Selasa, 16 Maret 2010

Anggur Enas 7-8-9-10-11

 

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[7]

Raden Pekik yang kecewa karena gagal melaksanakan tugasnya menjadi marah mendengar kalimat-kalimat kakek itu.  Ia cabut sebutir anggur dan melemparkannya ke arah kakek itu disertai dengan lontaran tenaga dalam.  Tapi sekali lagi,  kejadian aneh disaksikannya.  Tiba-tiba saja kakek itu menghilang tanpa ia ketahui kemana perginya.  Hanya suara tawanya saja yang masih menggema di angkasa.

        Untuk sejenak Raden Pekik tertegun.  Ia merasa pernah mendengar suara itu.  Tapi entah kapan dan dimana,  ia tidak ingat.  Yang ia tahu pasti,  pemilik suara itu adalah seseorang yang berilmu tinggi.  Ia dapat merasakan hal itu dari getaran suara tawanya.  Tawa itu mengandung tenaga dalam yang kuat.

        Raden Pekik memeriksa tempat kakek sakti itu berdiri.  Ia tidak menemukan bekas atau tanda-tanda yang istimewa.  "Orang itu mengikutiku sejak hari ketiga aku meninggalkan padepokan.  Tapi sekarang ia menghilang begitu saja.  Lalu,  apa maksudnya?"  pemuda itu bergumam.  Satu hal yang membuat hati Raden Pekik agak tenang adalah kenyataan bahwa kakek itu tak bermaksud jahat kepadanya.

        Meski gagal mengemban misinya,  Raden Pekik tetap tegar.  Tak sedikitpun terkihat guratan kekecewaan membayang di wajahnya. Wajah itu bersih dengan sorot matanya yang mencorong bagaikan mata elang.  Sorot mata itu menggambarkan kokohnya kekuatan batin dan kekuatan kewadagaan pemiliknya.

        Hal itu memng benar adanya.  Meski usianya baru dua belas tahun,  pemuda tanggung itu sudah menerima gemblengan ilmu kanuragan tingkat tinggi dari kakek buyutnya.  Sang kakek sendiri memiliki ilmu yang tak terukur dalamnya.  Bila dicari tandingannya,  barangkali hanya ilmu pendekar Cemoro sewu saja yang dapat disejajarkan dengan ilmu sang kakek  (baca:  Kisah Si Tapak Paderi ).

        Pada saat itu Raden Pekik sudah menyerap tujuh bagian dari ilmu kakek buyutnya.  Hnya saja,  pemuda itu masih hijau dalam hal pengalaman bertarung.  Ia memang belum pernah benar-benar turun gunung.  Kalaupun selama ini mengembara,  ia selalu dikawal secara rahasia oleh perwira-perwira kerajaan.  Baru kali ini,  pemuda itu benar-benarmelakukan perjalanan seorang diri dengan sebuah tugas yang gagal diembannya.[7]

 

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[8]

 

        Raden Pekik terlihat sibuk berkemas-kemas.  Guci berisi anggur itu ia bungkus dengan kain.  Ia lakukan hal itu agar tidak menarik perhatian orang selama perjalanan.  Tak lama kemudian,  pemuda itu tampak bergegas meninggalkan Umbul Tirto.  Pulang ke padepokan melaporkan kegagalan tugasnya.  Untuk mempercepat perjalanan,  Raden Pekik mengarahkan ilmu berlari cepatnya.

        Pada hari kedua,  saat matahari mulai condong ke barat, pemuda itu sampai di sebuah hutan kecil.  Dari kejauhan ia melihat sebuah pondok.  Saat mendekat,  ia tahu pondok itu bersih dan tampak terawat.  Tapi,  ia tak melihat siapapun di sana.  Ia juga tak melihat tanda-tanda kalau pondok itu dihuni.  Maka ia putuskan untuk istirahat barang sejenak.  Seusai menghadap Sang Pencipta,  pemuda itu membuka buntalan kue dan menikmati wingko babat kesukaannya.

        Belum habis sepotong kue ia nikmati,  telinganya yang tajam menagkap gerakan halus mendekati pondok.  Langkah itu begitu ringan dan nampak sangat hati-hati.  Raden Pekik segera meningkatkan kewaspadaannya.  Dengan cepat ia kemasi barang-barangnya,  kemudian mengintai ke arah datangnya suara.

        Dari jarak lima puluh tombak ia melihat seorang gadis berjalan terhuyung-huyung.  Pemuda itu mengernyitkan alisnya.  Ia tak menduga pemilik langkah halus itu adalah seorang gadis dengan rambut dikepang dua.  Kalau ditaksir,  usia gadis itu belum ada tiga belas tahun.  Jalannya yang terhuyung-huyung menunjukkan bahwa itu sedang dalam keadaan tidak sehat. [8]

 

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[9]

 

        Benar saja dugaan Raden Pekik.  Ia melihat gadis itu terjerembab jatuh.

        "Aduhuuh…toloooooong,"  teriak gadis itu yang terdengar seperti rintihan.  Raden Pekik segera keluar dari persembunyiannya.  Dengan sekali hentak,  ia sudah melayang ke arah gadis itu.  Tanpa ragu lagi,  ia segera memeriksa gadis itu untuk memberikan pertolongan.

Saat Raden Pekik membungkuk untuk memeriksa keadaan gadis itu,  ia merasakan sambaran angin kearah tengkuknya disertai makian.

        "Penjahat cilik cabul.  Mau apa kau?"  gadis itu membentak sambil melentingkan tubuhnya dengan gerakan yang amat indah.

        Raden Pekik melongo heran.  Kejadian itu begitu cepat berlangsung.  Ia tak menduga bakal diserang secara gelap oleh gadis itu.  Itu memang kesalahannya.  Ia kurang berhati-hati.  Gadis yang ia sangka perlu pertolongan justru membuatnya lumpuh tak dapat bergerak.  Gadis itu menotoknya.

        "Aku bermaksud menolongmu."  Raden Pekik mencoba menjelaskan.

        "Menolong?"  gadis itu mencibir.  "Bohong.  Aku tidak apa-apa.  Aku tidak butuh pertolongan.  Coba kau lihat?"  gadis itu mengirim pukulan jarak jauh ke sebuah bongkahan batu.  Batu itu hancur berkeping-keping dan menghamburkan debu.  Untuk kedua kalinya Raden Pekik hanya melongo heran.

        "Gadis ini sungguh lihai.  Tapi mengapa ia menipuku?"  tanya Rden Pekik dalam hati.

        "Nah.  Karena kau telah lancang mau berbuat tak senonoh padaku, kau harus kuhukum.  Serahkan semua barang milikmu itu kepadaku."  Sambil berkata begitu,  gadis itu merampas dua buntalan yang dibawa Raden Pekik.  Kini pemuda itu tahu apa yang tengah terjadi.  Gadis itu merampoknya dengan berpura-pura terjatuh. [9]

 

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[10]

 

        Raden Pekik hanya dapat menyaksikan ulah gadis itu dari tempatnya berdiri tanpa dapat berbuat sesuatu.  Ia dapat melihat gadis itu memeriksa dua buntalan yang barusan dirampasnya.  Buntalan pertama hanya berisi pakaian.  Gadis itu nampak tidak tertarik. Dicampakkannya buntalan itu. Buntalan kedua diperiksanya.  Ia mendapatkan guci perak berisi seuntai anggur.  Mata gadis itu berbinar.  Ia nampak sangat tertarik.  Ia segera masukkan guci itu ke balik jubahnya yang lebar.

        Gadis itu baru saja selesai membungkus guci berisi anggur ketika serombongan orang datang menghampirinya.  Rombongan itu terdiri dari belasan orang yang dipimpin oleh seseorang bertubuh tinggi besar berewokan.

        "Tugasmu sudah selesai Putri.  Biar ayah yang mengurus pemuda sial ini."  Kata si Berewok sambil menunjuk Raden Pekik.

        "Baik ayah."  balas Putri.  "Nampaknya pemuda itu anak orang kaya.  Di kampilnya itu banyak uang emas ayah."

        "Rejekimu memang baik anakku."  Sahut sang Ayah.

        "Kalau uang kita sudah banyak,  jangan lupa janji ayah membeli golek kencono untuk Putri ya, yah?"  pinta gadis itu mengulum senyum.  Kini pandang matanya beralih ke Rden Pekik.  Matanya berkilat-kilat saat menatap pemuda yang masih tegak berdiri di tempatnya.

        Ia segera perintahkan anak buahnya untuk merampas semua harta milik pemuda itu.  Benar saja apa yang dikatakan putrinya.  Kampilnya itu penuh dengan uang emas.  Si Berewok nampak gembira sekali.

        Sementara Si Berewok sibuk melucuti Raden Pekik,  Putri sibuk dengan barang curiannya.  Di sebuah gua kecil di balik air terjun,  gadis itu tampak sedang mengamati buah anggur yang dicurinya.  Ternyata anggur itu adalah buah anggur  mainan terbuat dari lilin.  Tapi bentuk dan warnanya persis buah anggur.  Anehnya,  pada setiap butir anggur itu Putri melihat guratan tangan yang tak ia pahami maksudnya.[10]

 

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[11]

 

        Namun demikian,  sebagai putri seorang datuk sesat berimu tinggi gadis itu dapat menduga bahwa guratan tangan itu tentu sebuah pesan rahasia.

        "Akan kuselidiki rahasia buah ini.  Pemuda itu akan kupaksa menjelaskan arti corat-coret ini padaku."  Bisik gadis itu kepada dirinya sendiri.  Namun,  tak lama kemudian ia tampak seperti orang yang sedang terkejut karena teringat sesuatu.

        "Tapi..oh pemuda itu..,"  Putri nampak khawatir.  Ia segera melesat keluar gua menuju tempat Raden Pekik dirobohkannya.  "Mudah-mudahan ayah belum membunuhnya.  Kalau pemuda itu mati,  buah anggur ini tidak ada gunanya lagi.  Aku harus cepat."  Bagaikan seekor burung,  gadis itu nampak melayang diantara bongkahan batu yang memenuhi mulut gua.

        Sesampainya di tempat yang dituju, gadis itu terbelalak kaget. Ia tak menjumpai siapa pun. Di sana tak ada ayahnya. Juga pemuda yang barusan dirobohkannya. Yang ia jumpai hanyalah tubuh-tubuh bergelimpangan. Semuanya dua belas orang. Mereka adalah anak buah ayahnya. Tanpa membuang waktu, Putri segera memeriksa orang-orang itu. Rupanya mereka pingsan oleh pengaruh totokan. Sayang, Putri tak cukup punya waktu untuk membebaskan semuanya. Ia harus mencari ayahnya dan pemuda yang menyimpan rahasia anggur itu. Tapi kemana? [11]

 

__._,_.___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar