujud jika proses pengambilan keputusan menyediakan kesempatan seluas-luasnya kepeda mereka untuk mengungkapkan kepentingan dan pandangan mereka. Proses pengambilan keputusan, yang menyediakan kelompok kepentingan untuk berperan serta didalamnya, dapat mengantarkan kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan mencapai saling pengertian dan penghayatan terhadap satu sama lain. Dengan demikian perbedaaan kepentingan dapat dijembatani.

Untuk mengefektifkan partisipasi masyarakat mutlak dibutuhkan prakondisi-prakondisi. Hardjasoemantri (1986) merumuskan syarat-syarat agar partisipasi masyarakat menjadi efektif dan berdaya guna, sebagai berikut: (1) Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya; (2) Informasi lintas batas (transfrontier information); mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang dibuat manusia; (3) Informasi tepat waktu (timely information); suatu proses peran serta masyarakat yang efektif memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin, sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada kesempatan untuk mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan; (4) Informasi yang lengkap dan menyeluruh (comprehensive information); dan (5) Informasi yang dapat dipahami (comprehensible information).

Partisipasi Masyarakat Versi UU PPLH 2009
Dalam UU No. 32/2009, peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur secara khusus pada Bab XI, Pasal 70. Dalam ayat (1) pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk peran diatur dalam ayat (2) berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Sementara tujuan peran masyarakat itu sesuai ayat (3) untuk: meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggap-segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Selain Pasal 70 yang mengatur perihal partisipasi masyarakat, pada pasal 18 juga mengakui pelibatan masyarakat dalam pembuatan KLHS. Tata cara penyelenggaraan KLHS yang melibatkan partisipasi masyarakat kemudian akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Penegasan Pasal 18 kemudian disebutkan dalam bagian penjelasan terhadap Pasal 70 huruf (b) tentang pemberian saran dan pendapat masyarakat dalam ketentuan UU No. 32/2009 termasuk dalam penyusunan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) dan amdal.

Penyusunan dokumen Amdal yang melibatkan partisipasi masyarakat juga disebutkan dalam Pasal 26. Dalam pasal yang terbagi atas 4 ayat tersebut menyebutkan bahwa dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat (ayat 1). Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: masyarakat yang terkena dampak; pemerhati lingkungan hidup; dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.

Pada Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

KLHS dan amdal adalah salah satu bentuk pengendalian dan pencegahan dari pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. KLHS menurut Pasal 16 UU ini adalah sebuah kajian yang memuat kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; kinerja layanan/jasa ekosistem; efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Penyusunan KLHS adalah kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (Pasal 15 ayat 1). Setelah pembuatan KLHS oleh pemerintah/pemerintah daerah, pihak pemerintah/pemerintah daerah pun diwajibkan melaksanakan KLHS ke dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (Pasal 15 ayat 2).

Hasil KLHS menjadi dasar kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi (Pasal 17).

Penulis, Pemerhati Kebijakan Publik pada CEPSIS, Makassar

Kamis, 25 Maret 2010

make dewek aing

make dewek aing

 

 

Dewek jeung aing sarta silaing/ilaing dipake di na obrolan antara jalma2 nu raket
pisan; nu kacida lomana.Ari di Bandung mah, biasana dipake antara Mahasiswa
nu loma pisan. Eta basa kasar teh, disulap jadi basa loma.

Mun dipake ku kolot ka anak, teu pantes pisan, sabab etikana kolot mah kudu
mapatahan nu bener. Jaman baheula mah meureun, ka anak incu nyebut teh utun inji tea,
ayeuna mah geus teu galib deui, hartina ku masarakat dipiceun, teu dipake.
Hidep, meureun masih aya, ngan langka pisan.
Hidep teh lemesna ti na maneh. Tah maneh mah masih loba keneh nu make, lantaran ieu
mah basa loma tea.

Baheula mah nyebut ngaran sorangan disebut elmu tikukur, tapi ayeuna mah geus galib.
"Eta mah nu Encid , ema; sanes nu kang Idik."Cek Jang Rosid ka indungna. 

Kuring. Ieu basa loma atawa pertengahan, dimana wae, ngan ka anak mah kurang pas.

Abdi.  Lantaran ku rasa meureun "kuring" asa rada teugeug, make kecap ieu, tanda
ngahargaan ka nu diajak nyarita. Ieu mah masih keneh dipake di mana2.

Sayah.  Memang tina Basa Indonesia "saya"; dicokot ku urang Sunda keur gaganti
kuring lantaran asa kurang pas; atawa abdi asa lelemesan teuing. Jadi ieu ge basa loma.
Lolobana baheula mah antara pamuda 20 taunan diparakena teh.

Kaula/kula.  Ieu ge ampir leungit

Kami.  Ieu ge hartina teh kuring, tapi biasana nunjeukeun nu make ieu basa leuwih
luhur tingkatanana. Ieu oge geus teu galib deui. Da alam Demokrasi tea.

Pribados.    Biasana dipake na pidato. AQyeuna mah langka, lantaran ampir tara aya
pidato basa Sunda.

 

__._,_.___