Kamis, 02 Februari 2012

Kasus Matriakhat Minangkabau

> Apakah minang kabau menggunakan jargon agama??? Kayaknya gak dech.. ....Malah minang menggunakan pola keturunan matriakat di saat dalam islam menggunakan patriakat....

Bapak Fadli yang budiman, mohon kiranya saya diberikan kesempatan untuk memberikan sedikit penjelasan.

Orang minang masa dulu itu dalam beragama tidak hobi memberi stempel agama untuk setiap hal. Hukum syariah, ekonomi syariah, partai Islam dll. itu kan jargon2 masa kini. Karena semangat islami sudah mendarah daging, amalan lahiriyah dan ruhiyah masyarakat insya Allah sudah sesuai dengan nilai2 keislaman.

Soal memelihara sistem matriakhat ini lebih merupakan ijtihad para mujtahid minang. Memang konsep matriakhat ini mungkin bukan merupakan produk asli minang, karena konsep ini sendiri sudah dikenal sejak jaman perunggu. Tapi konsep ini tetap dipertahankan dengan alasan yang akan dijelaskan sebagai berikut:

Sebelum membahas lebih jauh harus diperjelas dulu beberapa definisi. Matriakhat di minang ini lebih tapatnya disebut dengan matrilokalitat (tinggal di mertua dari istri) dibandingkan dengan matriarchy (kepemimpinan oleh wanita). Masalah definisi ini terkadang menggiring kekeliruan bahwa adat minang bertentangan dengan Islam yang memberi porsi kepemimpinan lebih tinggi pada pria. Minang matriarchy Vs. Islamic Patriarchy. Padahal ini merupakan keekliruan karena kurang cermat dalam memberi definisi.

Sejarah membuktikan bahwa nilai2 adat minang kuno pernah pula berbenturan dengan nilai2 yang dibawa kaum padri. Akan tetapi sejarah pula yang membuktikan bahwa pertentangan antar keduanya meskipun harus mengalami perang saudara yang besar akhirnya bisa diselesaikan secara musyawarah (demokrasi pancasila). Sehingga hadirlah nilai2 minang-Islam baru termasuk pepatah adat bersandi syara, syara bersandi kitabbullah. Termasuk tigo sajarangan: ninik mamak (eksekutif), alim ulama (yudikatif) dan cerdik pandai (teknokrat). Legislatif tidak menonjol karena kedaulatan berasal dari kitabbullah (demokrasi Islam).

Kembali lagi soal matrialokalitat. Dalam masyarakat minang, umumnya anak laki2 muda menjelang dewasa pergi dari rumah orang tuanya untuk merantau. Memang asalnya merantau ini lebih dikarenakan tuntutan ekonomi, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu bentuk ideal dari proses pendewasaan diri (termasuk menuntut ilmu di rantau nan bertuah). Merantau ini telah berktontribusi pula atas penyebaran Islam di berbagai daerah seperti Sulu (Filipina selatan), Sulawesi Selatan, Bima, Kutai, Palu, kerajaan Manggarai (Flores), dsb.

Karena budaya merantau dari anak laki2 inilah maka kekayaan keluarga lebih banyak diprioritaskan pada anak perempuan, sebagai penjaga gawang keluarga besar (rumah gadang).

Bagaimana hubungan antara fiqih Islam dan adat matrialokalitat terutama dalam soal warisan. Disinilah kecerdasan pada mujtahid minang boleh pula dipuji. Harta pusaka dibagi menjadi dua macam, harta pusaka tinggi (yg merupakan warisan suku dan diwariskan menurut adat) dan harta pusaka rendah (merupakan hasil upaya sendiri diwariskan menurut fiqih Islam). Tentu saja pertentangan tetap ada, misalkan Syeih Akhmad Khatib al-Minangkabawi beliau meninggalkan tanah minang selama2 dan pernah pula menjadi seorang imam Mesjidil Haram.

Dari sudut pandang ekonomi, warisan pusaka tinggi secara adat terutama dalam harta tanah pusaka (harus tetatap utuh dan tidak boleh dijual) ini ternyata memiliki keunggulan dibandingkan pewarisan tanah lain di Indonesia terutama di Jawa. Salah satu permasalahan pertanian di Jawa ini adalah kepemilikan tanah yang terlalu kecil oleh pelaku pertanian dimana luas lahan yang dimiliki tidak ekonomis lagi untuk melakukan upaya secara komersil. (Karena seorang ayah membagi tanah nya utk masing2 anak, kemudian sang anak membagi2 lagi seterusnya). Sekali lagi ini bukan untuk membenturkan fiqih Islam dan adat Minang, justru ini merupakan suatu ijtihad terhadap pesoalan baru.

Tentu saja sistem matrialokalitat ini terkadang dapat mengkerutkan kening beberapa orang non minang. Suami kok, lebih ngurusin rumah ibunya dibandingkan istrinya. Tapi bukankah ada sabda Rasul saw. yang mengatakan surga berada dibawah telapak kaki ibu.

Wassalam

Ken

__._,_.___

__

1 komentar: