Rabu, 21 April 2010

Hidup jgn tertidur


Hidup Jangan Tertidur!

oleh Arvan Pradiansyah, penulis buku You Are A Leader!

Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu Anda lakukan adalah
menjadi SADAR. Inti kepemimpinan adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah
kesadaran. Banyak orang yang menjalani
hidup ini dalam keadaan tertidur. Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari
nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya meninggal dalam keadaan tertidur.

Analoginya adalah seperti orang yang terkena hipnotis. Anda tahu di mana
menyimpan uang. Anda pun tahu persis nomor pin Anda. Dan Andapun menyerahkan
uang Anda pada orang tidak dikenal. Anda tahu,
tapi tidak sadar. Karena itu, Anda bergerak bagaikan robot-robot yang
dikendalikan orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta benda.

Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Anda tahu berolah raga
penting untuk kesehatan, tapi Anda tidak juga melakukannya. Anda
tahu
memperjualbelikan jabatan itu salah, tapi Anda menikmatinya. Anda tahu
berselingkuh dapat menghancurkan keluarga, tapi Anda tidak dapat menahan
godaan. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!

Adadua hal yang dapat
membuat orang menjadi sadar. Pertama, peristiwa-peristiwa pahit dan musibah.
Musibah sebenarnya adalah rahmat terselubung karena dapat membuat kita bangun
dan sadar. Anda baru sadar pentingnya kesehatan kalau Anda sakit. Anda baru
sadar pentingnya olahraga kalau kadar kolesterol Anda mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan. Anda baru sadar nikmatnya bekerja kalau Anda di-PHK. Seorang
wanita karier baru menyadari bahwa keluarga jauh lebih penting setelah anaknya
terkena narkoba. Seorang sopir taksi pernah bercerita bahwa ia baru menyadari
bahayanya judi setelah hartanya habis.

Kematian
mungkin merupakan satu stimulus terbesar yang mampu menyentakkan kita. Banyak
tokoh terkenal meninggal
begitu saja. Mereka sedang
sibuk memperjualbelikan kekuasaan, saling menjegal, berjuang meraih jabatan,
lalu tiba-tiba saja meninggal. Bayangkan kalau Anda sedang menonton film di
bioskop. Pertunjukan sedang berlangsung seru ketika tiba-tiba listrik padam. Petugas
bioskop berkata, Silakan Anda pulang, pertunjukan sudah selesai! Anda protes,
bahkan ingin menunggu sampai listrik hidup kembali. Tapi, si penjaga hanya
berkata tegas, Pertunjukan sudah selesai, listriknya tidak akan pernah hidup
kembali.

Itulah analogi sederhana dari kematian. Kematian orang yang kita kenal, apalagi
kerabat dekat kita sering menyadarkan kita pada arti hidup ini. Kematian
menyadarkan kita pada betapa singkatnya hidup ini, betapa seringnya kita
meributkan hal-hal sepele, dan betapa bodohnya kita menimbun kekayaan yang
tidak sempat kita nikmati.

Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. Untuk menjadi bangun kita
harus
sadar mengenai tiga hal, yaitu siapa diri kita, darimana kita berasal,
dan ke mana kita akan pergi. Untuk itu kita perlu sering mengambil jarak dari
kesibukan kita dan melakukan kontemplasi.

Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin,
Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman- pengalaman spiritual, kita
adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalam an manusiawi. Manusia
bukanlah makhluk bumi melainkan makhluk langit. Kita adalah makhluk spiritual
yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya
hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan
salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi, tubuh ini lama kelamaan
akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita
akan meninggalkan rumah untuk mencari rumah yang lebih layak. Keadaan ini kita
sebut meninggal dunia. Jangan lupa,
ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak
pernah mati. Yang mati adalah rumah kita atau tubuh kita sendiri.

Coba Anda resapi paragraf diatas dalam-dalam. Badan kita akan mati, tapi jiwa
kita tetap hidup. Kalau Anda menyadari hal ini, Anda tidak akan menjadi manusia
yang ngoyo dan serakah. Kita memang perlu hidup, perlu makanan, tempat tinggal,
dan kebutuhan dasar lainnya. Bila Anda sudah mencapai semua kebutuhan tersebut,
itu sudah cukup! Buat apa sibuk mengumpul-ngumpulka n kekayaan -- apalagi
dengan menyalahgunakan jabatan -- kalau hasilnya tidak dapat Anda nikmati
selama-lamanya. Apalagi
Anda sudah merusak jiwa Anda sendiri dengan berlaku curang dan korup. Padahal,
jiwa inilah milik kita yang abadi.

Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri peristiwa-peristiwa yang pahit
tersebut agar kita sadar? Jawabnya: ya! Tapi kalau Anda merasa cara tersebut
terlalu mahal, ada cara kedua yang jauh lebih mudah:
Belajarlah MENDENGARKAN. Dengarlah
dan belajarlah dari pengalaman orang lain. Bukalah mata dan hati Anda untuk
mengerti, mendengarkan, dan mempertanyakan semua pikiran dan paradigma Anda. Sayang,
banyak orang yang mendengarkan semata-mata untuk memperkuat pendapat mereka
sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan
dengan pendapat mereka sebelumnya. Orang yang seperti ini masih tertidur dan
belum sepenuhnya bangun.

Bila lidah kelu, tulisan menjadi perlu Pena lebih tajam dari pedang Tinta
seorang berilmu lebih mulia dari darah seorang syahid


.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar