Rabu, 29 September 2010

Ekologi-Politik Pesisir


http://cetak.kompas.com/read/2010/09/25/03082957/ekologi.politik.pesisir

EKOLOGI-POLITIK PESISIR

Oleh :

ARIF SATRIA

Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB; Wakil Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4)

Tanggal 24 September 2010 ini adalah tepat setengah abad Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) No 5/1960. Hal yang sering terlupakan adalah bahwa UU PA juga mengatur tentang hak guna air dan hak pemeliharaan dan penangkapan ikan (Pasal 16 dan 47). Air yang dimaksud adalah perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia. Salah satu spirit penting dalam UU PA adalah adanya pengakuan negara atas hak ulayat yang dimiliki masyarakat, baik hak pemanfaatan maupun hak pengelolaan. Di wilayah pesisir, kedua jenis hak tersebut penting sebagai prasyarat menjamin kelangsungan hidup masyarakat pesisir. Hanya saja masalahnya adalah bahwa kedua jenis hak tersebut seringkali diabaikan. Kerusakan sumberdaya pesisir maupun konservasi yang sentralistik akan berdampak pada tak berfungsinya hak-hak mereka. Bagaimana upaya memperkuat kembali hak-hak masyarakat pesisir tersebut sesuai spirit UU PA?

Tragedy of Enclosure

Dulu Hardin mengeluarkan istilah tragedy of the commons, sebagai gambaran dampak dari ketidakjelasan hak-hak penguasaan sumberdaya karena sumberdaya tersebut bersifat akses terbuka (open access) yang kemudian menyebabkan kerusakan sumberdaya. Namun, kini ketika hak-hak penguasaan semakin jelas, yang mestinya masalah kerusakan sumberdaya bisa diatasi, ternyata kerusakan tersebut tetap terjadi. Dalam ekologi-politik, masalah ekologi tersebut bukanlah masalah teknis, tetapi lebih merupakan akibat dari tatanan politik dan ekonomi yang ada serta proses politik dari aktor-aktor yang berkepentingan. Inilah yang disebut Bryant dkk (2001) sebagai bentuk "politicised environment".Aktor yang dominan umumnya adalah negara dan swasta besar. Ternyata dominasi ini justru menyebabkan apa yang oleh Bryant sebagai tragedy of enclosure, yakni sebuah tragedi akibat dominasi negara dan swasta yang menyebabkan akses masyarakat pada pemanfaatan dan pengelolaan makin dibatasi. Melemahnya akses inilah yang membuat masyarakat makin marjinal. Dari sinilah Bryant membuat tesis baru bahwa: (a) biaya dan manfaat yang terkait dengan perubahan lingkungan dinikmati para aktor secara tidak merata, (b) distribusi biaya dan manfaat yang tidak merata tersebut mendorong terciptanya ketimpangan sosial ekonomi, dan (c) dampak ketimpangan sosial ekonomi tersebut merubah relasi kekuasaan antar aktor.Nah, apakah

tragedy of enclosure juga terjadi di wilayah pesisir, dan bagaimana mengatasinya ?

Politik Pesisir

Tentu wilayah pesisir tak bisa lepas dari tragedi ini. Praktek kegiatan pertambangan oleh swasta di wilayah pesisir terbukti memperlemah akses nelayan untuk melaut karena lautnya yang tercemar. Juga rencana adanya kluster perikanan berupa konsesi khusus bagi segelintir pengusaha perikanan bisa berdampak pada melemahnya hak-hak nelayan. Begitu pula praktek konservasi laut yang sentralistik bisa membatasi akses nelayan pada pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan. UU No 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati masih sangat sentralistik dan minim pengakuan terhadap eksistensi hak-hak masyarakat pesisir.

Tragedi ini mestinya bisa diakhiri dengan legislasi pesisir yang populis. Kini pemerintah sudah punya UU No 27/2007 tentang pesisir dan pulau-pulau kecil, yang kini dalam proses revisi. Diharapkan revisi tersebut bisa menggunakan spirit UU PA, sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, bagaimana revisi UU 27/2007 bisa memperkuat posisi masyarakat dalam berbagai proses perencanaan pesisir, yaitu : (a) rencana strategis, (b) rencana zonasi, (c) rencana pengelolaan, dan (d) rencana aksi untuk pengelolaan pesisir. Rencana zonasi – yang harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) -- merupakan titik paling kritis karena memuat peruntukan wilayah pesisir. Proses perencanaan pesisir itu bukan merupakan arena yang netral, tetapi merupakan arena kontestasi kepentingan antar pelaku. Karena itulah, persoalan kritis berikutnya adalah bagaimana memperkuat akses masyarakat pesisir dalam pengambilan keputusan zonasi, sehingga menjamin akses mereka pada pemanfaatan sumberdaya. Nelayan dalam posisinya seperti sekarang ini sering merupakan aktor terlemah sehingga diduga sulit untuk bisa dominan dalam pengambilan keputusan zonasi. Bila posisinya lemah, nelayan berpotensi menjadi korban.

Kedua, meninjau kembali pasal tentang Hak Pemanfatan Perairan Pesisir (HP-3) yang saat ini bisa berlaku untuk masyarakat dan swasta selama 20 tahun dan bisa dialihkan serta diagunkan. Ada kekuatiran dengan berlakunya pasal ini akan terjadi "komoditisasi" perairan pesisir, dan tidak mempertimbangkan hak asal usul masyarakat adat. Padahal ada sejumlah hak yang sebenarnya melekat pada masyarakat adat. Begitu pula menurut UU PA, sumber-sumber agraria seperti tanah dan air memiliki fungsi sosial, sehingga mestinya tidak bisa diprivatisasi secara monopolistik oleh swasta.

Ketiga, memperkuat Pasal 61 yang menegaskan bahwa pemerintah mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearian local atas wilayah pesisir dan pulau kecil yang dimanfaatkan secara turun temurun. Pasal ini bagus sekali, sehingga perlu diperkuat dan dielaborasi pada peraturan turunanya untuk implementasi. Karena itulah pemberdayaan masyarakat pesisir tidak semata pada ekonomi, tetapi juga penguatan posisi politik mereka melalui penjaminan hak-hak agar mampu mengartikulasikan dan mempertahankan kepentingannya dalam setiap kontestasi. Bila kita masih yakin bahwa kita adalah bangsa bahari, maka jaminan terhadap hak-hak masyarakat pesisir itu merupakan suatu keniscayaan.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 20 September 2010

[kisunda] Urang Sunda Jadi Presiden

Urang Sunda Jadi Presiden

Oleh Jamaludin Wiartakusumah

Belakangan ini muncul berbagai upaya meningkatkan peran urang Sunda di
pentas politik nasional. Lingkung Seni Sunda Institut Teknologi Bandung,
misalnya, Juni lalu di Aula Timur ITB, menggelar acara bincang-bincang
dengan tema "Getih Sunda Solusi Konspirasi Zaman". Gagasan besarnya,
bagaimana urang Sunda mampu memberikan kontribusi positif lebih banyak
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang rudet ini.

Muara semua itu adalah kerinduan melihat urang Sunda menjadi presiden.
Level tertinggi yang pernah dicapai adalah perdana menteri (Ir H Djuanda)
dan wakil presiden (Umar Wirahadikusumah).

Apakah urang Sunda bisa menjadi Presiden RI? Tentu bisa dan sangat
mungkin. Sekarang saja yang menjadi presiden itu orang Cikeas. Yang sulit,
urang Sunda menjadi Presiden Tanzania, Sudan, Finlandia, atau Amerika.
Meskipun ada nama Nia di belakangnya, Tanzania tidak ada hubungan dengan
Nia Daniaty, penyanyi cantik yang urang Sunda. Meski namanya hanya
bertukar huruf dengan Sunda, Sudan bukan negara urang Sunda. Sementara
syarat menjadi Presiden Amerika, antara lain, harus lahir di Amerika.

Menjadi Presiden Finlandia juga repot karena orang Sunda mah melafalkan
huruf f, p, dan v cukup dengan pe. Huruf yang disukai orang Sunda adalah e
karena mirip senyuman. Itulah sebabnya, alfabet Sunda punya , e, dan eu.
Etnik lain belum tentu mudah mengucapkan Cicaheum atau Cibeureum dengan
baik dan benar.

Kearifan lokal

Ketika debat menentukan kapan sebaiknya Indonesia merdeka, Hussein
Djayadiningrat, intelektual Indonesia pertama yang meraih gelar doktor,
mengusulkan mendidik bangsa dahulu, baru merdeka. Hussein yang kuliah di
Universiteit Leiden tentu melihat Belanda sebagai acuan.

Sementara Bung Karno yang lama tinggal di Bandung, kuliah di THS (ITB),
menikah dengan Ibu Inggit dan mendirikan Partai Nasional Indonesia,
mengusulkan merdeka dahulu, baru membangun. Untuk meyakinkan hadirin
anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno mengajukan
argumen berupa adat urang Sunda masa itu. Katanya (kira-kira), "Lihat
orang Sunda, mereka menikah dulu sebelum punya pekerjaan."

Ujang, Asep, dan Entis yang sudah masuk usia nikah, tetapi hidupnya masih
teu pararuguh, oleh orangtua dijodokeun dan dikawinkeun. Mereka
dikondisikan menjadi suami. Maka, muncullah tanggung jawab untuk mencari
nafkah. Model ini sebangun dengan teori mestakung (semesta mendukung)
ciptaan Prof Yohanes Surya, pelatih siswa fisika kelas dunia. Dalam setiap
kondisi, dunia, alam sadar, alam bawah sadar, dan tubuh manusia mempunyai
mekanisme untuk menciptakan atau membangun kondisi yang mendukung.
Barangkali, karena itulah, orang Sunda gampang tersenyum dan tertawa,
tetapi mudah pundung.

Urang Sunda jelas punya potensi untuk menjadi presiden. Yang penting
adalah kemampuan memenuhi persyaratan. Persyaratan formal selain minimal
berumur sekian, di antaranya harus sehat rohani dan jasmani serta orang
Indonesia asli. Keaslian bisa dibuktikan secara genetik lewat tes DNA.
Pastilah di DNA orang Indonesia asli tertera kode Indonesia, seperti kode
IDR untuk rupiah, PK untuk pesawat terbang, KRI untuk kapal perang, 062
untuk telepon internasional, dan .id untuk situs internet.

Bahwa presiden harus ganteng atau cantik memang tidak ada dalam
Undang-Undang Dasar, tetapi melihat tampang presiden yang sudah-sudah, ya
syarat itu sepertinya fardu ain. Maklumlah, presiden kan juga pesohor.
Tampangnya ada di televisi, koran, dinding kantor, sekolah, dan prangko.
Namun, yang di prangko bernasib kurang mujur karena selalu dipukul palu
cap pos. Untuk urusan kasep atau geulis ini, Sunda tidak kekurangan orang.

Mengenal watak, kondisi, dan budaya bangsa adalah keharusan mutlak calon
presiden. Bila dulu bangsa kita terkenal sebagai pejuang, tabah, berani,
pantang menyerah, dan berani hidup susah, sekarang bangsa kita cenderung
mudah sedih alias melankolis melihat tayangan sinetron seraya mulai tidak
peduli pada tetangga sengsara. Kondisi lain, mau gampangnya saja, sebagian
menjadi penggemar bantuan langsung tunai dan beras untuk rakyat miskin,
lalu setiap saat siap menjadi korban tabung elpiji 3 kilogram. Simpati
kita biasanya tumpah pada tokoh protagonis yang lemah. Jadikan diri
sebagai figur yang teraniaya lawan politik, simpati semua orang akan
tertarik.

"Uga" baru

Bung Karno adalah presiden pertama dan proklamator kemerdekaan. Dia pandai
berpidato berapi-api dan menginspirasi banyak orang. Nyalinya luar biasa
besar. Dia berani teriak, "Amerika kita setrika, Inggris kita linggis!"
Malaysia dijadikan bulan-bulanan karena dianggap boneka imperialis
Inggris. Bung Karno terkenal punya selera seni tinggi dan pernah punya
lebih dari satu istri. Perkara nyandung ini mah orang Sunda tentu sudah
khatam.

Barack Obama waktu tinggal di Jakarta katanya suka meniru gaya Pak Harto
berpidato di televisi. Urang Sunda yang hobi memancing punya peluang besar
menjadi presiden karena Pak Harto juga gemar memancing. Media luar
menjuluki Pak Harto "The Smiling General". Soal yang ini mah, orang Sunda
jagonya. Jangankan hanya tersenyum, tertawa ngakak ngabarakatak juga
sangat mahir. Pada zamannya, tidak ada kabar kapal perang atau polisi laut
Malaysia berani cari penyakit dengan ngulampreng ke perairan Indonesia.

Semua orang tahu, Pak Habibie cerdas luar biasa. Kalau saja ada 1.000
orang seperti BJ Habibie, Indonesia akan segera menguasai teknologi tinggi
dan disegani. Namun, anggota Dewan waktu itu anak TK, jadi gagap
teknologi. Gus Dur adalah kiai, tokoh besar Nahdlatul Ulama, figur bapak
bangsa yang disegani. Dengan jurus "gitu aja kok repot", ia punya peluang
membereskan kondisi negeri. Akan tetapi, pemikiran serius tapi santainya
relatif sulit diikuti bangsanya yang terbiasa dengan cara rezim Orde Baru.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau Pak Beye berkarier di militer. Oleh
Gus Dur dan lalu Bu Mega, dia diangkat menjadi menteri. Pengalaman di
kabinet dan dicuekin menjadi modal untuk mendirikan Partai Demokrat dan
melejit hingga terpilih menjadi presiden pertama lewat pemilu langsung.
Pak Beye ini merupakan doktor dari Institut Pertanian Bogor, santun dan
pintar mencipta lagu serta menyanyikannya. Selama menjadi presiden, sudah
beberapa album dihasilkan. Orang Sunda yang penyanyi bisa usaha sambilan
meniru Pak Beye ini.

Pertanyaan kritis mengapa urang Sunda belum ada yang menjadi presiden,
kita tunggu sampai ada calon yang mau, dipinang partai peserta pemilu, dan
terpilih. Sementara itu, pertanyaan kenapa urang Sunda harus menjadi
presiden perlu diajukan. Kalau masih heurin ku letah, tentu sulit membuat
kebijakan dan terobosan besar. Mekanisme kontrol kualitas khas Sunda,
yaitu bisi ngerakeun, tentu akan menghambat munculnya urang Sunda maju
menjadi calon presiden.

Yang penting sekarang, untuk menyemangati peningkatan kualitas manusia
Sunda agar lebih mampu berperan di segala bidang, formula Jayabaya
mengenai nama pemimpin nasional, yaitu Notonegoro, perlu didampingi uga
baru, seperti Indonesia jaya mun presidena urang Sunda!

JAMALUDIN WIARTAKUSUMAH Dosen Desain Itenas

?dimuat KOMPAS jawa barat 18 september 2010 ?

__._,_.___

Kamis, 16 September 2010

Nakol Bedugna Beda

Saminggu samemeh lebaran, ngadadak kuring kudu ka Surabaya. Rada wegah sabenerna mah kudu indit-inditan di bulan puasa teh, komo ari geus duekeut ka poe lebaran, tapi teu bisa nolak da parentah "pangab(utuh)" ...hehehe. Ti Bandung make mobil opat urang, kaasup supir. Inditna poe jumaah tas saur, da niat teh arek puasa we sakuatna. Jalan nu nu dipilih jalan Pantura, lumayan gancang, jam 11 geus tepi ka samemeh kota Kendal. Didinya neangan masjid rek ngilu jumaahan. Kabeneran pisan manggihan masjid gede disisi jalan, poho deui aran tempatna mah. Nya eureun didinya, mobil bisa parkir di hareupeun masjid pisan.

Kuring langsung ka tempat wudu, nu lumayan alus jeung bersih, terus asup ka jero masjid, maksud teh rek langsung solat sunat. Di jero masjid kuring nempo bedug mani gede pisan lengkep jeung kohkolna. Kulantaran geus jarang pisan kuring ngareungeu sora bedug, jadi panasaran hayang ngadenge sorana waktu ditabeuh, kuring ngahaja milih tempat deukeut bedug, hareupeunana, padahal di hareup masih karosong keneh.

Jam 12 kurang 20 menit, lamun teu salah mah, tukang nakol bedug, nu make samping jeung kopeah, ngajurungkunung tina diukna, kop kana panakol, terus nabeuh kohkolna, torongtong ..tong..tong ...dur!. Beg teh dada kuring asa aya ninggang, bakating ku eundeur. Dur ..dur ..dur.dur dur, bedug ditakolna beuki ngerepan, tepi ka sorana merekpek, geus kitu irama nakolna teh ngajarangan deui kira kira lamun didetikan mah 5 detik, 10 detik, 15 detik ...40 detik ..samenit ..jep weh jempe. "Ah meureun enggeus nakol bedugna teh", pikir kuring, nu siap-siap rek ngareungeukeun nu khotbah, naha make basa Jawa atawa Indonesia.

Na atuh, Dur ...deui wae bedug teh ditakol deui, kuring tepi ka ngarenjag. Dur ...dur ..dur bedug ditakol ngerepan deui, geus frekuensina kerep pisan, kakara ngajarangan deui, tepi ka intervalna aya 2-3 menitna. Ari sugan teh geus rengse, na ari pek teh dur deui wae, ngerepan terus ngajarang deui, kakara rengse, eureun. Kuring nempo arloji hayang nyaho sabaraha menit "proesesi" nambeuh bedug di lembur urang Jawa teh, euleuh geuning lumayan lila, aya kana 10 menitna da jam kuring nunjukkeun ampir jam 12 pas. Irama nakolna kira-kira ngerepan-ngajarangan-ngerepan-ngajarangan-ngerepan-ngajarangan ....

Rada aneh oge, sanajan irama nakolna ampir sarua jeung di lembur kuring, tapi di lembur kuring mah (baheula) teu lila kitu. Tapi duka upami di lembur sejen di tatar Sunda mah. Nu jelas, ayeuna, di Bandung atawa di lembur kuring di Sumedang geus tara ngareungeu deui sora bedug.

Baktos,
WALUYA

__._,_.___

Burisrawa Kaedanan - 27

Ti bah AA

 

Sinarna Saratoma moncorong, Raja Ganda Perkasa serabeun pisan, enggalna
wae Arjuna tos mentangkeun jamparing; ieu panah ngan sakilat tos niban ka na
dada Ganda Perkasa; ujug janggelek rupa Ganda Perkasa jadi Gedeng Permoni
bari totobatan; teras dibawa ku Panah Sarotama ka Setra Ganda Mayit.

Gubrag wae Gedeng Permoni digubragkeun di Naga Kajinan Setra Ganda Mayit;
karaos awakna estu leuleus letek; bari humarurung, ngalungsar bae da teu aya daya
upaya; balad2 genderewo enggal wae ngagarotong Gedeng Permoni.

Ngandika Gedeng Permoni:"ADu biang biang; ampuuun; Kaula moal deui2 perang
jeung si Arjuna; enyaan sakti mandraguna; geus maraneh oge ulah wani2 ganggu
ka urang Indraprasta, bahaya."

"mangga   mangga   mangga  !!!!" Balad Genderewo saur manuk narembalan.

Urang catur di Madukara, Semyaji dihadep ku para pangagung, antawisna
Sri Kresna, Arya Jodipati, Arjuna , Nakula. Sadewa.

Bima ngalahir:"Darmaji kakangku, geuning nyata Gedeng Permoni, Ratu jurig,
paingan atuh hese dielehkeunana...........hemmm, untung si Jenet bisa
ngusir ku senjatana."

Kresna:"Hehehehehe, tapi sampeyan Rayi Bima, hebat oge eta para siluman mani
katawuran merangan sampean."

Bima:"Hmmm. Hahahaha enya, malah Patihna pisan ku Kaula teu walakaya."

Kresna:"Tah kapan yayi Sena ge sakitu hebatna, atuh da licik si Permoni mah,
perangna, make elmu sihir !"

Biima:"Enya nu matak Kaula eleh oge; da teu puguh2 jol2 leuleus; ah edan memang
si Permoni teh. Kafieuna ngahaja rek menta ali hideung tea; bari cenah rek nyoba
nalukkeun Madukara. Hahahahaha; untung si Jenet bisa ngelehkeun manehna."

Yudistira:"Tah ayeuna mah, sadayana tos dituntaskeun; Sumbadra tos walagri deui;
Burisrawa tos dicandak ku Kakang Baladewa; nu jadi mamala teh tetela genderewo,
jadi tos ayeuna mah tong dipapanjangkeun; da kapan Burisrawa ge geus cilaka; jeung
masih baraya keneh, jauk2 ge."

Arjuna:"Leres teu kapindo damel Kakang; Rayi ngiringan wae."

Kresna:"Hahahaha, tah kitu atuh Yayi Kaipe; ayeuna mah tos salse sadaya;
akang rek ka Meralaya, pamit."

Bima: Kula ge rek ka Jodipati."
Enggalna bae Yudhistira mulih ka Amarta; Nakula Sadewa ka Sawojajar.
Antasena pamit bade mulih deui ka Sapta Pertala; bari wanti2 ka Gatotkaca,
mun butuh anjeunna cenah tenjrag we taneuh tilu kali; tangtu akang mucunghul.
Gatotkacha oge teras patroli deui di sakuliah Indraprasta; bilih aya deui karaman.

Tutup lawang Sigotaka.................


 

Burisrawa Kaedanan - 26

Ti bah AA

 

Beletak wae Arjuna ditonjok lebah dada; tapi teu rengrot.
Arjuna:"Sok we teunggeul deui; Kula asa diusapan. Kula moal waka males."
Ganda perkasa:"Hahahahha, enyaan si Arjuna..........  "
Terasna Arjuna diperekpek; tapi tetep ngadeg teu goyah sama sakali.

Ganda Perkasa:"Hehehehe, enyaan kuat yeuh si Arjuna............cing coba
Aji Geni; sugan .............."

Arjuna:"Sok wae tamplokeun elmu panemu,jampe pamake, aji jaya kawijayan teh
ka Kaula, sugan rada karasa; Kaula keur arateul yeuh."

Ganda Perkasa mapatkeun ajianana, katingalna tapakna beureum, teras siga
ruhay, lajeng Arjuna dicabok. Arjuna rada ngageter oge, karaos rada panas, tapi
teras nangtang deui:"Sok naon deui? Nu ieu rada lumayan."

Ganda Perkasa teras ngaluarkun aji palumpuhan, kek panangan Arjuna dicekel,
teras Arjuna didorong dugi ka tigugulitik. Tapi enggal jagjag deui.

Arjuna:"Eladalah, nyata sam[eyan sakti Ganda Perkasa, ayeuna bagian Kaula,"

Ganda Perkasa:"Hahahaha, sok lah Kaula ge ayeuna kabeneran keur carangkeul!"

Arjuna lajeng mapatkeun aji teras wae dada Ganda Perkasa ditonjok; tapi Ganda
Perkasa ukur seuseurian. Teras deui Arjuna ngaluarkeun aji geni; tapi si Ganda
Perkasa ukur nyakakak.

Arjuna lajeng nyepeng tangan Ganda perkasa, nganggo aji palumpuhan; teras
Ganda perkasa didorong dugi ka tigugulitik; tapi terasna luncat deui teu sakara kara.

"Hahahahaha, nyata Arjuna sakti mandraguna..........  tapi ka Kaula mah, moal
mental eta kabeh ajian teh. Sok naon deui kaboga teh ?!"

Arjuna hemeng galih oge margi tos sagala dikaluarkeun tapi ieu Ganda Perkasa teu
iasa ditalukeun.

Enggalna wae ngaluarkeun senjata sakti SARATOMA; ditujukeun ka Ganda
Perkasa.

Arjuna ngalahir:"Eh, Ganda Perkasa mangka waspada; sampean bakal dikirim ku
Kaula, ka tempat asal sampean. Mudah2an sampean sadar, moal ngalajur napsu
hayang ngaganggu nagri nu sejen."


Hanca

5787EF74-ACDF-2699-46C1-853962BE7E34

1.03.01

 

Rabu, 15 September 2010

Selamat lebaran berbagai bahasa

Dari teman:

Indonesia : Selamat Lebaran, Selamat Idul Fitri
Banjar : Salamat Bahari raya
Jawa : Sugeng Riyadi
Padang : Selamet Idul Fitri
Sunda : Wilujeng boboran siyam
Afghanistan : Kochnay Akhtar
Arab : Aid Mubarok
Bangladesh : Rojar Eid
Belanda : Eigendom Mubarak
Bosnia : Ramazanski Bajram
Bulgaria : Pritezhavani Mubarak
Chech : Vlastnictvi Mubarak
Cina : Guoyou Mubalake
Denmark : Ejet Mubarak
Finladia : Omistama Mubarakiin
Inggris : Happy Eid El Fitr
Israel : Bebe'lanat Mawba'rak
Itali : Proprieta Mubarak
Jepang : Chuuko Mubaraku
Jerman : Besitz Mubarak
Korea : Junggo mubarakeu
Kroasia : Vlasnistvu Mubarak
Kurdishtan : Cejna Remezanê
Malaysia : Salam Aidilfitri
Mesir : Ed Karim atau Eid Sahid
Nigeria : Sallah
Perancis : Fete de l'aid
Persia Iran : Eid-e-Sayed Fitr
Polandia : Wlasnosia Mubarak
Portugis : Mubarak propriedade
Rumania : Mubarak aflate in proprietatea
Rusia : Prinadlezhashchikh Mubarakj
Senegal : Korite
Spanyol : Mubarak, de propiedad
Swedia : Agda Mubarak
Turki : Ramazan Bayrami
Urdu India : Choti Eid
Yunani : Aneekoeen Moeemparak

Mugia mangpaat/Semoga bermanfaat.

AS

FW: Burisrawa Kaedanan - 25

Ti bah AA

 

 

Bima lajeng ngajejek Ganda Permana dugi ngagulitik aya kana tilu gulitikna;
tapi eta Raja ngan sakilat luncat; bari nyakakak:"Enyaan anak2na garagah,
bapana ge gagah. Tah ayeuna Kula bari teras nonjok sataker tanaga. Tapi
Bima teu rengrot2.

Ayeuna bagean Bima, ayeuna mah ditonjok sakali, Raja Ganda Perkasa
ngabangkieung terus niban lemah; tapi teu lami ngorejat deui. Ayeuna Bima
dicabok ku Aji Geni; Bima rada ngaraos nyeri sareng panas. Tapi teu diraos
ieuh; malah teras ngandika:"Yooo.............   enyaan andika sakti geura tadahan
ieu balesan ti Kaula !" Bari jetot wae beungeut Ganda Perkasa ditonjok, nepi ka
ngucur getih; koleang2 gubrag, tapi ngan sakilat tos jagjag deui.

"Hahahaha, ieu si Bima nyata Kuat pisan, boh ninggangna boh narima tonjokan,
cing ayeuna kira2 sanggup teu yeu ku nu ieu." Ganda perkasa enggal mapatkeun
ajian kek we panangan Bima dicepeng; Bima bade ngejetkeun pananganana, tapi
ngadadak leuleus teu aya daya. Bima kalintang kagetna. Ganda Perkasa ngadorong
Bima dugi ka tigugulitik sababaraha kali; enggal diburu ku Gatotkacha, dicandak
ka sisi.

Bima:"Yooooo...............   Wong Edan ! Jenet lawan ku maneh, eta Raja boga
kasakten nu aneh.............! Ayo ieu mah lawan si Jenet."

Enggalna bae Arjuna tos papayun payun sareng Raja Ganda Perkasa. Ganda
Perkasa seuri mani ngagakgak, tuluy ngandika:"Eh Arjuna ! Tuh para pahlawan
Indraprasta geus pada malundur; ayeuna urang teu kudu bitotama; pasrahkeun ali
Kaula, bari sampeyan taluk, Madukara jadi milik Kaula."

Arjuna:"Sampeyan tong nangtukeun hasil tina hiji pagawean, lamun can rengse
gawena; Kaula geus nempo kagagahan sampeyan jeung kasaktian sampeyan;
tapi Kula mo gimir; Kula moal kumeok memeh dipacok; jadi nya andika kudu
nyoba2 heula naker jajaten Kaula."

Ganda Perkasa:"E ladalah.............; Kula hayang nyaho, cenah Arjuna gagah sakti
mandraguna; tiap perang tara eleh; tapi kula cangcaya; jadi Kula hayang nyoba2
kadigjayaan sampean; mimitina hayu urang adu kanuragan; di na masalah mempo.
Bisa wae Arjuna ngan ukur beja; sohor ngan ukur carita wungkul; cik ayeuna
buktikeun kadigjayaan sampean !"

Arjuna :"Digjaya teu digjaya, tetep Kula bakal ngusir musuh nu wani2 ngaranjah
Madukara lan Indraprasta; jadi tong loba catur; sok we geura maju."

Ganda Perkasa"Hahahaha, apa bener sampean wani ka Kaula ?!"
Arjuna:"Teu wani ku naon ?!"
Ganda Perkasa :"Tega lara; tega pati ?!"
Arjuna:"Kula tega lara tega pati; sabalikna sampean naha enya bisa
ngelehkeun Kula Arjuna?!"

Ganda Permana:"Kurang ajar ! Binatang smpean, Arjuna !"
Ganda Perkasa langsung nyerang ka Arjuna; Arjuna kesit nyingcet, teras males
ngan sakedap duanana tos tarung ngadukeun karosan, duanana sami sami pada
pinter olah kanuraganana; dugi ka puluhan jurus teu acan aya hiji oge paneunggeul
nu asup atawa cabokan nu keuna ; estu duanana sami sami kesit.

"Hahahahha, enyaan si Arjuna ! Lain beja geuning cenah jago, bener we ari kitu mah;
ayeuna Kula geus nyaho kabisa andika; apa wani sampean nadahan paneunggeul
Kaula? Bisi wee atuh, Arjuna hebatna lantaran kesit wungkul."Cek Ganda Perkasa.

Arjuna:"Tong loba catur sampean sok we ari teu bisa neunggeul Kaula mah,
sampean meunang neunggeul, kalawan moal di pangejatkeun. Sok rek ti mana ?
Ti hareup atawa ti tukang. Kula moal nakis !"

Ganda Perkasa:"Hahahahha, enya oge geuning wani si Arjuna. Tah ayeuna geura
waspada sampean !" Lajeng wae Ganda Perkasa nonjok ka Arjuna.

Hanca

5787EF74-ACDF-2699-46C1-853962BE7E34

1.03.01

 

Burisrawa Kaedanan - 24

Ti bah AA

 

Tunda nu nuju ragot jurit; kacaturkeun di Karaton Madukara, Yudhistira
dihadep  para saderek Arjuna Nakula Sadewa; sareng tamu Agung Meralaya
Prabu Kresna, Krisnamurti; Jenggalamanik, Janardana ya Danardana. Nuju
nyarioskeun peperanganana Bima sareng para Putrana; nuju guntreng jol we
tamtama laporan.

Yudhistira:"Tah geuning aya Tamtama ti Medan laga; kumaha cenah bejana
nu perang teh ?"

Tamtama:"Sandika Gusti. Peperangan mah mung sakedap; pasukan musuh
kawon sadaya bubar ketawuran.................mung .............."

Arjuna motong:"Mung naon tamtama !?"

Tamtama:"Ayeuna Rajana Mayawana nya eta Ganda Perkasa nangtang jurit
patutunggalan; ngawitan Antasena; tapi eta Raja sesah dikalahkeunana; nya
teras sang Gatotkacha majeng kapayun; estu rame da silih adu kuat; duka
saha tah nu asor ?!"

Yudhistira:"Sukur sampeyan gancang laporan kadieu; Yayi Arjuna, yu urang
tonton tah, kumaha ketakna eta Raja Ganda Perkasa teh."

Arjuna:"Mangga ngiringan Raka Prabu. Yu yayi Nakula , Sadewa urang marangkat
ka palagan jurit."

Nakula/Sadewa meh bareng:"Ngiringan kakang Arjuna; mangga.............."

Enggalna wae Yudhistira angkat ka palagan jurit, angkatna ngarendeng sareng
sang Prabu Jenggalamanik, dipengkerna Arjuna, Nakula Sadewa; teras sarebu
pangiring sareng tukang kawal kaprabon ngaleut sapengkereun Para Pangagung.

Caturkeun wae sadayana dugi ka nu nuju bitotama, harita sumpingna Yudhistira
pas waktosna Gatotkacha ngagebug Ganda Perkasa nepi ka eta Raja teh
tigugulitik rada tebih.

Yudhistira:"Wah enyaan Gatotkacha mah gagah rongkah jeung sakti pisan; Kula
atoh boga anak gagah saperti kitu."

Kresna:"Hehehehhe, leres pangandika Yayi Prabu..........   tapi katingalna itu Raja
Ganda Perkasa ge lain musuh nu gampang dielehkeun."

Katingal Ganda Perkasa tos ngalempreh; tapi teu kanyahoan tos ngorejat deui, bari
seuseurian:"Hhahahaha; waduh enyaan Sakti eta panyabok andika teh Gatotkacha;
mun lain Kaula geus tutung beungeut digebuk ku sampeyan. Hahahaha, itu pasti
Yudhistira jeung Sri Kresna nu nongton ; tuh itu meureun Ki Arjuna. Hahahaha."

Sadaya sami melengek, iwal ti Prabu Kresna nu mung ukur ngagelenyu.
Gatotkacha enggalna mundur, margi tos jangji tea. Enggalna Nakula bade maju ,
mung diwagel ku Yudhistira. Bima panasaran pisan teras wae maju mayunan
Ganda Perkasa.

Bima:"Yooooo Handa Perkasa, enyaan andika memang gagah sakti mandraguna;
sok ayeuna lawanan yeuh Bima; Bratasena, Satriya NunggulPawenang, Arya
Jodipati."

Ganda Perkasa:"Sok lah ; tadi anakna ayeuna bapana maju.............  Hahahaha!"

Hanca

5787EF74-ACDF-2699-46C1-853962BE7E34

1.03.01

 

Burisrawa Kaedanan - 21

Barang Patih Ganda Setra ningali nu jangkung luhur, ngahalangan ka manehna;
manehna ganda seuri, na pikirna ieu jelema jangkung badag tapi meureun mo
sapira kabisana, ukur tambuh badag wungkul; enggal wae ngarontok; tapi ngan
sakilat geus kabantingkeun nian lemah, mani tarik pisan, atuh barang hudang teh
bari lieur, bari terus ditewak ku Bimasena; teu antaparah deui ditinggangan mani
ampun2an. Tapi ku Bimasena teu diantep teras we dialungkeun mani jauh pisan.
Barang gubrag barang les we kapaehan teu empes2 eta Patih Ganda Setra teh.

Bima neraskeun pangamukna ka Para Prajurit atuh mani tingjarerit eta para
prajurit bawahan teh, mani sakeak sakeak. Atuh loba nu barirat, sieuneun ku
pangamukna ieu Bimasena.

Ari Gatotkacha nu nyanghareupan Ganda Setra, gelutna memang ragot, tapi
Setra Sakti kaciri kateteran, meus2 jelebot, meus meus jelebot. Lila2 mah
Setra Sakti teu kuateun ; manehna rek ngacir; tapi teu dibere kasempetan
ku Gatotkacha; terus dirontok beuheungna dipuntirkeun mani sapat pisan!
Ari janggelek teh ular sanca HIDEUNG mani lestreng.

Antasena oge nyakitu ragot tarung sareng Ganda Sakti; ieu ge geus kateteran;
akhirna didengkek teu bisa usik, najan teterejelan, teu mahi nandingan Putra
Bima Antareja, ahli piting lantaran turunan Hyang Antaboga; atuh barang
dilesotkeun barang robah jadi kalajengking nu gede pisan; tapi geus jadi bangke.

Raja Ganda Perkasa kacida amarahna, ningal sadayana bubar ketawuran,
manehna laju sumbar2 kemanigan:"Eladalah ! Ohek  Cuiiihhh ! Aing najan teu
boga prajurit, moal sieun ngalawan sakabeh pahlawan Madukara. Sok kabeh ge tamplokkeun ka Aing. Kaula rek nalukkeun Madukara ku sorangan. Sok wani
mah maju. Rek hiji2' rek hurupan, moal dipanglumpatkeun ku aing !"

Nyata para prajurit Mayawana tos ngalacir colong playu; para prajurit Madukara
rame salusurakan. Para pamimpinna nya eta ima, Gatotkacha, tos nguping
sosoakna Raja Ganda Perkasa; enggal Bima nyauran ka Antasena:"Heh Antareja,
tewak eta jelema gusur tewak jeung borogod ku maneh!"

"Sandika Rama Sena." Lajeng wae Antareja majeng mayunan Ganda Perkasa.


HANCA

5787EF74-ACDF-2699-46C1-853962BE7E34

1.03.01

 

Burisrawa Kaedanan - 20

Caturkeun wae Para pasukan Madukara nu dipimpin ku Gatotkacha sareng
Antareja tos ngadamel hiji pertahanan; tiap diserang ku para prajuit
Wanamaya, eta Pasukan Madukara ngalawan kalawan disiplin; atuh kuat
pisan barisan pertahanan lapis kahiji Madukara teh; ngan orokaya pasukan
Maya Wana mah, bari waranian teh kaciri wareduk deuih; jadi masing
acak acakan oge, lila2 mah Pasukan Madukara kadeseh; laju lapis kahiji
diganti ku lapis ka dua nu kahiji mundur jadi pangtukangna; lapis katilu geus
siap pikeun ngaganti lapis kadua. Ku cara gentenan kitu; teu wudu pasukan
Madukara jadi bisa nahan oge desekan ti pasukan Mayawana, nepi ka
perangna lami pisan.

Gatotkacha lajeng wae luncat majeng kapayun, ngarontok hiji prajurit nu
pangcaketna ka anjeunna. Barang dirontok barang beuheungna dipurilitkeun
dugi ka pites pisan; atuh tiwas sapada harita; ngan aneh pisan wujud eta prajurit
teh leungit gantina oray hideung nu sapat huluna. Antasena ge teu eleh geleng
ku ingkang rayi, ngarontok terus miting hiji prajurit nepi ka maotna; aneh deui
wae, prajurit musuh jadi hileud hideung nu gede, bari ngarengkol geus teu
nyawaan. Saterasna ieu dua pahlawan Indraprasta ngaramuk; dugi ka ting
galoler bangke oray hideung, hileud hideung; anjing hideung; babi hideung;
kalajengking ; babakaur jeung sasatoan sejenna nu harideung warnana.
Atuh ku ieu pangamukna Gatotkacha pasukan Madukara bari perang teh, bari
salusurakan ku bingahna ningal ketak pamimpinna nu sakitu garagahna.
Sabalikna pasukan Mayawana rada kadesek.

"Eh ponggawa! Mangka waspada! Tong ngalawan prajurit yeuh wani mah lawanan
Kaula Senapati Mayawana!" Eta nu susumbar teh nyatana si Setra Sakti. Nya
atuh Gatotkacha enggal mayunan ieu senapati. Saperti nu tos badami si Ganda
Sakti oge tos papayun payun sareng Antasena. Ger wae atuh ieu dua pasang
Pahlawan teh perang ragot; para prajurit teras neraskeun peperanganana. Tapi
pasukan Madukara beuki teteg hatena lantaran Pimpinan maranehna kacida
garagahna; ayeuna maranehna nyobaan ari ngadek teh sok leuwih ti sakali; nyata
ayeuna mah pasukan Maya Wana ting jarungkel ngajadi bangke orang hideung.
Lamun dikadek ngan ukur sakali teu teurak; tapi dua kali di na tapak nu sarua
eta prajurit teh langsung rarubuh. Atuh Pasukan Madukara beuki tambanh
sumangetna.

Patih Ganda Setra lajeng majeng kapayun ; ngamuk ka para prajurit Madukara;
atuh sapada harita pasukan Madukara teh ting jarungkel; da nu ieu mah dikadek
dua kali teu rengrot2 acan, bari jeung hese deuih keunana oge; da elmu mempona
kacida mumpunina. Atuh pasukan Madukara ripuh, seueur nu tiwas; nya aya nu
lumpat laporan ka Karaton Madukara.; barang eta prajurit laporan, teu ngantosan
parentah atawa widi dwui gesit gesat gesut Sang Bimasena lumpat kaluar, nuju
ka Medan Perang.

"Yoooy, lamun anakna teu kuat aing bapana nu bakal ngabinasa eta urang
Wanamaya. Mangka waspada!" Bima bari lumpat bari susumbar. Mung sakilat
tos aya di medan jurit; teras wae megat Patih Ganda Setra nu nuju ngamuk.

HANCA

 

[kisunda] Burisrawa Kaedanan - 19

 

Jadi akhirna pasukan Setra Ganda Mayit ngaji ngarebu, bade ngarurug ka Madukara.
Nu mimpin ieu pasukan nya eta : Rajana nu ngaku Prabu Ganda Perkasa; Papatihna
Ganda Setra; Dua senapatina nya eta Setra Sakti sareng Ganda Sakti. Laju ka
Madukara; dimana aya kampung bawahan Madukara langsung diranjah; atuh pada
guyur sapada harita. Pasukan wates Madukara tarapti langsung ngahalangan eta
karaman. Ger wae perang ragot antara pasukan Madukara ngalawan nu ngaku
Karajaan MayaWana.

Prajurit Madukara najan jumlahna saeutik kacida waranianana; tapi satiap nilas
eta nu ditilah kalah seuri ngagakgak; teu rengrot2 acan. Atuh pasukan Madukara
kacida ripuhna; geus mimiti ting jarungkel; nya antukna kalabur bade laporan
ka Pangeran Arjuna, nu ngawasa Madukara.

Catur di Madukara masih lengkep rengrengan pangagung, teu acan keneh marulih;
margi masih aya masalah nu kedah dibadantenkeun. Nuju galuntreng cacariosan,
kaselang ku para prajurit nu hahhehhoh laporan, bari kaciri loba tatu.

Lajeng wae ditaros ku Arjuna; para prajurit matur yen aya karaman ti Karajaan
Mayawana; tos dicobi dihalangan, tapi teu aya nu kiat nahanna; sarengna deui
musuh teh sarakti teu teurak ku senjata.

Arjuna enggalna nyauran Gatotkacha sareng Antasena kedang mimpin dua rebu
pasukan pikeun ngalawan musuh ti karajaan Wana Maya.

Kresna enggalna ngandika:"Ke heula anan yayi kaipe; ieu musuh teh asa teu
puguh2 nyerang ka urang; asa teu aya alesan sama sakali; sarengna deui asa
kakara ngaran eta nagara teh. Eta nagara ti mana horeng ? Mani asa araraneh."

Arjuna:"Leres teu pindo damel, Raka Bhatara, namung ti pihak itu jol2 nyerang
kalawan teu aya bema karama sama sakali. Ku margi kitu rayi miwarang Gatotkacha
sareng Antasena keur ngalawan pupuh; bari sakalian tanyakeun naon sabab
musababna eta Naga Maya Wana nyerang ka Madukara."

Kresna:"Nya atuh sae kitu mah Yayi; yu urang sami2 antosan Gatotkacha
ngarengsekeun tugasna."

Bima ngalahir:"Hmmmm kurang ajar temenan eta urang Wana Maya; Kaula geus
arateul hayang ngusir jeung nangkep Rajana."

Kresna:"Gampang soal eta mah Rayi. Tapi kapan cek laporan para prajurit, musuh
teh sarakti pisan; prajuritna wae teu teurak ku bedog."

Bima:"Di urang ge teu kurang2 senjata sakti, piraku sugan teu mempan mah ?"

Kresna:"Leres teu kapindo gawe yayo Bima; tapi keun urang dagoan we laporan
Putra sampeyan Gatotkacha."

Kacaturkeun Gatotkacha tos paamprok sareng Pasukan Maya Wana nu teras
maju lebet ka wilayah Madukara.

Enggalna Gatotkacha nyarios:"Hemmm, pasukan ti mendi sampeyan?Jeung
mana nu jadi pingpinan?Ieu Kaula Gatotkacha benteng Indraprasta; jeung ieu
lanceuk Kaula Antasena."

Ganda perkasa:"Hehehehe, eladalah.............ieu nu ngaran Gatotkacha teh ?
Tah ieu Kaula Raja ti Nagara Maya Wana; tuh itu Patih Kaula Ganda Setra;
tuh nu itu Setra Sakti jeung Ganda Sakti. Senapati Maya Wana."

Gatotkacha:"Naon sabab jeung alatanana sampeyan nyerang ka Madukara ?"

Ganda Perkasa:"Kaula boga ali hideung nu meunang tapa; ayeuna leungit;
ngadenge beja eta ali Kaula teh geus dikawasa ku KI Arjuna; ku sabab kitu;
gancang eta ali pulangkeun deui; da eta pusaka Kaula."

Gatotkacha:"Eta ngan ukur pangakuan sampeyan, tanpa bukti nu nyata;
tapi mun enya ge kitu teu meunang sampeyan langsung lancang nyerang ka
Madukara; kapan sagala rupana ge aya aturan jeung tati titina ?"

Ganda Perkasa:"Eladah, hueeek Cuih ! pikeun Kaula teu kudu aya tata titi,
basa basi; ayeuna Kaula ngarasa moal aya nu nandingan ka na kagagahan
Kaula; jadi cukup ku eta Kaula hayang ngawasa Raja2 nu aya disabudeureun
Karajaan Kaula. Ayeuna pangheula Kaula bakal nalukkeun Madukara. Seneng
teu seneng; daek teu daek Kaula arek maksa."

Antasena ngaharewos:Yi , yi.......... tong diantep Yi; gebug we lah..........rek
naon ngobrol jeung raja kitu patut; asana mah moal sabaraha kadigjayana;
ngan ukur gede omong wungkul."

HANCA 

 

__._,_.___

__,_._,___

[kisunda] Burisrawa Kaedanan - 18

 

Enggalna bae Baladewa tos mulih deui ka Astina; teras nyarioskeun yen
Burisrawa tos ditawan ku Gedeng Permoni ti Setra Ganda Mayit atuh
Prabu Anom Suyudhana kalintang kagetna:"Aduh, kumaha ieu teh? tada
teuing Banowari susaheunana? Tah ku sabab kitu poma ulah geruh;
urang sadaya kedah sagala rerencepan, tenang we."

Baldewa:"Leres yayi; tah ayeuna akang rek indit neangan Burisrawa kaditu;
menta idin we mawa pasukan Astina."

Suyudhana:"Oh mangga kakang, mangga. Sok we masing ngaratus rebu ge
mo dikoretkeun."

Enggalna bae Baladewa tos mangkat ka Setra Gandamayit, disarengan ratusn
prajurit; ari jajadug nu dicandak nya eta : Karna, Aswatama, Jayadrata, ditambih
ku panasehat nya eta Guru Drona.

Tunda nu nuju milarian Burisrawa; kakocapkeun di Setra Gandamayit. Gedeng
Permoni tos waspada bakal kadatangan ku musuh nu bakal ngaranjah
patempatanana. Enggalna wae Gedeng Permani sasauran ka sadaya para
Genderewo:"Eh sakabeh bawahan Kaula, gara2 ieu si Burisrawa nu ayeuna aya
di urang; urang Astina bakal ngajorag ka ieu pertempatan. Tah mangkahade, ieu
nu daratang lain kelasna Burisrawa. Di dieu aya Baladewa, Karna jeung Drona;
urang ulah wani2 ngalawanan maranehanana, sabab maranehanana geus dicukupan
ku elmu panemu pikeun nyanghareupan bangsa kajinan; jadi mun gur ger tea mah,
matak loba rugina ti batan untungna; keun we si Burisrawa si na dibawa. Ulah
dihalangan, lain Kula sieun ku maranehna; tapi engke masalahna jadi panjang, keun
we heula, can waktuna urang ngayakeun riributan. Tapi sampeyan kabeh kudu
waspada; lamun kula geus ngaluarkeun Komando sampeyan kudu geus siap."

Saur manuk para genderewo ngawalonan:"Mangga Ratu; mangga Ratu."

"Tah atuh hayu urang nyarumput sing buni. Ti dinya mah breng wae para genderewo
teh pada nyarumput.

Kumaha ari Burisrawa? Di na cicingna Burisrawa di Setra Gandamayit; rarasaanana
asa biasa we ilahar hirup di hiji kota. Malah senang nempatan hiji gesong bagean ti na karaton Setra Gandamayit. Unggal poe dilayanan, mangkaning ku istri nu gareulis cek paningal Burisrawa, pokona salami di eta tempat estu ngahenang ngahening
Burisrawa teh. Waktosna Para Genderewo nyarumput Burisrawa teh waktuna kulem;
jadi teu terang naon2 jongjon we kerek tibra.

Barang Pasukan Astina kadarinya kumaha katingalna Burisrawa ? Nuju ngadapang
we di na cikolemberan nu ngeuyeumbeu, jaba warna hideung ku kotor2na; nya enggal
wae Burisrawa ditarandu. Ku Pandita geus di omat2an Prajurit ulah ngadek sacekna,
nilas saplasna, lantaran eta tempat teh kacida wingitna. Tapi ngaranna ge prajurit, aya
we nu panasaran cucug cacag; akibatna mun teu bari tomada jelebot2 we digebug ku
Genderewo; atuh aya saabaraha urang nu kapaehan. Cek babaturanana mah cenah
kasambet tah eta jelema teh, lantaran rasa mokaha.

Nya atuh akhirn mah ieu romongan teh nepi we ka Astina; enggal wae manggil para
dukun lepus, Brahmana nu kawentar bisa ngubaran panyakit nu keuna ku Duruwiksa.
Nya akhirna mah Burisrawa teh nuju ka damang; mung wae kalakuanana jadi sok
huleng jentul ; sok sueri sorangan. Tapi ayeuna mah arang dipalire deui; diantep
we.

Kacaturkeun Gedeng Permoni sanggeusna Burisrawa dibawa ku urang Astina,
manehna mingpin sidang, bari nyebutkeun masalah ali nu dibikeun ka Burisrawa;
cenah eta ali teh ayeua aya di Madukara. Ku sabab eta Permoni hayang males kayeri
ka Pandawa; lantaran ku sabab eta ali, Setra Gandamayit di acak2 ku Para pasukan
Astina. Jadi malesna kudu ka Pandawa. Jadi engke ieu para Genderewo teh bakal
nyerangna ka Madukara, bari sakalian menta eta ali.
Eta para Genderewo kudu salin rupa siga pasukan ti hiji Nagara Manusa rek ngaranjah
Madukara.

HANCA
 

 

__._,_.___

[kisunda] Burisrawa Kaedanan 17

 

Nu ngadeg payuneun Baladewa teh, memang Batara Kresna; bari gumujeng
Btr. Kresna ngandika:"Ke heula yeuh, rek ngawarah naon, atawa kumaha ieu teh ?
Mani asa garasah garusuh, teu tartib sama sakali? aya naon ieu ?"

Baladewa:"Eh Yayi, tong pipilueun, ieu si Gatotkacha geus ngahina ka akang .
Jadi kudu diwarah tah, sakalian jeung bapana, mun teu tarima."

Kresna:"Lamun enya Gatotkacha ngahina ka akang, tong akang atuh, yayi
sorangan nu bakal ngawarahna. Tapi cobi terangkeun, dimana jeung kumaha
ngahinana eta Gatotkacha ka akang teh ?"

Baladewa:" Bukti ! eta we Dursasana balikna baluncunur, cenah digebugan ku
Gatotkacha !"

Kresna:"Hehehehe, eta si Dursasana teu boga ka era laporan bari jeung digebugan
ku budak kamari sore. Asa teu pararantes. Teras iraha Gatotkacha ngahina ka
akangna."

Baladewa:"Nya harita keneh, waktu keur gelut jeung Dursasana emureun."

Kresna:"Naha meureun.............  jadi akang dihina teh langsung ku Gatotkacha
atawa kumaha ?"

Baladewa:"Eu .... nyeta cek laporan Dursasana, piraku sugan bohong !?"

Kresna:"Eta kumaha ? Naha laporan kitu2 bae bisa dipercaya? Boa Dursasana
hayang males ka Gatotkacha; ku lantaran tey sanggup, terus ngadu ka akang,
supaya akang ngawarah Gatotkacha! Padahal can jelas bener henteuna?"

Sajongjonan Baladewa melengek; tapi ku margi isin sareng tos kapalang, lajeng
anjeunna nyarios:"Ah, keun we rek bener rek henteu; ayeuna jelas Gatotkacha
geus wani neunggeul ka akang; moal diantep."

Kresna:"Sireum wae ditincak mah ngegel; komo ieu atuh Gatotkacha nu teu tuah
teu dosa jol2 digebugan; nya pantes we ngalawan atuh."

Baladewa:"Ah yayi, da sampeyan mah pinter pisan ngagulak gilek omongan.
Seug geura minggir; keun hayang nyoba nepi ka mana kagagahan si Gatotkacha teh."

Kresna:"Eh, ieu mah ari geus ngaberung napsu teh. Jeungna deui coba pikir ku
kakang, naha salah omongan Kaula teh ? Salahna dimana ?"

Baladewa:"Nyta sampeyan mah ngabela teuing ka Pandawa. Tuh ka akang oge
wani ngalawan."

Kresna:"hehehehe, nu penting mah bebeneran. Mun nuduh Gatotkacha atuh sing
bener nuduhna ulah asal tuduh wae. Nyatana kapan Kakang Baladewa siadu domba
tah ?"

Baladewa:"Ah teu diadu doma, da nyata Dursasana, Durmaganda, Durmagati
tarapakan urut diteunggeulan ku Si Gatotkacha ! Nanaonan wani2 ngagelutan
Durasasana? Kapan eta teh kurang ajar, lain ?"

Kresna:"Taros heula atuh sok..........  naon sababna kituh Gatotkacha wawanianan
neunggeul Dursasana?"

Baladewa rada leler ayeuna terus naros ka Gatotkacha:"Eh Gatotkacha ! Naon
sababna sampeyan wani neunggeulan Dursasana ?"

Gatotkacha:"Nun Ua Baladewa , Putra teu pisan2 culangung ka Wa Dursasana,
mung bae anjeunna nu ti payun bade neunggeul ka Putra; nya ku Putra dilawan !"

Baladewa:"Naon sababna Dursasana neunggeul?Kapan moal mungkin jol2 neunggeul
teu pupuguh ?"

Gatotkacha:"Lantaran alatan Paman Burisrawa ilang; tah jadi lepat paham."

Baladewa:"Baruk soal Burisrawa ? Naha atuh Gatotkacha pipilueun campur urusan
Burisrawa ?"

Gatotkacha:"Lantaran Paman Burisrawa tos nyilakakeun Kangjeng Bibi Wara
Sumbadra."

Baladewa:" Naon !??? Sing bener ari ngomong Gatotkacha ! Ulah nyieun Fitnah!"

Kresna motong:"Tah kapan seueur teu terangna nya, Kakang Baladewa........."
Derekdek we Kresna nyarioskeun Sumbadra cilaka dugi ka ditulunganana ku
Antareja. Sajongjongan mah Baladewa melengek we, lantaran asa helok pisan.
Tapi memang anjeunna oge uninga yen Burisrawa teh resepeun pisan ka Sumbadra
ngan teu dilayanan; jadi mun nekad tea mah wajar.

Baladewa:"Ke heul anan, ayeuna kumaha tah Burisrawana mana ?"

Kresna:"Nya eta Pandawa ge keur neangan; tapi kang , Yayi aya hiji Bukti bakal
ditembongkeun ka akang...........Yayi, yayi Kaipe sok mana eta ali teh ka akangkeun."

Enggalna bae Arjuna tos nyandak eta ali teras dipasihkeun ka Kresna.

Kresna:"Tah ieu geuning Kang aya ali ieu, apal teu ?"

Baladewa:"E eh........... ieu mah jiga ali ti urang Stra Gandamayit........."

Kresna:"Tah geuning apal akang ge...........mun Burisrawa di ditu di dieu teu aya,
mungkin oge ayana keur nyumput di Setra Gandamayit; kumaha tah ?"

Baladewa:"Ah enya jigana mah, keun atuh Kaula rek neangan Burisrawa kaditu; bakal
ngajakan balad2 Astina keur ngajoragna. Eh Bima hampura akang, geus wani2
nuduh ka anak sampeyan.............Yudhistira, akang pamit."

Bima:"Yoooy..............   mun teu aya Kresna........... mo bisa balik kitu wae Baladewa."

Kresna:"Hehehehe..........   atos rai keun we eta mah bahan palajaran keur urang,
ulah sok garasah gurusuh sagala teh; kudu taliti heula; pan era tah ?"

Bima:"Hahahaha ...........  enya , memang sampeyan mah bener wae."

Hanca

 

Burisrawa Kaedanan - 16

Kacaturkeun Baladewa tos sumping ka Madukara; kaleresan masih rempeg sadaya;
saparantos biasa basa basi; enggalna wae Baladewa nyarios:"Kaula menta idin ti
sadaya Pandawa rek ngawarah Gatotkacha; tuman geus ngahina diri Kaula."
Saparantos nyarios kitu; teu ngantos widi heula heula anjeunna anggal ngagusur
Gatotkacha dibawa kaluar; teu antaparah deui plak2 wae Gatotkacha dicabokan.
Barang bade neunggeul deui; jol jekok we ti pengkereun aya nu nojok, mani tarik
pisan. Baladewa mani ngabangkieung nyeri ; ana direret aya pamuda nu sisitan
keur neunggeul anjeunna; atuh teu tatapasini deui jekok we males; lantaran cek
Dursasana aya pamuda sisitan anak Bima keneh.

"Oh ieu Antasena teh ? Sok sakalian ku Kaula urang warah!"

Gatotkacha nu titadi teu ngalawan enggal ngandika:"Nun Ua Baladewa, aya naon
ieu teh ? Putra kalintang bingungna !?"

"Eh Gatotkacha, tong api2 sampeyan! dihareupeun mah mani suumbah sembah;
padahal ditukangeun Kaula maneh meureupan !NGaku we lah !"

Gatotkacha:"Teu pisan2 Ua Baladewa................." Karek ge sapotong beletak
deui Baladewa nampiling; tapi teu keuna da Gatotkacha nyingcet; barang bade
sakali deui ditampiling; dipangnakiskeun ku Antareja. bari Antareja enggal
sasuran:"Hemmm, ieu teh Ua Baladewa?Ke heula anan; gampang ari ngawarah,
atawa ngahukum mah; tapi sagala ge kapan kudu aya aturanana !?"

Bima tos bade kaluar lantaran ningal ingkang Putra b\nuju dikakaya ku Baladewa;
tapi dihalangan ku Kresna, bari teu weleh gumujeng Kresna sasauran:"Tenang we
Yayi Bima; da moal nanaon; keun ku Kaula ke dibereskeunana mah. Tuh pan
Antareja ge mani wanian kitu, ngahalang halang kakng Baladewa. Keun we antep.
Rek nepi ka mana cenah ?!"

Jelebot Antareja digebug ku Prabu Baladewa dugi ka kokoloyongan; teras
ditewak ku Baladewa; barang bade ditonjok deui; ngong aya sora :"Punten UA."
Bari jeleet we nampiling ; atuh Baladewa mani keleyengan sabab eta teh nyata
panampiling Gatotkacha nu tos diparancahan. Tapi memang Baladewa gagah
sakti ngan sakilat teger deui; teras susumbar kemanigan:"Eh, Gatotkacha,
maneh kurang ajar nyebut punten tapi bari ngajeleger kana ceuli. Awas !"

Tapi barang Baladewa bade ngojengkang ngudag Gatotkacha; anjeunna tikosewad
lantaran sampeanana direngkas ti tukang ku Antareja mani ngan sakilat pisan.
Atuh geubisnna nangkuban. Ngan sakilat tos ngadeg deui; bari napsu amarah;
maksadna bade males ka Antareja sareng Gatotkacha. Tapi bareng ngadeg; dipayuneunana tos aya nu ngahalangan.

Baladewa:"Eh Yayi Kresna, tongngahalang halang ieu Akang keur ngawarah si
Gaotokacha !"


Hanca


 

Senin, 06 September 2010

Burisrawa Kaedanan - 15

 

Kacatur Dursasana sareng Dur Dur sanesna, lumebet ka Karaton Astinalaya;
harita di pasewakan Karaton nuju gunem catur Sang Prabu Anom Jakapitana,
sareng rengrengan Pangagung : Sakuni, Guru Drona; Prabu Mandura Baladewa;
Raja Awangga Karna.
Kaget Prabu Anom Duryodhana ningali rai2na pameunteuna baluncunur siga
tapak labuh, enggalna bae Sang Prabu Anom ngandika:"Eh Yayi Dursasana,
aya naon ieu teh ? Kunaon beungeut sampeyan gareuneuk kitu ? Kumaha
Burisrawa kapendak ?"

Dursasana:" e.....  e..... e..... ieu memang ...... cucungah tah si Gatotkacha !"

"Ke heula anan, kumaha ieu teh ? Ditanya Burisrawa, malah jadi nyebut
Gatotkacha !?"

"Eeee.........eee.... memang  si...si... Gatotkacha , teh eee..... eee ..............
cucungah pisan, Kaula nanyakeun masalah Burisrawa; malah manehna
molototan, kena2 panonna Bolotot ! Dasar anak Buta !!!"

Suyudhana:"Keun we heula masalah anak Buta mah, eta kunaon teu puguh2
make molotan ? Sugan yayi aya kasalahan ?!"

Dursasana:"Ah , memang dasar Barudak Ngora jaman Ayeuna atuh Kakang ,
sok rada culangung, teu ngahargaan pisan ka kolot teh."

Suyudhana:"Ke heula atuh masalah Gatotkacha, eta Burisrawa kumaha kapanggih?"

Dursasana:"Aduh! ...........  nya   eta..........ngan bae...........e  ee   eee; eta si
Gatotkacha teh nyurigakeun pisan, moal enya ditanya masalah Burisrawa malah
ujug2 ambek? Pasti aya naon2na tah ? Padahal ku Rai teh geus disebutkeun,
ieu teh tugas ti Kakang, sabage kaka Ipar Burisrawa; malah disebutkeun oge yen
Kakang Baladewa oge nuju milarian . Eeee .... eee............  si Gatotkacha malah
nyeungseurikeun; tong sok mamawa nu sejen cenah, komo ka Baladewa mah."

Baladewa barang nguping kasauran Dursasana kitu, enggal motong:"Jadi si
Gatotkacha nyarita kitu ?!"

Dursasana:"eeee ........ eee........  asana mah kitu da kurang jelas jeung popolotot
deuih kena2 anak BUTA !"

Baladewa:"Wah teu bisa diantep tah anak Buta teh.........."

Dursasana:"Aya deui hiji deui Kang............., e  e  ee Antareja tah ! Kudu diwarah
anak Bima keneh, ti ORAY ! Awakna ge sisitan."

Baladewa:"Memang si Bima mah sok tara parok jeung batur. Eh Rayi Suyudhana !
Oge sadayana, Kula pamit heula; mun can ngawarah si Gatotkacha, moal sugema
yeuh hate Kula! Sok Kaula teu sieun najan aya si Bima oge."

Enggalna bae Prabu Baladewa miwearang kusir karetana mangkat ka Madukara
harita keneh.

HANCA


 

Burisrawa Kaedanan - 14

 

Kumaha ari Gatotkacha nu amprok sareng Dursasana?

Barang Dursasana ningali Gatotkacha sareng Antasena, enggalna Dursasana
megat jalan, lantaran bade naroskeun sugan Gatotkacha apal ka Burisrawa.

"Eit...........hehehehe, eee Gatot   .... e Kacha.........  e e e........  rek kamana
maneh ? Heh !"

"Nun Ua Dursasana, Kaula jeung ieu lanceuk Kula , bade ka Astina ."

"Eit ! eee .......... ka   Astina ? e ee aya naon ? Naon tujuanana ?"

"Nya bade tumaros ngeunaan Paman Burisrawa ."

"Eit, e  aya naon,   e. e. e  make nanyakeun soal Burisrawa heh !?"

"Eta mah rasiah Kaula,Ua Dursasana, rasia jabatan."

"eit...........  hahahaha.......... teu bisa jadi. eeee  ieu Kaula keur neangan e e e...
Burisrawa; tah mun maneh nyaho, sebutkeun dimana ayana Burisrawa ?"

"Hemmmm .............  jadi Paman Burisrawa suwung di Astina ?"

"Enya nu matak keur diteangan oge. Ari ieu lanceuk maneh? geuning sisitan !?"

"Hemmmm,   yi  yi  sikat yi............. kakang geus napsu yeuh ......"Antasena
ngaharewos. "Tenang kang ..................  sabar heula."

"Hemmmm, nun inggih ieu Antasena lanceuk Kaula, ti Dewi Nagagini di
Sapta pertala."

"Eit ! Hahahahaha...............   eee si Bima .....   e e e sok ngaco..............; eee
Hahahaha kawin ka oraya jeung oge Buta !"

Barang balem eta cariosan jol2 bek ! buk ! Dua tonjokan langsung katampi ku
Dursasana; atuh Dursasana Knock down pisan.

Enggal diburu ku Durmaganda, Ari Durmagati, sareng Dursurmagata enggal maju
ngaraponan Antasena sareng GatotKacha; tapi dikoroyok ku puluhan prajurit
teu pisan dua Putra Bima ieu keder; malah kawas Laronnyampeurkeun seuneu
eta nu ngoroyok ting jarungkeul ting jarumpalik; lolobana mah geus teu aya
sumanget hudang deui; terus we ngajurahroh bari ngarasakeun kanyeri.

Ningal pasukanana diancurkeun ku Gatotkacha sareng Antasena, sajongjongan
mah Dursana olohok we mata simeuteun; ku heran ningal kagagahana ieu dua
Pahlawan Putra Bimasena. Enggal wae nyorowok :" Eeeee ........... mundur2!
Lain lawaneun ! ngaranna ge anak genderewo; hayo urang bejakeun ka Kang
Baladewa !"

Enggalna bae Para Kurawa tos barirat, teu diudag ku Gatotkacha teh; ngan dipelong
we ti katebihan. Enggalna wae Gatotkacha sareng Antasena mulih deui ka
Madukara; lantaran Burisrawa na oge suwung di Astina.

Hanca

 

Burisrawa Kaedanan -13

 

Aswatama teras wae nyerang ka Nakula; ari Jayadrata jeung pasukanana
ngepung ka Sadewa; tapi Sadewa teu ring rang ; teras teger nyanghareupan
nu ngalingkung ningker anjeunna.

Sadewa:"Hehehehe, Jayadrata yu urang ulin model Nakula jeung aswatama;
sok rek wawanian maju sorangan model Aswatama, atawa rek lobaan? Naha
hiji2 naha kabehanana? Moal dipake kabur ku Kaula !"

Jayadrata:"Tong sombong sampeyan. Sakeudeung deui bakal ampun2an ka
Kaula !"

"Eh Kang Jayadrata, nebas hayam mah teu kudu make bedog paranti meuncit
munding atuh, keun Kula heula Citraksi hayang nyobaan tanaga si Sadewa."

"Ati2 rayi..........." Cek Jayadrata.

Teras Citraksi maju lalaunan ka Payuneun Sadewa:"Soh siah Sadewa, naon
kabisa maneh, kaluarkeun ayeuna, hayang nyaho ?!"

"Ah teu kudu sagala kabisa; ku andika mah lawan ku mengpo cimacan ge beres !"

Citraksi nu tadina tenang ayeuna mah ESMOSI; terus waengarontok ka Sadewa;
tapi ngan ukur sagilek, Citraksi tos niban lemah, dibanting ku Sadewa. Mani
buncunur biwirna lantaran nyium taneuh mangkaning rada kabeubeutkeun.
Atuh nyerangna nu kadua kali bari amarah pisan. Tapi ngan sakilat igana
katonjok nep ka babangkieungan nyeurieun. Atuh gancang we diganti ku Citraksa
ayeuna mah numaju. Tapi ieu ge aduh2an lantaran ditampiling puhu ceulina.

Nya atuh Citrayudha sarek Caruk Citra nyoba2 ngoroyok; tapi duanana ge teu
lami tos ting jarurahroh.

Demi Aswatama, mimitina mah enyaan ngadesek ka Nakula; dilawanan ku tenang
we ku Nakula, tapi saterusna tibalik, ayeuna mah aswata kadesek; malah kelepok2
dua kali pipina kacabok; atuh mani amarah pisan. Langsung susumbar:

"Eh Nakula, enyaan sampeyan diantep teh jadi cucungah ! awas siah pembalesan !"

"Hehehehe, sok we tong loba catur Swatama, sok kadinyah kaluarkeun kabisa teh,
piraku, kapan Rama sapeyan Guru nu sakitu saktina !"

Aswatama beuli amarah , lantaran Ramana Resi Drona dibabawa. Teu seueur catur
teras nyerang deui ka Nakula; nu dilawanan ku Nakula; atuh ger rame deui ; ieu
nu tarung teh. Demi Sadewa ayeuna keur gelut sareng Jayadrata dilalajoan ku nu
sanesna; tapi nyata Jayadrata oge sanes tandingan Sadewa. Meus2 gebluk nyium
taneuh; meus2 jekok katonjok; nya akhirna mah Sadewa dikoroyok; tapi tetep we
Sadewa tenang ngalawanan.

Aswatama lami2 mah kadesek oge ku Nakula; akhirna nyorowok:
"Eh batur2 yu urang tinggalkeun ieu tempat; keun we engke urang balitungan deui
jeung si Nakula; bisi kapiran neangan Burisrawa."

Teu kudu ngaduakalian nu sejenna oge ting berebet ting balecir ninggalkeun
palagan.

HANCA

 

 

Burisrawa Kaedanan - 12

 

Banglus perlampahan dua utusan Madukara; kahiji ka Astina, nya eta Gatotkacha
sareng Antasena; nu kaduana ka Mandaraka, nya eta Nakula Sadewa.
Disatengihan perjalanan ieu dua utusan teh pasanggrok sareng pasukan Astina nu
nuju milarian Burisrawa. Nakula Sadewa pendak sareng rombongan nu dipimpin
ku Aswatama sareng Jayadrata, nu kakara mulih ti Mandaraka, bari nyamos, da
Burisrawa suwung di Mandaraka na oge. Ari Gatotkacha sareng Antasena
pasanggrok sareng rombongan Astina nu dipimpin ku Arya Dursasana, nu oge nuju
milarian Burisrawa, tapi weleh teu kapendak raratanana.

Ayeuna urang nyarioskeun pasanggrokna Nakula Sadewa sareng rombongan Astina
nu dipimpin ku Aswatama . Rombongan Aswatama ningal Nakula sareng Sadewa,
enggal wae laliren, megat perjalanan Nakula Sadewa; enggalna Aswatama nagndika :
"Eh, hehehehe, bagea Nakula Sadewa ; aya naon yeuh sampeyan duaan nuju ka
Mandaraka ? Lantaran persis ka jalan nu nuju ka Mandaraka?"

"Oh Bambang Aswatama sareng Jayadrata geuning ? Kaula mah nya arek ngalongok
ka Paman Salya; sono geus lami teu pendak. Ari sampeyan sadaya, tos ti Mandaraka?
Aya naon geuning? Mani ngaleut kieu ?"

Aswatama:"NU matak Kaula teh keur neneangan Rd. Burisrawa, sugan sampeyan
pernah ningal Rd. Burisrawa; da di Mandaraka mah suwung."

"Oh, suwung di Mandaraka? Dimana atuh nya tah Burisrawa teh ?"

Aswatama:"Jadi sampeyan oge keur neangan Rd. Burisrawa? Aya naon tara2 ti sasari ?

Nakula:"Ah nya aya we badamikeuneun."

Aswatama:"Hehehe, badami ? Badami nanahaon ? cing Kula bere nyaho?"

Nakula:"Ah teu kudu, da teu aya hubunganana."

Aswatama:"Cek saha teu aya hubunganana? Kapan matak ayeuna Kula sarerea
neangan Rd. Burisrawa ge, eta tandana aya hubunganana; ayeuna sampeyan
siga nu hayang nyaho kaayaan Burisrawa, Kaula nyata jadi hayang apal
maksudna."

Nakula:"Ah mending urang papaliwat we lah, anjeun neruskeun perjalanan,
kitu deui Kula jeung adi Kula, Napsi2."

Aswatama:"Ah teu bisa kitu, sampeyan rek neangan Burisrawa aya naon? Tangtu
aya hubunganana jeung leungitna Rd. Burisrawa. Balaka we atuh."

Nakula:"E eh, sampeyan teu beunang diajak ngomong hade, rek naon sampeyan!?"
Nakula ayeuna mah rada kasar nyariosna.

Aswata :"Hehehehe, kakara ditanya sakitu geus nyeuneu, beuki curiga yeuh diri
Kaula.Ah mun teu brukbrak mah, sampeyan duaan hamo bisa ngaliwat ti
ieu pertempatan kalawan aman." Aswatama ayeuna mah nadana kaciri ngancam.

"Eueueuh sampeyan ngajak ngesang nya? Hehehehe, Pandawa mah najan saeutik
tara mundur; sok rek naon sampeyan?"

Hanca

 

[kisunda] Burisrawa Kaedanan - 11

 

Nu tiluan teh teras we laju ka Madukara; para Prajurit hareraneun ningal Wara
Subadra walgri bari diiringkeun ku dua jalmi nu meh sarimag, tapi bari silih
herengan. Tapi akhirna mah lalebet ka Karaton Madukara. Atuh guyur para
tamtama pabeja; emban2 pada kaluar; enggal Sang Sudewi diiringkeun lebet
ka Karaton Madukara. Di Karaton Madukara untung masih keneh lengkep;
tamu2 teu acan aya nu marulih. Enggalna wae Sang Dewi Wara Sumadra
ngadep ka Yudhistira, sareng Pandawa sanesna.

Enggalna carios Sumbadra laporan yen anjeuna cilakan ku Burisrawa; teras
ditulungan surnah ku Antasena, nu ngaku Putra Bratasena. Barang nguping dugi
ka dieu, Jaya Bang Winga winga; Bratasena katingal rarayna beureum, duka
kaisinan duka ku naon; teras we motong kalimah Sumbadra:" Yoooy, Gatotkacha
anakku dewe sewiji wijina; ti mendi eta aya nu ngaku2 anak Kaula ! Bari soca
molotot beungeut beureum, teu tata pasini deui giridig wae Antasena digusur
kaluar ti na pasamoan; geus teu nolih ka nu nyaram, utamina Sumbadra sareng
Yudhistira; ari Kresna mah nyenghel we kapiasem ku kalakuan Bima nu sok
garasah gurusuh.

Barang dugi kaluar teu antaparah deui Antareja dibuntang banting ku Bima;
masing ampun2an oge; teu dipalire. Akhirna dialungkeun; tapi barang bade tigubrag
niban lemah ditangkep deui wae ku Kresna anu nuturkeun kaluar.
Lajeng wae Kresna ngandika, tujuanana ka Antasena:"Tong cicingeun , mun hidep
hayang diaku anak, kudu bisa ngabantingkeun Rama sampeyan. Sok we da Rama
sampeyan mah moal rengrot ku dibanting 10X wae ge tahan."

Duka kumaha jol nurut we eta Antasena ka na cariosan Kresna terasna mah ngalawan,
atuh der wae gelut. Banting binantingan, silih sepak silih dupak. Bima sababaraha
tigugulitik; akhirna anjeunna ngabarakatak :"Hahahaha, enyaan sia teh anak aing
geuning. Sarua gagahna jeung si Gatotkacha. Euh alus, kumaha Nagagini cageur?"

"Nun inggih Rama; Kangjeng Ibu Nagagini aya hibar; kitu deui eyang Antaboga;
sareng ieu deuih Rama Kula dibekelan ieu ku Kangjeng Ibu; saurna ieu teh
kapungkur mah kagungan rama."

Eta nu dicandak teh nyata Geulang Candrakirana, memang kagungan Bima; basa
tos lami tara dianggo sadayana pada heran, tapi teu aya nu naroskeun, da terang
di adat Bima tea. Lamun teu panuju ka na pertanyaan teh ngawalerna sok kasar
pisan, jadi diarantep we. Ayeuna kakara sadayana apal yen eta gelang candrakirana
teh dianggo pamahugi ka Nagagini. Atuh sadayana sami bingah manah.

Bima bari rada bareureum, nyarios lalaunan bari teu jelas:"Ah paingan eta geulang
teh diteteangan teu kapanggih, rupana katinggaleun di Sapta Pertala?hehehe."
"Kunaon eta si Nagagini teu ngabejaan ti baheula atuh?! Tapi keun we ketang, mun
teu kitu ieu anak aing si Antareja cilaka ku Kaula. Untung aya geulang ieu."

Sadaya mung ukur seuri koneng kapiasem ku Bima nu kaisinan. Puguh ngaku soteh
digelutan, lain sing2na ditembongan geulang. Tapi nu sanes teu seueur saur; ngartos
we ka paadatan Bima.

Tah akhirna gempungan diteraskeun, saur Bhatara Kresna:"Tah geuning ayeuna mah
kanyahoan saha jalmana nu dursila teh. Memang eta Burisrawa teh ngudag2 pisan
ka Sumbadra teh ti bareto. Malah akang ge diolo rek dibere satengah Mandaraka
cenah, mun mikeun Sumbadra ka manehna teh."

Arjuna langsung motong:"Hehehehe, ah ulah sok ngarang; tah kumaha lalakon
Cuminalaya ?"

Kresna rada bareureum enggal ngandika:"Ah biasa yayi kaipe mah ari tos ngungkit2
teh; tong sok buka kartu atuh. Hehehehe."

"Tuda enya, pan Kaula mah teu bisa mere naon2 ngajangjian naon2."

Kresna:"Keun we soal eta; tah ayeuna kumaha sikep urang ka Burisrawa?Naha kudu
dihukum, atawa kumaha ?"

Bima:"Cek pikir Kaula; ayeuna mah tong loba catur urang datangan Salya; penta
si Burisrawa rek dihukum di Madukara, mun teu tarima tong loba catur perangan we sakalian. Keun Kula nu bakal mimpin peperangan mah."

Kresna:"Ieu mah aya ku gampang pisn ngomong perang teh; eta mah perkara
gampang; kapan nu jadi korbanna teh Arjuna; jadi kumaha Arjuna tah ? Mangkaning
eta Burisrawa teh dipikaasih pisan ku Dewi Banowati, permaisuri Duryodhana."
nyariosna kitu teh Kresna bari ngalirik ka Arjuna, semu nyindiran.

Arjuna:"Ke heula ana, jeung naon deuih Raka Bhatara bet teu puguh2 mamawa
Banowati sagala?"

Kresna:"Ih apanan eta Rakana Burisrawa sanes ?"

Arjuna:"Leres teu kapindo damel; tapi naha teu nyebat Erawati, sareng Surtikanti
misalna? Kapan eta ge rakana Burisrawa ?"

Kresna:"Hehehehe, apanan Yayi Kaipe mah raket pisan sareng Banowati, sanes ?!"

Bima motong deui wae:"Ah ieu keur ngaromong naon atuh?Jlamprong? Jenet?
Cik kumaha tah kaputusanana? Tong loba carita hayu ayeuna mah indit ka
Mandaraka? Atawa ka astina, sugan aya Burisrawa diditu ?"

Kresna:"Ayeuna mah kieu wae atuh; utus dua jalma, hiji keur ka Mandaraka, hiji
deui ka Astina."

Yudhistira ngalahir:"Kaula satuju kana saran Raka Bhatara Kresna; ayeuna urang
utus ka Astina Gatotkacha; pikeun naroskeun kaayaan Burisrawa diditu. Ari nu ka Mandaraka kapaksa Rayi Nakula Sadewa ; tah Antasena meureun duaan jeung
Purabaya ka Astina bisi aya naon2."

HANCA


 

__._,_.___

Jumat, 03 September 2010

[kisunda] Burisrawa Kaedanan - 10

 

Barang Sumbadra ningali nu silih tonjok kitu enggal wae anjeunna
ngagentraan Gatotkavha :"Gatotkacha, cing eureun heula garelut teh....."

Enggalna Gatotkacha bari tetep buk bek ngawaler ka Wara Sumbadra:
"Nun Kangjeng Bibi, tenang we Kanjeng Bibi, masing ieu duratmaka enya
gagah tapi ku Gatotkacha mah biasa "aman terkendali" tea."

Tpi kulantaran Gatotkacha ngawaleran ka Wara Sumbadra, atuh
konsentrasina kaganggu, leres ngan sakolepat pisan, tapi ka nu nuju
bitotama mah penting pisan; ngan sakilat dada Gatotkacha ditonjok ku
Antasena; saterasna diperekpek ku tonjokan sareng tampilingan,
mani sababbaraha kali; atuh ayeuna mah tibalik Gatotkacha rada
kadesek. Tapi tetep ari males mah aya oge; ngan ayeuna Gatotkacha
jadi nu kaserang; keur kitu Gatotkacha ditangkeup teras dijungjungkeun,
nu saterasna dibanting ku Antasena. Tapi ngan sakilat geus sirilik deui
duanana tarung ragot deui; nyata duanana sami2 digjaya; sami2 perkasa;
sami2 kuat urat kawat balung beusi.Akhirna duanana padogong dogong,
silih surungkeun; duanana teu pada asor. Kadang2 Gatotkacha kasurungkeun,
tapi sanggeus tilu lengkah, kabales Antareja nu kadorong.

Dewi Wara Sumbadra enggal ngagentraan duanana:"Eh Antasena, Gatotkacha
areureun heula gelutna.Mangkahade sampeyan teh masih dulur keneh !"

Kaget duanana enggal laliren ngaleupaskeun pananganana bari rada ngos2an
napsu keneh, jeung rada kacapean.

"Duuuh kangjeng Bibi, ieu teh dulur Kaula? Tapi ieu jalma teu tata pasini deui,
geus neungguelan Putra. Tangtu ieu teh nu rek dursila ka kangjeng Bibi."

"Hemmmm, kurang ajar sampeyan, sampeyan geus wani2 nyaketan layon
Kangjeng Bibi Wara Sumbadra; saur Ua Bhatara sing saha nu ngadeukeutan
layon kangjeng Bii, moal salah deui, tangtu eta duratmakana. Nu matak
langsung ku Kaula ditanganan."

Sumbadra matur:"Oooh paingan atuh ari kitu mah, eta Gatotkacha teu tata
pasini deui, teu tunyu tanya jol jol jebot we nyerang ka Antasena. Yeuh
Gatotkacha, ieu teh dulur sampeyan ti sanes ibu. Sok ayeuna mah bawa we
ka Madukara; Bibi ayeuna waluya deui lantaran ditulungan ku lanceuk hidep."

"Nun inggih Kanjeng Bibi; tapi ieu teh dulur ti manahoreng ! Kanjeng Rama
ngan ukur hiji putrana nyata Kaula Gatotkacha !"

"Hemmmmm, kurrang ajar sampeyan Gatotkacha, yeuh Kaula nu asli BimaPutra
mah. Sampeyan mah miyuni Butha !"

Gatotkacha paling keuheuleun pisan lamun disebat atanapi aya nu nyindir masalah
Buta, atuh mani keuheuleun pisan ka Antareja teh, nyerenteng bade nonjok deui;
tapi dihalangan ku Sumbadra; Antareja mah ti tatadi tos siap we bade ngalawan.

Ku margi masih mentegeg, kareret ku Gatotkacha kulit Antasena aya sisitan, terus
we bari semu kukulutus Gatotkacha nyarios:"Eta kunaon siga kulit Oray. Heuheuheu?"

Antareja amarah pisan, eta kalemahanana; paling keuheukeun lamun disilibkeun
ka na oray teh; tapi barang bade nonjok; Sumbadra ngahalangan; eta kitu teh
bari teras angkat laju ka Madukara.

HANCA

 

__,_._,___

Kamis, 02 September 2010

Bangsa yang (Dibuat) Kecil - Oleh Daoed Joesoef

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=24067
2010-08-31
Bangsa yang (Dibuat)
Kecil

Oleh : Daoed
Joesoef

Penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh
Polisi Diraja Malaysia di perairan Indonesia, dua hari menjelang HUT ke-65 dari
Kemerdekaan RI adalah satu tamparan bagi kita, selaku satu negara bangsa.
Pelanggaran kedaulatan wilayah kelautan kita oleh negeri jiran yang pongah ini
bukan terjadi baru sekali ini, sudah berkali-kali.
Insiden di antara dua
negara yang selalu digembar-gemborkan serumpun ini sepintas kelihatan aneh. Yang
kecil (Malaysia) kok berani "menampar" yang relatif lebih besar (Indonesia).
Secara fisik, Indonesia memang "besar", in terms of jumlah penduduk, keluasan
wilayah nasional, potensi kekayaan negeri. Namun, secara metafisika ia "kecil"
karena ia terus-menerus dipimpin oleh warganya yang berjiwa kerdil. Hal ini
lagi-lagi merupakan kesalahan kolektif kita, selaku satu Negara-Bangsa.
Kita
pasrah, membiarkan berbagai bidang kehidupan bersama diperintah oleh elite
politik dan pejabat teknis berjiwa kerdil. Kekerdilan jiwa ini, pertama,
tercermin dalam pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan peserta
The Future Defence Leaders Workshop 2010 tanggal 26 – 30 Juli di Jakarta. Dia
mengaku sempat mengalami kesulitan mencari calon Menteri Pertahanan dan pejabat
teras di Kementerian Pertahanan berlatar belakang nonmiliter. Kesulitan itu juga
ditemuinya, ketika hendak mengirim orang untuk menghadiri berbagai konferensi,
seminar, dan simposium di luar negeri tentang pertahanan, keamanan, dan hubungan
internasional.
Pernyataan ini tidak betul. Membohongi masyarakat. Kalau saja
dia tidak berjiwa kerdil, mau melihat lebih jauh dan melewati tembok berlapis
dari opini para penasihat yang "memagari" dan "melindunginya", dia pasti bisa
membaca tulisan-tulisan saya mengenai masalah pertahanan, keamanan (hankam) dan
hubungan internasional yang dibutuhkannya. Atau tulisan-tulisan serupa dari para
staf analis dan peneliti dari lembaga CSIS. Tulisan-tulisan konseptual tersebut
bisa saja berbeda, bahkan berlawanan, dengan apa-apa yang dipikirkannya di
bidang itu. Namun, ini kan bukan berarti bahwa pemikiran di bidang hankam dari
pihak sipil tidak ada.
Saya adalah warga negara sipil (civilian citizen). Di
pertengahan tahun 50-an abad lalu, selaku dosen FE-UI, saya sudah mulai menulis
tentang hubungan pertahanan dan ekonomi (defence economics). Dalam periode yang
sama, dalam rangka kebijakan "Ganyang Malaysia" dari Presiden Soekarno,
lagi-lagi selaku "orang sipil", saya menjadi anggota tim penasihat Inspektur
Jenderal Territorial dan Pertahanan Rakyat (Irjentepra).
Sebelum menulis itu,
saya pernah berkecimpung di bidang militer. Pengalaman kemiliteran saya peroleh
selama periode revolusi fisik (1945-1949). Berawal sebagai kadet di Akademi
Militer Darurat di Berastagi, lalu sebagai perwira di Divisi IV TKR Sumatera
Timur, kemudian selaku anggota Tentara Pelajar selagi ber-SMA di Yogyakarta dan
setelah penyerahan kedaulatan aktif kembali sebagai militer di Komando Militer
Kota Besar Jakarta Raya (1950-1951) selaku liaison officer. Saya keluar dari
dinas kemiliteran, memilih menjadi warga sipil, ketika fakultas ekonomi
didirikan oleh Universitas Indonesia.
Walaupun begitu, perhatian saya pada
masalah hankam dan ketahanan nasional tetap hidup. Ketika mengikuti program S-3
di Sorbonne, saya mengikuti perkuliahan tentang "strategi dan taktik" dari
Jenderal Beauffre, veteran perang di Afrika, Perang Dunia II dan Vietnam dan
disebut sebagai Bapak persenjataan nuklir Prancis. Tanpa perintah siapa pun,
atas kesadaran sendiri, di sela-sela riset dan penulisan tesis doktoral, saya
menyusun tiga konsep pembangunan Indonesia yang saling berkaitan, yaitu
"Pembangunan Sistem Hankam", "Pembangunan Ekonomi dalam rangka Pembangunan
Nasional", dan "Pembangunan Sistem Pendidikan dan
Kebudayaan".

Berprasangka Mencampuri
Sewaktu menjabat Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Pembangunan III, saya pernah
membicarakan pokok-pokok pemikiran saya tentang pembangunan sistem hankam itu
dengan Presiden Soeharto sendiri. Saya pikir kebijakan pemerintah di bidang
tersebut selama ini keliru. Bagaimana pertahanan nasional bisa fungsional dan
efektif kalau kekuatan di darat jauh lebih diutamakan daripada kekuatan di laut,
sedangkan negeri kita dua pertiga terdiri dari laut dengan aneka kekayaan yang
dikandungnya.
Jangan lupa bahwa Indonesia bukan sekadar "negara maritim"
tetapi above all an archipelagic state. Jadi, bukan terdiri atas pulau-pulau
yang dikelilingi laut, tetapi lautan yang ditaburi oleh kira-kira 13.000 pulau
besar dan kecil. Untuk mengamankan dan melindungi (wilayah) lautan ini
diperlukan suatu Angkatan Laut yang tangguh.
Ternyata pikiran strategis saya
tidak diterima sewajarnya oleh Presiden Soeharto. Dia malah berprasangka ada
kehendak mencampuri urusan pertahanan yang selama ini tertutup bagi pikiran
sipil, yang secara de facto merupakan hak prerogatif pikiran militer, mau
mengalihkan "hegemoni" Angkatan Darat dalam penanganan masalah ketahanan
nasional ke angkatan laut, menggoyah "dwi fungsi ABRI", ingin "menggurui" dan
tidak "njawani". Padahal, kalau jiwa Pak Harto tidak kerdil ketika itu dan
bersedia mengikuti koreksian saya terhadap kelemahan-kelemahan konsep hankam
yang dipegangnya, saya yakin Malaysia sekarang dan kapan saja tidak akan gegabah
mengganggu kedaulatan nasional di wilayah kelautan kita, karena harus menghadapi
Angkatan Laut yang relatif lengkap alat persenjataannya.
Saya paparkan ini
bukan hendak menyombongkan diri. Tapi, ingin mengingatkan betapa kekerdilan jiwa
Presiden Soeharto sudah berakibat fatal. Betapa kekerdilan jiwa Presiden SBY
telah menutup matanya terhadap keberadaan konsep hankam yang dibuat oleh warga
sipil yang bertanggung jawab. Saya tidak mengklaim bahwa konsep saya itu yang
paling benar, tidak pula berpretensi menjadi Menhankam. Saya hanya hendak
mengatakan bahwa konsep yang dianggap oleh Presiden sebagai "tidak ada",
sebenarnya sudah lama ada, sudah dipublikasi dan terbuka untuk setiap orang.
Bahkan, konsep itu sudah dijadikan rujukan oleh seorang sarjana Amerika dalam
menyiapkan Ph D tesisnya di bidang ilmu strategi.
Mengenai "Pertahanan
Negara" UUD-45 Pasal 30 menegaskan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara". Usaha ini, kalau mau correct,
lebih dahulu harus berupa "konsep", baru "aksi di lapangan". Penyusunan konsep
ini merupakan suatu tantangan par excellence terhadap penalaran intelektual dan
akademisi sipil. Sadarilah bahwa war is too important to be left to generals
alone.
Harus diakui bahwa kekerdilan jiwa juga menguasai tindak-tanduk dan
keputusan di kalangan penguasa sipil, bahkan di lingkungan komunitas ilmiah. Di
paruh kedua tahun 60-an mulai berpulangan pemuda-pemuda kita yang selama di
Jerman Barat mempelajari teknologi perkapalan karena mereka menyadari bahwa
Indonesia, tanah airnya, terdiri atas lebih banyak lautan daripada daratan.
Namun, mereka ditolak untuk bekerja sebagai insinyur di galangan kapal nasional
dan sebagai dosen di perguruan tinggi hanya karena mereka keturunan etnis
Tionghoa
Kekerdilan jiwa juga terdapat di kalangan penganut agama terbanyak
di negeri kita. Sambil berteriak "Allahu Akbar" dengan beringas mereka
menghancurkan rumah ibadah kelompok Muslimin yang berbeda interpretasi dalam
kepercayaan. Mereka pun tidak segan-segan mencegah warga beragama lain untuk
menjalankan ibadah yang sesuai dengan keimanannya, bahkan merobohkan gerejanya.
Padahal, UUD menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu".
Kekerdilan tercermin dalam kecenderungan kita yang
berlebihan mendatangkan pakar asing. Kita minta bantuan mereka membuat
undang-undang yang bisa menarik investor asing, demi keuntungan sesaat dari
generasi sekarang, tetapi akhirnya sangat merugikan kepentingan beberapa
generasi penerus.
Parpol-parpol yang menjamur, dengan alasan disiplin
kepartaian, malah memupuk kekerdilan jiwa di kalangan para anggotanya. Mereka
dibiasakan untuk percaya bahwa di luar lingkungan mereka yang sempit tidak ada
orang yang lebih berkemampuan berpikir dan berbuat. Pencalonan untuk menjadi
presiden, anggota jajaran legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus datang dari
parpol. Mereka tidak bersedia melihat, apalagi mengakui bahwa di luar sistem
parpol ada cukup dan semakin banyak jumlah tokoh-tokoh independen yang terdidik,
berpengalaman, dan berdedikasi tinggi terhadap kepentingan murni
Negara-Bangsa.
Negara-Bangsa Indonesia berpotensi besar untuk bisa menjadi
"besar". Namun, bagaimana mungkin begitu kalau ia ditangani oleh warga yang
berjiwa "kerdil". Momen besar telah berkali-kali muncul, tetapi lewat begitu
saja karena tidak direspons dengan tepat oleh pemimpin yang berjiwa
kerdil.

Penulis adalah alumnus Universite Pluridisciplinaires Pantheon –
Sorbonne



Burisrawa kaedanan - 9

 

Enggalna wae Antareja atanapi Antasena tos ngantunkeun Sapta Pertala;
mucunghul ti na lebet Bumi; teras mapay2 leuweung; nya saparantos asruk2
an Antareja ningal aya Walungan; di na eta walungan teh aya rakit; ah moal
salah deui ieu meureun rakit nu dimaksud ku eyang teh; tuh geuning katingal
aya mayit istri. Kitu Antareja nyarios salebeting manahna.

Enggalna wae Antareja nyaketan eta rakit; katingal eta istri teh sanes mirupa
mayit tapi siga nu nuju kulem. Ieu meureun Bibi Sumbadra teh; keun ayeuna ku
Kula bakal dikucuran cai Kahuripan. Barang raray Rara Sumbadra dikeceran ku
ci Kahuripan , Sang Dewi tanghi teras gigisik; kaget naha aya ditengah walungan
bari aya di na rakit; tambih kaget manahna margi aya hiji pamuda nu nuju
ngawaskeun ka anjeunna. Barang Sumbadra bade ngajerit; eta Pamuda teh
nyembah teras sasauran:" Nu Jeng Bibi Wara Sumbadra; mugia ulah kaget.
Putra teh Putrana Rama Bima ; ari Ibu Ulupi; ayeuna bade sowan ka kanjeng
Rama; tapi ningali aya istri diluhur rakit; Putra kalintang heranna; teras we
kadieu; saterasna ningali layon jeng Bibi; nya teras ku Putra dikucuran cai
Kahuripan pamasihan ti eyang Antaboga."

"Oooooh jadi Bibi teh geus kungsi paeh ?.............aeh enya si Burisrawa rek
nyilakakeun ka Bibi; kumaha sampeyan apal yen Bibi te Wara Sumbadra ?"

"Nun inggih, Eyang Antaboga tus uningaeun ka na kayaan Bibi.............."

Barang nuju gunem catur kitu teu kanyahoan jelebot2 wae pameunteu Antareja
aya nu ngagebugan mani asa dibentar gelap ku nyeri2na; tos kitu teh teu tata
pasini Antasena digusur ka daratan; terus diperekpek teu eureun2. Atuh Antasena
kacida ripuhna; bari asa dibongohan; jeung eta teunggeulanana aya ku tarik pisan,
lir gelap saleser. Tapi Antareja teu manda kitu wae; bari amarah lajeng wae
ngagurinjal ; pakupis terus aya oge nuasup tonjokanana ka dada nu nyerang.

"Hemmm............. duratmaka ! Tong sambat kaniaya sampeyan bakal cilaka
ku tangan Kaula ! Ulah sambat kaniaya, moal aya ampunan , tuman ! Nepi ka
Kaula disiksa ku kanjeng Rama. Tapi sampeyan kaasup kuat, tapi moal lila
tangtu bakal diborogod ku Kaula".

Bari ngalawan Antasena lajeng ngandika:"Eh kurang ajar sampean, teu hujan teu
angin geus nyerang diri Kaula; meureun sampeyan nu rek nyilakakeun Kanjeng Bibi
teh; masing sampeyan gagah oge; Kaula moal sieun !"

Beletak2 deui Antareja ditonjokan; bari teras dilaklak dasar ku eta nu nangkep teh:
"Eh nyata sampeyan digjaya; tapi moal kuat ngalawan Gatotkacha; Bima Putra !"

Kaget manahna Antareja; naha ieu musuh teh nyeutkeun Bima Putra ? piraku
Bima Putra nyilakeun bibi Sumbadra onaman ? Bari nakis gebugan bari nyingcet
nya sabagean mah keuna ka na rarayna; tapi ayeuna mah dikuat2 keun we;
teras nyaur tarik:"Eh andika; sing asak sasar atuh ! Naha teu tata pasini deui jol2
jekok2 ngagebugan Kaula ? Garong oge kapan sok ditanya heula ku Pulisi?
Ari ieu jol2 nyerang we. cik eureun heula sakeudeung !"

"Hahahahaha, duratmaka ........... duratmaka.............. tong loba omong; geus teu
kuat nya ngalawan Kaula ? Moal aya nu bisa ngalawan Gatostkacha, Purabaya,
KancingJaya; Nrincing Wesi, BimaPutra mah. Hahahah"

"Bari jelebot2 aya kana duakalina raray Antareja katampiling ku Gatotkacha; da
memang nu nangkep Antareja teh nyatana Gatotkacha. Tadi anjeunna ningal
aya pamuda nyampeurkeun Bibi Wara Sumbadra; atuh langsung teg wae; ah ieu
tah geuning duratmaka teh; anu disaurkeun ku Ua Bhatara; eeh bisa
ngawaraskeun Kangjeng Bibi deuih.............   ah enya pasti ieu yeu duratmakana;
teu tata pasini Gatotkacha nyerang ka Antasena; bari teras digusur ka darat.

Hanca