Kamis, 04 Maret 2010

Anggur Emas 4

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[4]

Turun dari lereng Mijil Raden Pekik tak menemukan suatu hambatan.  Setelah melewati perbukitan panjang selama dua hari,  sampailah remaja tanggung itu di sebuah dusun kecil.  Pemandangan di dusun itu saat aneh.  Dusun itu dilanda kekeringan.  Banyak anak kecil menangis kelaparan.  Orang tua hanya duduk-duduk di pinggir jalan. Remaja tanggung itu heran dengan apa yang dilihatnya. Mengapa orang-orang itu hanya duduk-duduk di depan rumah sementara banyak anak kecil menangis kelaparan.

        Di depan sebuah rumah,  Raden Pekik melihat seorang ibu sedang mengupas umbut pisang.  Remaja itu mendekat. Ia ingin tahu ada apa dengan perkampungan ini.

        "Untuk apa umbut pisang itu,  bi?"  tanya Raden Pekik membuka percakapan.

        "Untuk apa?  Ya,  dimasak.  Lihat dimana-mana kekeringan.  Penduduk desa kehabisan persediaan makanan karena panennya gagal."

        "Ya, sepanjang jalan tadi aku melihat banyak sawah yang kekeringan. Apakah bibi bisa menunjukkan pada saya dimana rumah pamong desa? Saya akan mengingatkan mereka agar melaporkan keadaan ini kepada petugas kerajaan."

        "Melapor kepada para pemeras itu?"

        "Apa maksud bibi?"

        "Eh,  anak muda.  Kuperhatikan pakaianmu sangat bagus.  Kau pasti  salah satu dari mereka.  Hai gerombolan pemeras,  enyalah kau dari kampung kami! "  Wanita itu melempari Raden Pekik dengan potongan-potongan bonggol pisang.  Tak urung getah pisang itu mengotori pakaiannya.

        Raden Pekik sungguh tak menduga bakal mendapat perlakuan demikian dari seorang perempuan dusun.

        "Aku ini anak pangeran.  Kalau aku mau,  kau dapat dihukum gantung karena sikapmu tadi.  Tapi mengingat pesan Eyang Buyut,  aku mengampunimu,"  Raden Pekik menggerutu dalam hati.  Ia pun segera meninggalkan dusun itu [4].

 

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar