Senin, 15 Februari 2010

Prospek Tenaga Nuklir untuk Kelistrikan

PROSPEK TENAGA NUKLIR UNTUK KELISTRIKAN
 
Ir. H. Nizar Dahlan, M.Si.a*
 
 
 
Pendahuluan
 
Pembangkit listrik tenaga nuklir yang direncanakan akan dibangun dan dioperasionalkan di Semenanjung Muria, Jawa Tengah pada 2017, merupakan pilihan sumber energi listrik bagi masa depan Indonesia. Dalam perencanaan pembangunannya harus dijamin manfaat dan penggunaan energi nuklir itu benar-benar dapat diandalkan, serta menjamin keamanan baik tingkat nasional maupun internasional.
 
Kebijakan pasokan energi nasional dari energi nuklir sebesar dua persen pada tahun 2025. Pasokan energi nuklir yang persentasenya sekitar dua persen ini merupakan bagian dari skenario optimalisasi "energy mix" yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Mix Nasional. Indonesia memang menyadari bahwa kondisi eksisting perolehan sumber energi yang tergantung pada minyak tidaklah sehat. Karenanya kemudian disusunlah sebuah strategi berisi target penggunaan sumber-sumber lain selain minyak, gas, dan batu-bara.
 
Terlepas dari pro dan kontra terhadap energi nuklir, sumber energi ini telah mampu menyumbang sekitar 17% listrik dunia. Kecenderungan semakin menipisnya bahan bakar fosil, serta tidak meratanya kontribusi sumber daya energi fosil, akan mengakibatkan energi nuklir masih tetap memiliki peran yang penting.
 
Berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral disebutkan bahwa pemanfaatan energi di Indonesia berdasarkan  pada data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral disebutkan bahwa minyak bumi mendominasi 54 % penggunaan energi di Indonesia, penggunaan gas bumi sebesar 26,5 % dan batu bara hanya 14 % dari total penggunaan energi. Sedangkan cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun ke depan, sementara cadangan gas bumi masih mencukupi untuk 61 tahun ke depan dan cadangan batu bara baru habis dalam waktu 147 tahun lagi.
 
Pemanfaatan energi pada sektor transportasi merupakan komponen yang utama, meskipun sektor perumahan dan perindustrian juga mempunyai porsi pemakaian yang besar. Sampai saat ini hampir seluruh pasar energi panas dipasok dengan cara membakar bahan bakar fosil seperti batubara, minyak, gas, atau kayu. Penggunaan energi terus meningkat dan peningkatan ini diperkirakan terus berlanjut sampai abad mendatang. Secara umum konservasi dan peningkatan efisiensi akan mampu mengurangi rata-rata kenaikan pemakaian energi, tetapi pengaruhnya tidak cukup besar untuk menstabilkan tingkat pemakaian saat ini.
 
 
Energi Reaktor Nuklir
 
Saat Inggris mengoperasikan reaktor nuklir pertamanya, reaktor Calder Hall secara komersial pada bulan Oktober 1956, reaktor ini menghasilkan listrik untuk disambungkan ke jaringan listrik, sekaligus menghasilkan energi panas yang dibutuhkan oleh pabrik proses olah ulang bahan bakar di wilayah itu. Sejak saat itu pengembangan reaktor nuklir lebih diperluas, dimana energi panas yang dihasilkan dalam reaktor langsung dimanfaatkan. Negara-negara seperti Bulgaria, Canada, China, Republik Czech, Jerman, Hungaria, India, Jepang, Kazakstan, Russia, Slovakia, Swedia, Switzerland, dan Ukraina menyimpulkan bahwa lebih praktis menggunakan panas nuklir untuk 'district heating' atau untuk proses-proses industri, atau keduanya, disamping sebagai pembangkit listrik. Walaupun pemanfaatan energi panas panas yang dihasilkan reaktor nuklir untuk 'district heating' dan proses industri masih kurang dari 1%, tetapi hal ini menandakan adanya peningkatan perhatian pada aplikasi
penggunaan reaktor nuklir.
 
Pada dasarnya, keberadaan reaktor nuklir sama dengan pembangkit listrik lainnya yang berbahan bakar fosil, yaitu bahwa tingkat keberadaannya energi dan keahndalannya mencapai 70% - 80% atau bahkan dapat mencapai 90%, tidak pernah sampai 100%. Sebagai akibatnya, sumber energi panas berbahan bakar fosil lebih dibutuhkan. Pembangkit listrik kogenerasi dengan unit ganda, didisain secara modular atau reaktor yang dapat mendukung sumber energi panas adalah penyelesaian yang diinginkan.
 
Pengadaan reaktor nuklir memang membutuhkan modal yang sangat besar, mencapai Rp. 20 triliun per 1000 MWnya. Hal utama yang berpengaruh pada biaya akhir energi adalah komponen biaya tetap. Oleh karena itu, pengoperasian beban dasar dengan pencapaian faktor beban setinggi-tingginya dibutuhkan sehingga dapat berkompetisi dengan sumber-sumber energi alternatif lain.Ini hanya dimungkinkan ketika permintaan pasar energi panas yang dipasok mempunyai karakteristik beban dasar, atau kemungkinan lainnya adalah ketika listrik danpasar energi panas dikombinasikan dengan sistem pembangkit kogenerasi yang seluruhnya dioperasikan dengan beban dasar. Tetapi reaktor nuklir akan lebih ekonomis untuk unit dengan ukuran yang besar. Ini menyebabkan reaktor ukuran besar di negara-negara industri dengan sistem jaringan listrik yang sangat besar dapat berkembang dan meluas. Walaupun begitu, ada reaktor dengan ukuran kecil dan sedang (small and medium sized reactors, SMRs) yang
terus dipasarkan. Disain SMR sekarang ini bukan versi 'scaled down' dari reaktor komersial yang besar, tetapi merupakan penerapan teknologi maju berkaitan dengan sistem keselamatan pasif melekat, serta penyederhanaan beberapa sistem sehingga secara ekonomi diharapkan dapat bersaing.
 
Pada dasarnya reaktor nuklir merupakan alat untuk menghasilkan panas. Panas nuklir biasanya digunakan untuk 'district heating' dan untuk proses-proses indutri sehingga aspek-aspek tekniknya dapat terjamin dengan baik. Secara teknis tidak ada halangan untuk mengaplikasikan reaktor nuklir sebagai sumber energi panas untuk district heating atau proses panas. Secara prinsip, setiap jenis dan ukuran reaktor nuklir dapat digunakan untuk tujuan-tujuan ini. reaktor nuklir dapat dijamin aman, dapat diandalkan dan merupakan sumber energi yang bersih lingkungan, tetapi untuk pemanfaatan komersial reaktor nuklir harus dapat berkompetisi secara ekonomi dengan sumber-sumber energi alternatif lainnya. Dibanding sumber-sumber energi berbahan bakar fosil, reaktor nuklir dikarakterisasikan dengan biaya investasi yang lebih tinggi tetapi diimbangi dengan biaya bahan bakar yang jauh lebih rendah. Daya tembus tenaga nuklir kedalam pasar listrik tidak dapat dimungkinkan tanpa
memenuhi daya saing secara ekonomi tersebut. Bahkan dengan tingkat harga bahan bakar fosil yang umumnya rendah, kedudukan tenaga nuklir masih dapat berkompetisi di dunia. Harga bahan bakar fosil diharapkan naik, sehingga posisi tenaga nuklir yang akan dimanfaatkan baik untuk pembangkit listrik maupun untuk suplai panas secara ekonomi dapat bersaing.
 
Paparan radioaktif yang besar pada jaringan 'district heating' atau pada proses-proses industri dapat dieliminir dengan pemakaian rangkaian sistem penukar panas intermediate dengan tekanan tinggi yang bertindak sebagai penghalang yang efektif. Sampai saat ini, tidak pernah dilaporkan adanya kejadian yang menyangkut kontaminasi radioaktif dari setiap reaktor yang digunakan untuk tujuan-tujuan ini. Berkaitan dengan range suhu yang digunakan, pada reaktor air ringan suhunya dapat mencapai 300oC dan pada reaktor air berat dapat mencapai 540oC pada reaktor cepat berpendingin logam, dan mencapai 650oC pada reaktor berpendingin gas, dan dapat mencapai 1000oC pada reaktor temperatur tinggi berpendingin gas (High Temperature Gas-Cooled Reactor, HTGR).
 
 
Reaktor Nuklir di Indonesia
 
Lembaga atau Badan yang menangani rencana pembangunan pembangkit tenaga nuklir adalah Badan Tenaga Nuklir (BATAN) yang telah didirikan sejak tahun 1958, dan sudah menandatangani atau meratifikasi 11 Konvensi, Traktat atau Protokol berkaitan nuklir. Dan pada Desember lalu Pemerintah Indonesia telah menyetujui penggunaan energi nuklir untuk pembangkit listrik dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perizinan Reaktor Nuklir No.43/2006. Dengan PP tersebut, berarti pemerintah telah memberi "lampu hijau" bagi pembangunan reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 2010 di Semenanjung Muria dan akan mulai beroperasi pada tahun 2017 dengan kapasitas pembangunan pada tahap awal adalah 1.000 MW, yang akan mampu memasok 10% dari total kebutuhan listrik di Jawa-Bali. Pengoperasian PLTN itu merupakan langkah awal untuk mencapai target jangka panjang, di mana hingga tahun 2025 Indonesia ditargetkan punya empat unit PLTN berkapasitas 4.000 MW
dan mampu menjadi sumber energi alternatif guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil (minyak bumi).
 
1. Studi Calon Tapak PLTN
 
Lokasi rencana pembangunan reaktor nuklir untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (tapak PLTN) telah dikaji sejak 1975 dari 14 lokasi potensial di Pulau Jawa, dan lokasi di Semenanjung Muria Jepara lebih unggul karena selain dekat dengan laut sebagai daya dukung dalam proses pendinginan, juga karena kondisi tanah Jepara stabil dan jauh dari gunung berapi. Sedangkan mengenai pembiayaan pembangunan PLTN diperkirakan mencapai Rp. 75 triliun untuk total keempat Proyek Muria berkapasitas masing-masing 1.000 MW itu, atau berkisar antara 1.350 dolar AS -1.750 dolar AS per kilowattnya. Namun, bila dihitung hingga habis masa kelayakan reaktornya, sekitar 60 tahun, harga listrik dari PLTN Muria di Ujung Lemah Abang, Kabupaten Jepara, nanti hanya berkisar 3,5 – 4,5 sen dolar AS per KWH, lebih murah daripada harga listrik sekarang mencapai 7 sen dolar AS per KWH.
 
Semenanjung Muria merupakan area yang berada jauh dari zona tumbukan lempeng (subduction zone) yang terdapat di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, dan juga diperkirakan tidak ada bahaya dari gunung api karena berdasarkan penelitian, Gunung Muria sudah tidak aktif sejak 320 ribu tahun yang lalu. Dan dari seluruh kawasan di Semenanjung Muria tersebut, Ujung Lemah Abang (ULA) merupakan lokasi pilihan pertama, kedua adalah Ujung Grenggengan (UJG) dan yang ketiga adalah Ujung Watu (UJW). Pada tahun 1996 BATAN telah selesai melakukan studi kelayakan, namun karena krisis moneter dan rencana pembangunan PLTN maka pemutakhiran studi kelayakan akan selesai dilaksanakan oleh IAEA pada tahun 2007.
 
Hasil studi yang dilakukan hingga saat ini meliputi:
a.       Studi secara geologi.
Bahwa pada daerah Ujung Lemah Abang (ULA) didominasi oleh batuan hasil kegiatan gunung api Muria yang terdiri dari tufa, lahar dan tufa pasiran dan endapan alluvial yang terdiri dari (kerikil, pasir, lempung, lanau, sisa tumbuhan dan bongkah gunung api). Satuan-satuan endapan tersebut menutupi satuan endapan dari perselingan batupasir tufa dan konglomerat dengan sisipan batu lempung, batu gamping dan breksi.
 
b.      Studi secara seismik
Bahwa daerah ULA terletak di dalam Wilayah Gempa Indonesia No. 2-SNI-1726-2002 dengan nilai percepatan tanah maksimum (peak ground acceleration, PGA) = 0,10 g (g = gravitasi bumi = 980 cm/dtk2) untuk periode ulang gempa 500 tahunan atau 10 % kemungkinannya terjadi untuk waktu 50 tahun. Oleh karenanya daerah tersebut termasuk Wilayah Gempa Sangat Rendah.
 
c.       Studi secara vulkanologi
Bahwa bahaya letusan Gunung Muria relatif kecil, karena letusan terkahir Gunung Muria terjadi pada 320.000 tahun yang lalu. Berdasarkan pengujian bahaya vulkanik secara kemungkinan diperoleh nilai pada jangkauan 10-7 sampai dengan 10-6 pada interval 100 tahun. Nilai tersebut memenuhi kriteria keselamatan pada orde 10-4 dengan interval 100 tahun.
 
2. Pengelolaan Limbah Nuklir
 
Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran pada Pasal 22 – 26 dinyatakan bahwa Badan Pelaksana bertugas selain memberikan dukungan iptek pada pengelola PLTN juga mengelola limbah radioaktif. Dalam rangka itu, secara garis besar kebijakan strategis berupa skenario optimal dalam pengelolaan limbah nuklir PLTN adalah sebagai berikut:
1.      Penyimpanan bahan bakar bekas
-          sementara disimpan di dalam instalasi Sistem Energi Nuklir (SEN)
-          disimpan di luar instalasi SEN secara terpusat (centalized facility)
2.      Pengelolaan limbah radioaktif
Diproses dan dikelola pada instalasi limbah terpusat (centralized facility)
 
3. Kesiapan Program Kerjasama Sumber Daya Manusia
 
Pada persiapan pembangunan PLTN, BATAN telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di luar negeri, terutama dengan negara-negara yang maju dalam pembangunan PLTN, seperti Amerika Serikat (Westinghouse, General Electric, US-DOE), Canada (AECL, Nordion and AECB), Korea Selatan (KAERI, KHNP), jepang (JAERI, JAEA, MHI), Perancis (CEA, AREVA) dan Rusia (ROSATOM). Bentuk-bentuk kerjasama tersebut antara lain joint study, familiarization with the design of NPP, training, on the job training, managerial and technical issues dan  exchange of information.
 
4. Pemilihan Teknologi Reaktor
 
Pemilihan teknologi reaktor yang sudah terbukti tingkat keselamatannya yang tinggi didasarkan pada beberapa hal, diantaranya:
a.       Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir. Peraturan ini mensyaratkan bahwa reaktor nuklir Indonesia harus merupakan teknologi yang telah terbukti (proven) dengan pengertian telah dioperasikan di negara asal teknologi tersebut selamat 3 tahun dengan faktor kapasitas sebesar 75 %.
b.      Jumlah negara atau vendor yang mungkin berpatisipasi dalam lelang, sehingga nantinya akan ada pemenang yang berkualitas.
c.       Jenis PLTN yang paling banyak dipakai di dunia, sehingga BATAN memilih tipe reaktor PWR dengan kapasitas 100 MWE untuk sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali saat ini, yang memiliki faktor kapasitasitas sebesar 85 % dan merupakan 60 % dari total PLTN yang dioperasikan di seluruh dunia.
 
5. Sumber Pasokan Uranium
 
Kebutuhan pasokan bahan bakar PLTN, Uranium, dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
a.       Membeli dari beberapa negara produsen
b.      Mencari/Inventarisasi/Eksplorasi deposit uranium kategori terukur di Indonesia dalam jumlah yang optimum, serta menguasai metode penambangan dan pengolahan untuk diproduksi hanya apabila secara strategis diperlukan.
c.       Membeli jasa pengkayaan dari beberapa negara produsen.
 
Pembangunan reaktor nuklir untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir selalu menghadirkan kontroversial, terkait dengan keamanannya terhadap manusia dan lingkungan, terlebih setelah ada kasus bocornya reaktor nuklir Chernobyll, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap manusia dan lingkungannya. Sebuah studi yang dilakukan di AS menunjukkan banyak kasus kesalahan pengoperasian pembangkit terjadi di permukiman masyarakat "kulit hitam" yang banyak diasosiasikan dengan sikap ceroboh. Karena itu, dalam kaitan dengan rencana pembangunan PLTN di Indonesia, aspek sosial, perilaku, dan kebiasaan masyarakat perlu diperhatikan dengan serius. Selain harus ada pengkajian aspek sosial, sebelum mengintroduksi suatu teknologi canggih ke dalam masyarakat, sehingga masyarakat setempat harus dipersiapkan dari segi kemampuan intelektual, keterampilan, dan kesiapan mentalnya.
 
Bila pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut melibatkan tenaga kerja dari luar wilayah, hal ini juga dapat menimbulkan kecemburuan masyarakat setempat yang tidak dilibatkan di instalasi pembangkit itu. Sehingga potensi masalah sosial ini juga harus menjadi pertimbangan dalam perencanaan pembangunan PLTN.
 
 
Penutup
 
Indonesia adalah negara tropis yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang membutuhkan banyak pasokan energi utnuk pembangunan infrastrukturnya dan juga sebagai sumber energinya. Pasokan energi konvensional yang selama ini ada selalu terkendala oleh keterbatasan infrastruktur pendukung yang berakibat akan mahalnya harga energi konvensional. Modul nuklir berdaya mini boleh jadi bisa menjadi alternatif guna mengembangkan kawasan-kawasan terpencil Indonesia. Di sini nuklir bisa sebagai sumber energi listrik sekaligus pemasok energi panas untuk mengembangkan potensi industri kawasan terpencil tersebut .
 
Kebutuhan listrik di Indonesia pada tahun 2025 nanti, diprediksikan akan mencapai 100 gigawatt, sementara saat ini baru tersedia sekitar 34 gigawatt. Padahal estimasi kandungan untuk minyak diperkirakan hanya mencapai 18 tahun, sedangkan untuk cadangan produksi gas diperkirakan 61 tahun dan batubara 147 tahun. Sehingga Indonesia membutuhkan sumber energi lain untuk pembangkit tenaga listrik sebagai sumber energi bagi kehidupan, dan energi nuklir merupakan sumber energi besar yang dapat dimanfaatkan untuk menggantikan energi yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil dan gas alam.
 
 
Daftar Pustaka
 
Anonimous, 1984. Nuclear Heat Application. Proceeding Of A Technical Committee Meeting And Workshop On Nuclear Heat Application. Iaea. Vienna.
 
Burton, Bob. 2003.  Nuclear Power, Pollution and Politics. Routledge.
 
Csik, Bela J. and Juergen Kupitz. 1997. Nuclear Power Applications : Suppliying Heat For Homes And Industries. Iaea Bulletin. Vol 39. February.
 
Hada, K., Et.Al. 1996. Jaeri Design For HTTR-Steam Reforming System, The 3rd Jaeri Symposium On Htgr Technologies. Japan. 15-16 February
 
Hasan, Yaziz. 2001. Nuklir, Energi Masa Depan. Jurnal Informasi Nuklir Indonesia. Vol. 1 No. 1 Juli 2001.
 
Kementrian Negara Riset dan Teknologi, 2007. Jawaban Menteri Negara Riset dan Teknologi atas Pertanyaan Tertulis Komisi VII DPR-RI dalam rapat kerja Tanggal 12 Februari 2007; Jawaban pertanyaan ke-7.
 
Tuka, Veronika dan Djati H.S. 1998. Energi Nuklir : Pemasok Energi Panas Alternatif untuk Perumahan dan Kawasan Industri. Elektro Indonesia. Edisi ke Tiga Belas, Juni 1998
 
Wendt, Gerald. 1957. The Prospects of Nuclear Power and Technology. D. Van Nostrand.
 
Worley, Norman and Jeffery Lewins. 1988. The Chernobyl Accident and Its Implicationsfor the United Kingdom. Elsevier Applied Science. United Kingdom.
 
 

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar