Kamis, 03 Juni 2010

Anggur Emas 38

 

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[38]

Setelah jungkir balik beberapa saat, ki Supo mengambil jarak yang agak jauh dari lawannya. Kesempatan itu ia gunakan untuk menghimpun tenaga dalamnya. Ia juga punya ilmu andalan warisan perguruannya yang disebut ajian Nagapasa. Meski tak mencapai pada tataran tertinggi sebagaimana dimiliki murid kemenakkannya alias Suro Brewok, alias Senopati Narpati Bowo Leksono.

Jika membentur benda keras, seperti batu atau pepohonan, ajian itu hanya akan mengeluarkan suara berdesis layaknya ular besar sedang mencari mangsa. Akan tetapi semua benda yang tersentuh akan hancur dari dalam, ibarat tubuh manusia yang hancur oleh racun ular berbisa. Jika membentur tenaga dalam yang sama kuatnya, ajian itu akan mengkoyak sumber tenaga itu ibarat bisa ular menyerang urat syarat manusia. Sumber tenaga itu akan kehilangan kekuatannya. Itulah yang akan dilakukan ki Supo dalam menghadapi keganasan tenaga dalam pendekar Mataram. Maka ketika lawannya sibuk menerjang dengan bola apinya, ki Supo tidak lagi berusaha menghindar. Ia hadapi tiap bola api yang datang dengan kedua telapak tangannya. Bahkan ketika pendekar Mataram itu semakin mendekat, ki Supo tetap berdiri tegak dengan kedua tangannya siap menyambut kedatangan lawan.

Pendekar Mataram yang sudah bernafsu untuk menundukkan lawannya tak ingin kehilangan kesempatan. Ketika jarak keduanya semakin dekat, mereka meningkatkan kekuatan masing-masing. Tak ayal lagi, benturan dua kekuatan yang maha dahsyat tak lagi dapat dihindarkan. Kedua pendekar itu terlempar jauh ke belakang, jatuh bergulingan di rumput. 

Dengan susah payah pendekar Mataram segera melompat berdiri. Dari mulutnya tampak darah segar menetes. Di pihak lain, tampak ki Supo juga sudah duduk bersila mengatur pernapasan. Dari bibirnya yang keriput juga terlihat tetesan darah segar. Benturan tenaga itu benar-benar berakibat sangat dahsyat kepada keduanya.

"Pantas kau begitu sombong di depanku. Rupanya kau memiliki ajian Nagapasa yang hebat itu. Siapa sebenarnya kau ini?"

"Kau juga hebat. Aku tak berhasil menyentuh urat nadimu. Tentang siapa diriku, itu tidak penting untuk diketahui oleh orang upahan Raja Mataram."

"Dasar orang tua sombong. Sekarang rasakan cemetiku ini," bentak pendekar Mataram itu sambil melolos sabuk dari pinggangnya. Ketika diurai, sabuk itu menjadi sebuah cemeti dengan bandul cincin besi bermata dua.

"O, rupanya kau yang selama ini dikenal sebagai Pendekar Cemeti Emas itu? Aku sudah sering mendengar namamu disebut-sebut orang. Kalau begitu, terimalah hormatku tuan Pendekar Besar."

"Kalau kau sudah tahu siapa aku, cepatlah berlutut dan minta ampun. Lalu ikut aku ke Mataram. Ini akan meringankan hukumanmu sebagai pemberontak."

"Kalau aku menolak?"

"Aku akan menangkapmu."

"Kita lihat saja apa kamu bisa menangkapku," balas ki Supo dengan suara dingin.

"Bedebah tidak tahu diri. Kau memang tak pantas dimintakan ampun. Biar kuhabisi di sini saja," sahut pendekar Mataram sambil memutar cemetinya.

Ki Supo yang mengenal siapa yang ia hadapi tak ingin mengambil resiko. Ia segera mengeluarkan seruling peraknya. [38]

__._,_.___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar