Kamis, 22 Juli 2010

Kapal Selam Mini Rancangan Kolonel (Pur) Dradjat Budiyanto

http://humbahas.blogspot.com/2010/ 06/kapal-selam-mini-kate-rancangan-kolonel.html

Kapal Selam Mini (Kate) Rancangan Kolonel (Pur) Ir Dradjat Budiyanto MBA

Wednesday, June 16, 2010

Kolonel (Pur) Ir Dradjat Budiyanto MBA, Perancang Kapal Selam Kate

Si Mini, untuk Perang Bisa, untuk Wisata Oke

Indonesia pernah punya satuan kapal selam yang jaya. Namun, selama itu kapal

tersebut selalu dibeli dari luar negeri. Agar tak terus-menerus membeli, Dradjat

Budiyanto, pensiunan kolonel, merancang kapal selam kate. Lebih murah dan andal.

DIMAS G. & GUNAWAN S.

ANGKATAN Laut Republik Indonesia (ALRI), yang kini bernama TNI-AL, pernah punya

12 Whiskey. Bukan minuman keras, Whiskey adalah salah satu tipe kapal selam

buatan Uni Soviet

Dua kapal selam yang pertama datang dari negara komunis yang kini sudah bubar

itu adalah KRI Tjakra dan KRI Nanggala. Dua nama tersebut memang menggambarkan

kedigdayaan. Cakra adalah senjata sakti milik Prabu Kresna, raja Dwarawati.

Nanggala adalah senjata tanpa tanding milik Prabu Baladewa, Raja Mandura, kakak

Kresna.

KRI Tjakra dan KRI Nanggala dibawa langsung oleh prajurit TNI-AL pada 12

September 1959 setelah belajar di Oksiwi, Polandia. Hari itulah yang lantas

diperingati sebagai hari kelahiran Korps Hiu Kencana atau satuan kapal selam.

Seiring berkembangnya teknologi, kapal selam jenis Whiskey mulai pensiun.

Terakhir, KRI Pasopati-410 (namanya diambil dari anak panah milik Arjuna yang

menewaskan raksasa jahat Niwatakaca) mengakhiri masa tugas. KRI Pasopati lantas

jadi monumen kapal selam di tepi Kalimas, samping Surabaya Plaza.

Saat armada kapal selam masih begitu aktif, Indonesia mengirimkan

prajurit-prajurit terbaiknya untuk mengikuti pelatihan di luar negeri.

Misalnya, di Jerman Barat dan Pakistan. ''Saya merasakan keduanya. Ya di Jerman,

ya di Pakistan,'' kenang Dradjat Budiyanto.

Kakek tujuh cucu itu benar-benar dididik untuk menjadi prajurit dengan

spesialisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan) baru, yakni kapal selam.

Memang, sejak berkarir di matra laut itu, Dradjat selalu berada di kesatuan

kapal selam.

Dia belajar di Pakistan pada 1996. Kala itu, KSAL Laksamana Arief Kushariadi

menginginkan alutsista matra laut yang terjangkau. Sebab, alokasi dana bagi

TNI-AL begitu minim. Penugasan ke Pakistan tersebut juga merupakan ''penolakan'

' secara halus terhadap rencana pembelian kapal selam baru tipe Scorpene dari

Prancis. Kapal itu dibanderol USD 600 juta tanpa torpedo. Versi lengkapnya

seharga USD 700 juta (sekitar Rp 7 triliun). ''Terlalu mahal untuk TNI-AL saat

itu,'' ujar Dradjat.

Dia belajar bersama enam prajurit lainnya ke Pakistan karena negara itu sedang

membangun dua kapal selam mini di Pakistan Naval Dockyard. Di kalangan mereka,

kapal selam itu disebut midget. Itu adalah istilah untuk sesuatu yang mini alias

kuntet atau kate. Nah, kapal selam kuntet itu hanya menghabiskan anggaran USD 13

juta. Jauh lebih murah daripada Scorpene made-in Prancis tersebut.

''Ditambah pengetahuan dari Jerman, saya bisa menciptakan sendiri desain midget

saat kembali di Indonesia,'' jelas suami Sri Hartini tersebut.

Dradjat yang rambutnya telah memutih itu membuktikan omongannya. Dia membuka

sebuah map merah berukuran 30 x 35 sentimeter. Isinya adalah konsep midget,

kapal selam kate, yang dia ciptakan selama enam tahun sejak 1997. Kapal

rancangan Dradjat berbadan luar baja. Panjangnya 24 meter dan hanya berisi 11

orang.

Awaknya adalah empat komando atau frogman serta tujuh pelaut. Karena berukuran

kuntet, ia hanya mampu membawa empat torpedo. ''Tidak bisa dikecilkan lagi

ukurannya. Lha wong torpedonya saja delapan meter,'' tegas pria kelahiran

Madiun, 28 Januari 1943, tersebut.

Secara detail, Dradjat menjelaskan detail si kuntet tersebut. Katanya, kapal

selam itu adalah substitusi kapal selam. Rancangan kapal selam yang dinamai

Indonesia Midget Experimental 1 Baby Submarine tersebut bisa melakukan apa pun

seperti kapal selam umum. Bahkan, ukurannya yang kecil membuat kapal selam itu

susah dideteksi musuh. ''Ibarat suara truk dan sedan. Mana yang lebih mudah

didengar dari kejauhan? Truk, kan? Soalnya, lebih bising,'' ungkapnya.

Pensiunan kolonel itu tak sekadar merancang dalam gambar. Dradjat juga berbicara

khusus dengan penyedia pompa merek Lensen dan pompa pendingin Stork. Mereka

diminta membuatkan pompa khusus bagi kapal rancangannya. Dari berbagai harga

yang telah disurvei, kapal selam rancangan Dradjat tak bakal menghabiskan lebih

dari USD 10 juta.

''Kita bisa membuat kapal selam yang lebih banyak, daripada membeli,'' ujarnya.

Dalam pemikirannya, kapal selam dalam jumlah banyak -walaupun mini- tetap ngefek

untuk menjaga keamanan. ''Ibaratnya, kampung yang punya hansip banyak. Lebih

aman daripada hanya punya satu hansip yang jago kungfu sekalipun,'' ujar pria

yang menguasai bahasa Inggris, Jerman, Rusia, dan Jepang tersebut.

Agar desain itu tidak terkesan asal-asalan dan bisa diaplikasikan, dia mulai

melakukan uji coba. Dradjat benar-benar tersenyum puas ketika sejumlah pihak

menyatakan bahwa karyanya benar-benar aplikatif.

Misalnya, pengakuan dari Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) BPPH/BPPT,

National Ship Design Centre (NASDEC) Departemen Perindustrian, dan komponen

teknikal angkatan laut -mulai Fakultas Kelautan Hang Tuah hingga Sekolah Tinggi

Teknologi Angkatan Laut (STTAL).

Howaldtswerke Deutsche Werft AG (HDW), pembuat kapal selam asal Jerman, juga

mengakui ketepatan rancang bangun milik Dradjat. ''Bukan asal-asalan, mereka

semua menyetujui tanpa ada intervensi apa pun,'' tegas ayah tiga anak tersebut

sambil menunjukkan bukti dari HDW.

Sejak konsep itu selesai pada 2003, Dradjat mulai mempromosikan rancangannya ke

berbagai pemerintah. Mantan KSAL Laksamana Arif Kushariadi dan Laksamana M.

Arifin sebagai pencetus ide terus mendorong dirinya untuk mewujudkan kapal yang

digadang-gadang lebih lincah karena ukurannya yang kecil itu. ''Kemarin (12/10),

KSAL Tedjo Edhy Purdijanto menemui saya dan meminta proyek tersebut terus

dikembangkan, '' imbuhnya.

Dradjat kembali membuka map merahnya. Kali ini, dia ingin menunjukkan semua

surat yang selalu disimpan secara rapi. Di situ ada tulisan konsep midget,

filosofi pembangunan, deskripsi teknis SUVT (special underwater vehicle for

touring) yang dikirimkan ke Menteri Pertahanan Yuwono Sudarsono, Menristek

Kusmayanto Kadiman, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Asrenum Panglima TNI

Marsekal Muda Rio Mendung Thaleb, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Wakil

Presiden Jusuf Kalla.

Sejauh ini, instansi-instansi tersebut hanya membalas kiriman Dradjat dengan

surat-surat pendek. Intinya, Dradjat harus menguji coba lagi midget

rancangannya. Tak ada yang memberi kesempatan pembuatan satu kapal selam pun.

Meski, Dradjat sudah menggaransi bahwa biayanya pasti tak lebih dari USD 10 juta

(sekitar Rp 100 miliar). ''Padahal, kalau apa-apa beli, kita ora pinter-pinter.

Mencoba dan gagal lebih baik daripada diam saja,'' ungkap pria yang pensiun pada

1999 itu.

Pada usianya ke-66, Dradjat merasa ''iri'' pada Letnan Angkatan Darat Israel

Uziel Gal yang menemukan senjata Uzi. Dradjat juga melihat Michael Henrik

Schmelter dari Jerman yang menemukan kapal selam mini 2Dive. Ide mereka mendapat

apresiasi tinggi dari negara masing-masing. ''Jerman berani mewujudkan karya

Michael yang seorang pemuda. Saya yang 32 tahun berkutat dengan kapal selam

tidak digunakan sama sekali,'' ujarnya.

Bagaimanapun, old soldier never die (prajurit tak akan pernah mati). Dradjat

tetap tak patah arang. Dia yakin kelak temuannya dipertimbangkan oleh

pemerintah. Pria yang mahir bermain gitar itu akan menahan diri selama mungkin

untuk tak melepas karyanya ke luar negeri. Meski, kata dia, sejumlah tawaran

mancanegara telah mampir ke rumahnya di Jalan Teluk Tomini. ''Saya anak bangsa.

Akan setia sampai akhir kepada Indonesia,'' tegasnya.

Tapi, tetap saja Dradjat berkata lirih. ''Sampai kapan kita menunggu dan mencoba

sendiri,'' katanya. Bahkan, dia mengungkapkan bahwa saat ini tak banyak orang di

pemerintahan yang punya jiwa pejuang tinggi. Kalah oleh Saridjah Niung Bintang

Soedibjo alias Ibu Soed. Dia adalah seorang wanita yang mampu membangkitkan anak

bangsa melalui lagu ciptaannya.

Perlahan, Dradjat menyenandungkan lagu ciptaan Ibu Soed yang begitu heroik.

Nenek moyangku, seorang pelaut. Gemar mengarung luas samudera. Menerjang ombak

tiada takut, menempuh badai sudah biasa


.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar