Selasa, 13 Juli 2010

Anggur Emas 54

 

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[54]

Sementara itu Raden Pekik yang sudah merasa cukup mempelajari gerakan lawan mulai mendapat gambaran titik kelemahan lawannya. Di titik itulah ia akan melancarkan serangan. Maka ketika lawannya menyerang dengan jurus yang lebih ganas, Raden Pekik tidak lagi menghindar dan bertahan. Ia itu justru balik menyerang lawannya dengan jurus yang digunakan lawan, bedanya, serangan Raden Pekik lebih ganas dan tenaganya lebih besar. Karuan saja serangan itu membuat lawannya kerepotan.

Melihat apa yang dilakukan Raden Pekik, semua orang terbengong, tak terkecuali Putri dan Suro Brewok. Sebaliknya prajurit Mataram berkumis tebal itu menjadi sangat murka. Ia sama sekali tidak menyangka kalau pemuda ingusan yang dihadapinya mampu mencuri ilmu pedangnya.

"Kurang ajar, licik. Kau mencuri ilmu pedangku," bentak prajurit itu geram.

"Jangan menuduh sembarangan," balas Raden Pekik, "kamu yang mengajariku."

"Setan alas.  Awas kubunuh kau."

"Lakukan kalau mampu," tantang pemuda itu.

Bagai orang kalap, prajurit Mataram berkumis tebal itu menyerang Raden Pekik dengan jurus-jurus yang mematikan. Gerakannya cepat, sasarannya tepat, dan tenaganya sangat besar. Tampaknya ia sudah melambari jurus-jurusnya dengan tenaga dalam.  Anehnya, setiap serangan yang ia lancarkan dapat dipatahkan oleh Raden Pekik dengan jurus yang sama. Sama gerakannya, sama cepatnya, dan sama ganasnya. Bedanya, tenaga dalam pemuda itu jauh di atas lawannya. Ini terlihat dari wajah prajurit itu yang tampak tegang dan berpeluh setiap kali pedangnya beradu dengan pedang pemuda itu. Bukan hanya itu, sehabis pedangnya beradu, prajurit Mataram itu perlu mengatur nafas sebentar dan memperbaiki pegangan pedangnya sebelum menyerang lagi. Sebaliknya, sejak tadi wajah Raden Pekik tampak tetap ceria.

Tentu saja perubahan itu tak luput dari pengamatan Suro Brewok, Putri, dan perwira Mataram. Dalam hati Suro Brewok memuji dirinya sendiri. "Tak salah pilihanku," bisiknya kepada Putri. Putri yang berdiri tak jauh dari ayahnya mulai menaruh rasa hormat kepada Raden Pekik. "Rupanya bocah itu tak selemah yang kuduga. Dalam waktu yang amat singkat ia bisa memainkan pedang dengan meniru jurus yang dimainkan lawan," balas Putri.

"Percayalah padaku, kelak bocah tengik itu akan menjadi pendekar besar."

 "Ayah serius?"

Yang ditanya mengangguk. "Tanda-tanda itu ada padanya. Aku bisa melihatnya dengan mata batinku," katanya kemudian. Entah kenapa ada rasa senang di hati Putri mendengar penegasan ayahnya.

"Kurang ajar," percakapan Suro Brewok dan Putri terpotong oleh teriakan prajurit Mataram yang pundaknya terkoyak oleh pedang Raden Pekik.

"Mengapa marah. Kau tadi juga melukai pundaku. Impas kan?" ejek Raden Pekik.

"Kali ini aku akan benar-benar mencincangmu," ancam prajurit itu.

"Wah jangan gitu dong kek. Aku kan bukan sapi yang dagingnya bisa dicincang." [54]

__._,_.___

Recent Activity:

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar