Kamis, 03 Juni 2010

Anggur Emas 37

Buku 1

ANGGUR  EMAS

Karya: Usdek Emka J.S.

[37]

"Hahaha…hahaha…kenapa meringis? Apakah tulangmu yang tak lagi laku dimakan anjing itu sudah rapuh?" ejek pendekar dari Mataram.

Yang diejek berusaha tenang. "Jangan cepat bergembira, kau akan tahu kalau tulang yang sudah rapuh ini bisa membuatmu lari terkencing-kencing setelah kucocok lubang hidungmu dengan kelingkingku ini," balas ki Supo

Tampaknya ki Supo tidak sedang bermain-main. Belum selesai ia mengucapkan kalimatnya, tendangan beruntun sudah menerjang tubuh lawan, yang disusul dengan tusukan jari kelingking ke arah leher. Serangan itu tak urung membuat pendekar Mataram jungkir balik. Ia harus berlompatan mundur untuk menghindari serangan lawan. Tapi ia tidak tahu kalau serangan bertubi-tubi yang dilancarkan ki Supo itu sebenarnya hanyalah sebuah tipuan belaka. Di saat lawannya mundur sambil berjumpalitan di udara, ki Supo segera melayangkan tusukan ke arah pinggang lawan. Karuan saja pendekar Mataram itu menjerit kesakitan karena tulang iganya serasa patah saat kena tusuk kelingking lawan.

"Bangsat, penipu kotor. Coba kau tahan seranganku ini," umpatnya sambil membalas serangan ki Supo.

"He orang Mataram, kamu masih belum ngaku kalah?" ejek ki Supo.

"Kamu terlalu sombong berandal busuk."

"Meski sudah dua kali kusentuh tubuhmu, kamu masih tidak malu mengaku kalah? Kamu tentu tahu, kalau aku mau, telah kupatahkan seluruh tulang igamu itu."

 "Jangan omong besar. Aku akan memaksamu berlutut minta ampun kepadaku," balas pendekar Mataram sambil merangsek maju. Kini gerakan kakinya berubah. Setengah berjingkat pendekar itu bergerak zig-zag ke kiri dan ke kanan. Setelah genap beberapa langkah ia membungkukkan badan dengan kedua kaki tetap tegak mengangkang.  Tak lama kemudian, tampak kedua tangannya merah membara. Dari kedua telapak tangannya meluncur bola-bola api menyerang ki Supo.

Ki Supo yang tak mau jadi sasaran bola api segera melompat mundur. Dengan sedikit membungkuk ia terbebas dari dua bola api pertama. Kedua bola itu membentur batu gilang. Suaranya menggelegar memekakkan telinga. Batu itu hancur berkeping-keping membentuk cendawan debu. Untuk sesaat tempat itu menjadi gelap karena sinar matahari terhalang oleh debu.

Ki Supo sempat terpana melihat dahsyatnya tenaga lawan. Ia tak bisa bayangkan apa yang bakal terjadi kalau saja bola api itu sempat menyentuh tubuhnya.  Pada saat orang tua itu masih tercengang, dua bola api meluncur kearahnya. Kali ini keduanya datang dengan sangat cepat dan terus disusul oleh bola-bola api lainnya. Satu dua bola api dapat dihindarinya dengan berlompatan. Tetapi ketika bola api itu semakin banyak, ki Supo agak kerepotan. Juru Masak ki Suro Brewok itu terpaksa mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi dirinya. Apalagi ketika salah satu bola api berhasil menyentuh punggungnya. Punggung itu terasa ditimpa besi panas. Bajunya terbakar meski punggung ki Supo tetap terlindungi.

"Rupanya kau memang punya sedikit ilmu. Pantas saja sedari tadi bermulut besar," tukas pendekar Mataram menyindir ki Supo.

"Sudah kukatakan, kalau aku mau, akan kubuat remuk semua tulang igamu. Tapi kau memang tak tahu diri," balas ki Supo.

"Pemberontak kurang ajar. Kau harus kubuat kencing di celanamu yang kotor itu," bentak pendekar Mataram gusar. Dengan bola apinya, ia terus mendesak ki Supo. Tapi tampaknya ki Supo tidak ingin dijadikan bulan-bulanan bola api itu. Maka ia ingin menghentikan serangan itu dengan mengadu tenaga dalam. [37]

__._,_.___

Recent Activity:

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar