Rabu, 16 Juni 2010

Chairul Tanjung: Tak Mau seperti Alibaba

PROFIL CEO

Chairul Tanjung: Tak Mau seperti Alibaba

Rabu, 16 Juni 2010 | 07:53 WIB

Pieter P Gero dan Tjahja Gunawan Direja

Selalu ada aksi bisnis yang mengejutkan dari seorang Chairul Tanjung.
Paling akhir pada April 2010, saat PT Trans Retail miliknya
mengakuisisi 40 persen saham PT Carrefour Indonesia. Sebuah
kebanggaan nasional karena sebuah perusahaan nasional mengakuisisi
perusahaan multinasional.

Presiden Komisaris Trans Corp, yang juga satu dari tujuh warga
Indonesia yang masuk dalam daftar orang kaya sejagat versi majalah
Forbes (edisi Maret 2010), mengakui akuisisi ini bukan semata unsur
bisnis, melainkan juga ada misi idealisme di baliknya.

"Bisa menjadi tempat untuk memasarkan produk usaha kecil dan
menengah. Tentu saja produk yang masuk dalam standar kualitas yang
dibutuhkan konsumen," ujarnya. Ada 82 gerai Carrefour di 27 kota
di Indonesia. Berikut petikan wawancara dengan Chairul Tanjung yang
berlangsung 31 Mei di Jakarta.

Apa misi idealisme, di balik akuisisiCarrefour?

Saya selalu percaya ada kaitan antara bisnis dan idealisme. Ada orang
bilang kalau bicara bisnis ya bisnis saja, idealisme ya idealisme
saja. Seperti minyak dan air. Bagi saya, bisnis dan idealisme bisa
digabungkan dan kalau bisa digabungkan secara baik, maka memiliki
sustainability, kemampuan bertahan jangka panjang.

Ini kepercayaan yang saya anut sejak saya mulai berbisnis sampai hari
ini. Makanya dalam setiap bisnis saya, selalu dibicarakan bisnisnya
begini dan idealismenya begini. Jadi dengan begitu tidak perlu
dipertentangkan antara bisnis dan idealisme.

Bagaimana dengan Carrefour. Carrefour ini perusahaan ritel terbesar
di Indonesia. Tahun lalu omzetnya sekitar Rp 11,7 triliun (tahun
2009). Tadinya milik asing. Buat asing orientasinya jelas, prospek
ekonomi bagus, konsumen besar, stabilitas ekonomi dan politik bagus.
Mereka tak peduli distribusi itu penting untuk dijadikan alat
memajukan perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan rakyat.

Kita lihat ritel ini sesuatu yang luar biasa. Tapi apa salahnya kita
tumpangkan tanpa mengurangi bisnisnya dengan tujuan agar perekonomian
nasional maju lebih baik dan sehat. Orang-orang yang selama ini belum
mendapat kesempatan ke pasar, ekonomi, kemasan bisa numpang,
sekaligus bermitra. Secara bisnis saya tidak merugi, tetapi secara
idealisme saya bisa memberikan sesuatu kepada bangsa ini.

Sejak kapan terbesit akuisisi Carrefour?

Sebenarnya berpikir pun tak ada. Tidak berpikir karena Carrefour itu
begitu besarnya. Carrefour ini bukan dicari, tapi mereka yang datang.
Mereka sewa konsultan mencari mitra potensial yang baik dan strategis
di Indonesia. Muncul 20 nama, ada kami. Menciut jadi 10, lima, dan
dua ada nama kami. Mereka menjajaki kami. Saya setuju ambil alih
Carrefour dengan catatan tak mau menjadi silent partner. Tak mau
seperti Alibaba.

Kalau mau, saya pemegang saham terbesar. Saya mau misi dan visi kita
seperti pengembangan UKM, bermitra dengan pasar tradisional, hubungan
dengan pemerintah pusat dan daerah, ke masyarakat kita berjalan. Juga
bisa sinergi dengan usaha kita, yang ada juga bisa berjalan. Kalau
mau oke, kalau tidak silakan cari mitra lain.

Mereka lihat memang bisnis seperti begini yang perlu di Indonesia.
Jika tidak sustainability, tidak berjalan. Mereka bersedia, mulai
berunding harga.

Berapa lama proses runding?

Proses perundingan tidak lebih dari tiga bulan. Sangat cepat.
Biayanya sangat murah. Tak ada fee untuk pihak ketiga. Perundingan di
beberapa negara, di India, Indonesia, Perancis, tapi penandatanganan
kesepakatan beli di Perancis dan di Jakarta.

Inspirasi idealisme itu mulai dari mana?

Saya mulai berbisnis sejak kuliah tingkat satu di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Idealisme ini muncul karena
keluarga saya tidak mampu. Ibu saya harus menggadaikan kain halusnya
untuk membayar kuliah. Saya tidak bisa menerima. Intinya saya harus
bisa membiayai diri sendiri. Syukur, bisnis informal yang saya
kerjakan (di kampus jual stiker, tas, buku, penjilidan buku) sukses,
dan bertahap bisa biayai keluarga.

Kesulitan keuangan,aktivitas semasa SMP, SMA, dan kuliah menjadi
pendorong utama. Ada akumulasi bahwa berbisnis itu harus cari untung,
cari uang. Uang penting, tapi tak segalanya. Ini membuat saya bisa
akumulasikan bisnis dan idealisme ini. Pengalaman batin. Kalau saya
anak orang kaya tak bisa. Saya sangat paham akan bisnis dan idealisme
ini.

Ingin menjadi penguasa?

Saya demonstran, mahasiswa teladan, dan kini pengusaha. Sampai hari
ini saya selalu bisa mengendalikan diri untuk tetap sebagai
pengusaha. Walaupun dorongan dan ajakan untuk ke politik sangat kuat,
syukur sampai saat ini saya bisa meyakinkan semua pihak bahwa menjadi
pengusaha itu juga penting.

Persisnya?

Karyawan saya kini lebih dari 50.000 orang. Ini yang langsung bukan
yang terafiliasi. Kalau saya tetap berusaha, lima tahun lagi bisa di
atas 100.000 orang dan mungkin 10 tahun lagi menjadi 500.000 orang.
Kalau saya menjadi penguasa, mungkin saya tidak bisa melakukan ini,
memberikan kesejahteraan langsung bagi begitu banyak orang. Sekonkret
itu. Mungkin saya bisa berbuat lewat perbaikan regulasi dan
sebagainya, tetapi efek langsungnya tidak bisa. Sebagai pengusaha
bisa langsung.

Bagaimana hubungan yang pas antara pengusaha dan penguasa?

Persisnya kita harus bicara soal Indonesia Incorporated, jangan lagi
bicara bahwa saya penguasa sehingga pengusaha harus datang untuk
meminta-minta dan deal-deal tertentu. Sudah lewat masa itu. Juga
pengusahanya jangan berpikir harus dekat dengan pejabat atau
pemerintah biar dapat konsesi, dapat monopoli. Era-era seperti ini
sudah lewat.

Saat ini adalah pengusaha harus bilang bahwa pemerintah tugas Anda
adalah membuat regulasi yang baik agar kami para pengusaha bekerja
dengan baik. Dan saya akan melakukan tugas saya sebagai pengusaha
sebaiknya. Saya bisa membuat keuntungan yang besar dan bisa bayar
pajak sebesar-besarnya ke negara.

Saya akan membuat usaha ini memberikan manfaat bukan saja untuk saya,
tetapi juga sebesar-besarnya bagi bangsa ini. Kalau semua bisa
seiring sejalan seperti ini, maka isya Allah 10 tahun dari sekarang
saya jamin Indonesia bisa sejahtera.

Yang ada saat ini bagaimana?

Problemnya masih ada pengusaha yang masih suka main-main dengan
penguasa, minta konsesi, keistimewaan. Sementara ada juga penguasa
yang senang bermain-main dengan pola itu. Nah, kalau kita bisa
memutuskan mata rantai ini, sebagian permasalahan bangsa ini akan
terselesaikan.

Pandangan soal pajak?

Bagi saya, kalau rugi memang tak perlu membayar pajak. Tetapi kalau
untung, apalagi untung besar, ya harus bayar pajak. Karyawan saya
saat pertama kali mendapat bonus besar, mereka diminta membayar
pajak. Soalnya gaji yang diterima sudah dibayarkan pajaknya oleh
perusahaan. Saat mendapat bonus saya bilang semua harus bayar pajak.
Semua kaget karena selama ini pajak dibayar oleh perusahaan. Kini
mereka membayar pajak.

Usaha bisnis ini sudah sebuah imperium?

Saya tak peduli dengan istilah atau sebutan apa. Tujuan saya pertama
adalah bisa punya perusahaan yang bisa memberikan keuntungan dan
maju. Dan tidak ada satu pun perusahaan dalam Trans Corp yang merugi.
Kedua, perusahaan harus tumbuh dan tumbuhnya cepat. Mengapa? Karena
makin tumbuh, makin banyak tenaga kerja yang bisa diserap dan bisa
sejahtera. Bank Mega contohnya, setiap tahun membuka 50 sampai 100
cabang. Satu cabang butuh 30 orang. Ini baru satu perusahaan.

Ketiga, kalau saatnya nanti perusahaan ini harus menjadi jawara,
paling tidak di Indonesia. Mengapa? sebagai persiapan pada saatnya
nanti perusahaan ini harus bisa menjadi pemain global. Jangan
bercita-cita menjadi pemain global kalau belum jawara di Indonesia.
Jadi harus ada tahapan yang dilalui.

Gosip, ada orang lain di belakang bisnis Chairul Tanjung?

Ada yang bilang ini perusahaan Anthony Salim. Ada yang bilang
keluarga mantan Presiden Soeharto di baliknya. Karena ada Bank Mega
dibilang ada kaitan dengan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Juga ada kaitan dengan tentara segala. Saya pernah bilang, demi Allah
tidak ada satu pun uang mereka. Kita belum dewasa. Begitu ada
"anak ajaib" kita tidak percaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar