Kamis, 04 Februari 2010

ISTERI KE DUA

-----------
Suatu hari temanku datang padaku dengan wajah mendung.
Dan dia menceritakan padaku kisah ini:

"Taukah kau, suamiku beristeri lagi.
Isteri ke duanya sangat mungil.
Sangat berbeda dengan diriku,
yang sesudah melahirkan beberapa anak,
tidak lagi selangsing dulu.
Mungkin itu sebabnya suamiku merasa senang
membawanya kemana saja dia pergi."

Hah? Apakah kau menerimanya begitu saja, kataku geram.

"Haruskah aku memberontak,
ketika kehadirannya tak dapat ditolak ?
Kata suamiku, tanpa dirinya dia merasa tak lengkap.
Pada dirinya segala sesuatu terbarukan."

Oh... lagu lama, pikirku prihatin.

"Kami tinggal dalam rumah yang sama, sayangnya.
Tebak, siapa yang lebih dulu disapa,
ketika suara-suara pagi membangunkan suamiku?
Bukan aku, isteri yang tidur di sebelahnya!
Tapi dia beranjak turun dari ranjang, lalu pergi ke maduku itu.
Beberapa waktu lamanya mereka akan bercengkerama. "

Mungkin kau bisa memancing perhatiannya lebih ke arahmu, kataku.

"Kupikir, mungkin ketika sarapan, aku akan lebih diperhatikannya. ..
Akan tetapi, sepiring hidangan yang kusajikan
tidak menarik perhatian suamiku; suara genit maduku lebih menarik untuknya.
Di meja makan pandangannya tertuju pada maduku.
Dia akan bercerita kepadanya, membalas ucapan-ucapannya,
sesekali tersenyum padanya, bagaikan anak remaja yang kasmaran!
Baru sesudah puas, dia akan berpaling padaku,
dan berkata: tadi kamu bertanya apa?"

Ah... ada tapi tiada, isterinya itu... ucapku dalam hati.
Tak berkata apa2, mendengarkannya saja telah kurasakan
getar hati yang tersingkirkan.

"Hatiku terbakar cemburu!
Tapi aku sungkan untuk berkata-kata.
Bukankah katanya, maduku itu membantu pekerjaannya?
Dan pekerjaannya itulah yang menghidupi kami sekeluarga?
Jadi, seharusnya aku tak perlu mengeluh,
malah seharusnya bersyukur akan kehadiran maduku itu."

Bisakah penghidupan mengganti kehidupan, pikirku dalam-dalam.

"Tapi tak urung aku membandingkan ke masa lalu,
di saat maduku itu belum ada.
Jika kami bersama-sama, maka dia ada untukku.
Tidak sekedar ada secara raga,
tapi pikiran dan hatinya berkelana ke mana-mana.
Maduku itu telah menjadi candu baginya,
dan menjadi duri dalam daging bagiku.

Katakanlah sahabat,
apa yang harus kukatakan pada suamiku,
yang sedang mati gandrung pada MbakBerry(*) ,
agar hidupnya tidak dikuasai istri keduanya itu?
Bahwa MbakBerry(*) mungkin memberinya suatu hidup yang berbeda,
tapi bukankah ada orang lain di sekitar yang harus diperhatikannya? "

Sesuatu yang baru memang bisa menjadi candu..., kataku.
Semoga cuma sesaat, Kawan, dan tidak terbawa sesat, ujarku pula.

(*) baca: Blackberry


--
When the last tree is cut, the last river poisoned, and the last fish
dead, we will discover that we can't eat money (Greenpeace)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar