Senin, 22 Maret 2010

Prof. Dr. M. Amien Rais: Pluralisme Kebablasan!

Prof. Dr. M. Amien Rais: Pluralisme Kebablasan!

Friday, 19 March 2010 15:24

Kalau agama sama, banyak ayat Al-Quran yang harus dihapus. Tidak ada
gunanya shalat lima waktu, bayar zakat, puasa Ramadhan

Hidayatullah. com "Pluralisme agama masih
menjadi sesuatu yang menarik diperdebatkan. Pluralisme, yang berkaitan
dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, lantas dipahami
bahwa semua agama adalah sama. Pendapat ini kemudian ditolak oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kalangan Islam lain. Tapi apa yang
salah dengan Pluralisme Agama? Karena agama jelas tidak sama. Kalau
agama sama, banyak ayat Al-Quran yang harus dihapus," ujar Prof Dr Amien
Rais.

Baca pikiran Pluralisme Agama oleh Amien Rais. Wawancara
ini dikutip dari Majalah Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah
Edisi Maret 2010.

Apa pendapat Anda mengenai aliran
pluralisme?

Akhir-akhir ini saya melihat istilah
pluralisme yang sesungguhnya indah dan anggun justru telah ditafsirkan
secara kebablasan. Sesungguhnya toleransi dan kemajemukan telah
diajarkan secara baku dalam Al-Quran. Memang Al-Quran mengatakan hanya
agama Islam yang diakui di sisi Allah, namun koeksistensi atau hidup
berdampingan secara damai antar-umat beragama juga sangat jelas
diajarkan melalui ayat, lakum diinukum waliyadin (Bagiku agamaku
dan bagimu agamamu). Dalam istilah yang lebih teknis, wishfull
coexistent among religions, atau hidup berdamai antarumat beragama
di muka bumi.

Adakah yang keliru dari aliran pluralisme?

Nah, karena itu tidak ada yang salah kalau misalnya seorang Islam awam atau
seorang tokoh Islam mengajak kita menghormati pluralisme. Karena tarikh
Nabi sendiri itu juga penuh ajaran toleransi antarberagama. Malahan
antar-umat beragama boleh melakukan kemitraan di dalam peperangan
sekalipun. Banyak peristiwa di zaman Nabi ketika umat Nasrani bergabung
dengan tentara Islam untuk menghalau musuh yang akan menyerang Madinah.

Jadi apa yang dibablaskan?

Saya prihatin ada usaha-usaha
ingin membablaskan pluralisme yang bagus itu menjadi sebuah pendapat
yang ekstrim, yaitu pada dasarnya mereka mengatakan agama itu sama saja.
Mengapa sama saja? Karena tiap agama itu mencintai kebenaran. Dan tiap
agama mendidik pemeluknya untuk memegang moral yang jelas dalam
membedakan baik dan buruk. Saya kira kalau seorang muslim sudah
mengatakan bahwa semua agama itu sama, maka tidak ada gunanya shalat
lima waktu, bayar zakat, puasa Ramadhan, pergi haji, dan sebagainya.

Karena
agama jelas tidak sama. Kalau agama sama, banyak ayat Al-Quran yang
harus dihapus. Nah, kalau sampai ajaran bahwa "semua agama sama saja"
diterima oleh kalangan muda Islam; itu artinya, mereka tidak perlu lagi
shalat, tidak perlu lagi memegang tuntunan syariat Islam. Kalau sampai
mereka terbuai dan terhanyutkan oleh pendapat yang sangat berbahaya ini,
akhirnya mereka bisa bergonta-ganti agama dengan mudah, seperti
bergonta-ganti celana dalam atau kaos kaki.

Apakah kebablasan pluralisme karena faktor kesengajaan atau rekayasa?

Saya
kira jelas sekali adanya think tank atau dapur-dapur pemikiran yang
sangat tidak suka kepada agama Allah, kemudian membuat bualan yang
kedengarannya enak di kuping: semua agama itu sama. Jika agama itu sama,
lantas apa gunanya ada masjid, ada gereja, ada kelenteng, ada vihara,
ada sinagog, dan lain sebagainya.

Yang dimaksud dengan think-tank ?

Saya yakin think tank itu ada di
negara-negara maju yang punya dana berlebih, punya kemewahan untuk
memikirkan bagaimana melakukan ghazwul fikri (perang intelektual
terhadap dunia Islam). Misalnya, kepada dunia Islam ditawarkan paham
diniyah sekularisme yang menganggap agama tidak penting, termasuk di
dalamnya pluralisme, yang kelihatannya indah, tapi ujung-ujungnya adalah
ingin menipiskan akidah Islam supaya kemudian kaum muslim tidak
mempunyai fokus lagi. Bayangkan kalau intelektual generasi muda Islam
sudah tipis imannya, selangkah lagi akan menjadi manusia sekuler, bahkan
tidak mustahil mereka menjadi pembenci agamanya sendiri.

Sepertinya aliran pluralisme itu sudah masuk ke kalangan muda Muhammadiyah,
pendapat Anda?

Kalau sampai aliran pluralisme masuk ke
kalangan muda Muhammadiyah, ini musibah yang perlu diratapi. Oleh karena
itu, saya menganjurkan sebelum mereka membaca buku-buku profesor dari
Amerika dan Eropa, bacalah Al-Quran terlebih dahulu. Saya sendiri yang
sudah tua begini, 66 tahun, sebelum saya membaca buku-buku Barat, baca
Al-Quran dulu. Karena orang yang sudah baca Al-Quran, dia akan sampai
pada kesimpulan bahwa berbagai ideologi yang ditawarkan oleh manusia
seperti mainan anak-anak yang tidak berbobot. Jika meminjam istilah
Sayyid Quthb, seorang yang duduk di bawah perlindungan Al-Quran ibarat
sedang duduk di bukit yang tinggi, kemudian melihat anak-anak sedang
bermain-main dengan mainannya. Orang yang sudah paham Al-Quran akan bisa
merasakan bahwa ideologi yang sifatnya man-made, buatan manusia,
itu hanya lucu-lucuan saja. Hanya menghibur diri sesaat, untuk memenuhi
kehausan intelektual ala kadarnya. Setelah itu bingung lagi.

Kenapa paham pluralisme itu bisa masuk ke kalangan muda Muhammadiyah? Apa
karena Muhammadiyah terlalu terbuka atau karena tidak adanya sistem
kaderisasi?

Hal ini perlu dipikirkan oleh pimpinan
Muhammadiyah. Saya melihat, banyak kalangan muda Muhammadiyah yang sudah
eksodus. Kadang-kadang masuk ke gerakan fundamentalisme, tapi juga
tidak sedikit yang masuk Islam Liberal. Islam yang sudah melacurkan
prinsipnya dengan berbagai nilai-nilai luar Islam. Hanya karena latah.
Karena ingin mendapatkan ridho manusia, bukan ridho Ilahi. Oleh karena
itu, lewat majalah Tabligh, saya ingin mengimbau kepada anak-anak saya,
calon-calon intelektual Muhammadiyah, baik putra maupun putri, agar
menjadikan Al-Quran sebagai rujukan baku . Saya pernah tinggal di Mesir
selama satu tahun. Saya pernah diberitahu oleh doktor Muhammad Bahi,
seorang intelektual Ikhwan, ketika saya bersilaturahmi ke rumah beliau,
beliau mengatakan, "Hei kamu anak muda, kalau kamu kembali ke tanah
airmu, kamu jangan merasa menjadi pejuang Muslim kalau kamu belum
sanggup membaca Al-Quran satu juz satu hari." Waktu itu saya agak
tersodok juga, tetapi setelah saya pikirkan, memang betul. Kalau
Al-Quran sebagai wahyu ilahi yang betul-betul membawa kita kepada
keselamatan dunia-akhirat, kita baca, kita hayati, kita implementasikan,
kehidupan kita akan terang benderang. Tapi kalau pegangan kita pada
Al-Quran itu setengah hati. Kemudian dikombinasikan dengan sekularisme,
dengan pluralisme tanpa batas, dengan eksistensialisme, bahkan dengan
hedonisme, maka kehidupan kita akan rusak. Sehingga betul seperti kata
pendiri Muhammadiyah dalam sebuah ceramah beliau, Ad-du
musyrokatull' hi fii jabar'tih. Namanya penyakit sosial, politik,
hukum, dan lain-lain, itu sejatinya bersumber kepada menyekutukan Allah
dalam hal kekuasaannya. Obatnya bukan menambah penyakit, yakni dengan
isme-isme yang kebablasan, tapi obatnya itu, "adw’uhâ tauhddullhi
haqqa. Obatnya adalah tauhid dengan sungguh-sungguh. Jadi, saya
juga ingat dengan kata-kata Mohammad Iqbal: "The sign of a kafir is
that he is lost in the horizons. The sign of a Mukmin is that the
horizons are lost in him." Saya pernah termenung beberapa hari
setelah membaca pernyataan Mohammad Iqbal yang sangat tajam itu. Karena
betapa seorang mukmin akan begitu jelas, begitu paham, begitu terang
benderang memahami persoalan dunia. Sedangkan orang kafir, bingung dan
tersesat.

Sepertinya Muhamadiyah mulai terseret arus
pluralisme, contohnya pada saat peluncuran novel Si Anak Kampoeng.
Penulisnya mengatakan, sebagian dari keuntungan penjualan akan digunakan
untuk membentuk Gerakan Peduli Pluralisme, pandangan Anda?

Saya
tidak akan mengomentari apa dan siapa. Cuma adik saya yang anggota PP
Muhammadiyah, pernah memberikan sedikit kriteria atau ukuran yang sangat
bagus. Dia bilang begini, "Kalau orang Muhammadiyah sudah tidak pernah
bicara tauhid dan malah bicara hal-hal di luar tauhid, apalagi kesengsem
dengan pluralisme, maka perlu melakukan koreksi diri." Apakah itu
tukang sapu di kantor Muhammadiyah, apakah tukang pembawa surat di
kantor Muhammadiyah, apakah profesor botak, sama saja. Kalau sudah tidak
kerasan berbicara tauhid, mau dikemanakan Muhammadiyah? Muhammadiyah
ini bisa bertahan sampai satu abad, tetap kuat, tidak pikun, dan masih
segar, karena tauhidnya. Implementasi tauhidnya di bidang sosial,
pendidikan, hukum, politik, itu yang menjadikan Muhammadiyah perkasa dan
tidak terbawa arus. [www.hidayatullah. com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar