Minggu, 06 Maret 2011

Opini_Obama dan Beranda Belakang Paman Sam

Awal april 2009, Barack Hussein Obama mengunjungi tetangga Meksiko
sebelum swine virus. Bagi sebagian kalangan, kunjungan tersebut
merupakan hal yang biasa sebagai kepala negara. Apalagi berlanjutan
dengan KTT Amerika di Trinidad & Tobago. Saat itu, Obama kembali
merajut tali persahabatan dengan negara-negara sedaratan Amerika di
wilayah selatan yang dimulai dengan Venezuela.

Selama masa Bush Junior, memang hubungan negara ini justru kurang
harmonis, karena masih dominannya anggapan Amerika Latin hanya
sebagai beranda belakang negeri paman Sam akibat ketergantungan besar
pada pasar di belahan utara Amerika.


Normalisasi dan Kemitraan Sejajar

Secara historis, sebenarnya konferensi tingkat tinggi (KTT) Amerika
di Trinidad & Tobago merupakan titik awal normalisasi sekaligus
membangun kesetaraan di Amerika. KTT yang berlangsung pada minggu
ketiga April 2009, berfungsi sebagai momen Obama menjalin kembali
hubungan sedaratan yang renggang bahkan terputus sejak pemerintahan
George W. Bush dengan beberapa negara-negara Amerika Tengah dan
Selatan. Normalisasi dengan Venezuela saat itu, menjadi titik pijak
kunjungan pertama Obama pada 19-23 maret 2011 ke Brazil, Chile dan
El-Savador kali ini.

Dua tahun lalu, saat bertemu presiden Venezuela Hugo Chavez, pada 17
April 2009, Obama menyatakan saya teman anda, bahasa berbalas, Chavez
menyatakan saya menerima presiden Bush 8 tahun yang lalu, tetapi
setelah itu, hubungan kami menjadi terputus. Normalisasi Amerika dan
Venezuela ditandai dengan pembukaan sesegera mungkin kedutaan besar
di masing-masing negara. Pada september 2008, para diplomat Amerika
secara sepihak diusir oleh Chavez. Sambil memberikan buku kepada
Obama yang berjudul «Nadi Terbuka di Amerika Latin » yang membahas
tentang perampokan sumberdaya alam di Amerika Latin pada abad ke
15-20.

Kunjungan kali ini menjadi bermakna karena, pertama, selama ini,
Amerika Latin menjadi subordinasi dan bayang-bayang bahkan halaman
belakang Amerika Serikat. Hal ini sebagai konsekuensi dari doktrin
James Monroe pada 2 desember 1823 yang menyatakan bahwa segala campur
tangan Eropa di Amerika Latin dianggap sebagai agresi. Memang saat
itu, negara-negara Amerika Latin nyaris tidak punya kekuatan apa-apa
termasuk secara ekonomi akibat warisan penjajahan dan strategi
substitusi impor yang gencar digalakkan kaum strukturalis macam Raoul
Prebisch, Celso Furtado, Andre Gunder Frank dan Samir Amin. Namun,
kondisi terkini tentu berbeda dari sisi ekonomi yang ditandai dengan
kebangkitan ekonomi kawasan ini yang dikomandani oleh Brazil.

Kedua, kunjungan ini jelas ditandai dengan hilangnya pamor Amerika
sebagai pusat imperium keuangan dunia pasca krisis subprime morgage.
Namun, dominasi militer negara ini tetap adidaya dan memegang peran
politik di daratan Amerika maupun dunia internasional. Walaupun saat
ini Amerika cenderung menjadi egalitarian dan kehilangan sikap
mendikte serta kehilangan pangkalan militer di Ekuador setelah
kontraknya tidak lagi diperpanjang oleh Rafael Corriera, tetapi
Amerika masih mempunyai cadangan pangkalan militer di Kolombia yang
sering menjadi masalah dengan Venezuela.

Ketiga, kunjungan ini mempunyai posisi tawar yang tinggi bagi negara-
negara Amerika Latin. Dari sisi kemandirian, negara-negara Amerika
Latin boleh dikatakan bebas atas tekanan "the Washington
Concensus" utamanya IMF dan Bank Dunia atas pinjaman mereka yang
mengecil dan negosiasi ulang yang saling menguntungkan atas
sumberdaya energi mereka dengan perusahaan multinasional yang
beroperasi di kawasan ini. Pada dekade 1980 hingga akhir abad 20, di
kawasan ini dikenal sebagai MBA countries sebutan bagi Meksiko,
Brazil dan Argentina sebagai kategori penghutang berat karena
instabilitas politik dalam negeri dan terkena tequila effect akibat
krisis hutang di Meksiko pada 1994 karena jatuhnya tesobonos dan
cetes, dua surat hutang pemerintah Meksiko dalam dolar US dan peso.

Keempat, kunjungan kali ini ditandai dengan meningkatkan bolivarisme
pada negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Latin. Sebenarnya,
negara-negara Amerika Tengah, utamanya kawasan Karibia tetangga Kuba
dan Amerika Latin menghendaki langkah drastis penghapusan total
embargo atas Kuba, di tengah proses tawar yang tinggi pada negara-
negara tersebut.

Kuba terlewati?

Hampir dua tahun ini, pemerintahan Obama belum melakukan normalisasi
dengan Kuba. Hubungan diplomatik yang terputus sejak 7 Februari 1962,
saat pemerintahan John F. Kennedy, melakukan embargo total atas
perdagangannya dengan Kuba sebagai konsekuensi karena Kuba dianggap
melakukan pendekatan sepihak dengan Uni Sovyet.

Saat ini, pemerintahan Obama belum melakukan langkah-langkah berarti
menuju penghapusan embargo tersebut. Obama sendiri hanya membuang
angin surga, penghapusan embargo akan menjadi tahap selanjutnya di
masa datang.

Pada april 2009, beberapa pembatasan atas perdagangan dengan negara
kepulauan tersebut dihapuskan, termasuk penghapusan larangan
pengiriman remitansis ke Kuba. Obama kelihatannya menempuh langkah
hati-hati yang tak pasti dan bertahap dengan Kuba.

Hal ini karena tentu saja beliau tidak ingin kehilangan suara
pendukungnya di negaranya yang sebagian keluarganya menjadi korban
represif rezim Fidel Castro. Pembiaran atas tetap berlakunya embargo
ini menjadi tidak manusiawi karena searah dengan suramnya kehidupan
dan masa depan rakyat negara di jantung Karibia tersebut.

Mudah-mudahan sikap egalitarian pemerintahan Obama ini, berlaku
universal di kawasan Amerika Latin sebelum ditelingkungi oleh
generasi pasca Che Guevara di kawasan ini yang anti kapitalis seperti
yang banyak bermunculan di negara sosial demokrat Uni Eropa.

Sumber: milistkahmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar