Selasa, 17 Januari 2012

KUNJUNGAN BAPAK BJ HABIBIE


KUNJUNGAN BAPAK BJ HABIBIE
Kantor Manajemen Garuda Indonesia
Garuda City Complex, Bandara Soekarno-Hatta
12 Januari 2012
 
Pada usianya 74 tahun,
mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda
Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham Habibie dan keponakannya(?), Adri
Subono, juragan Java Musikindo.
Kunjungan beliau dan
rombongan disambut oleh President & CEO, Bapak Emirsyah Satar disertai
seluruh Direksi dan para VP serta Area Manager yang sedang berada di Jakarta.
Dalam kunjungan ini,
diputar video mengenai Garuda Indonesia Experience dan presentasi perjalanan
kinerja Garuda Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2015 menuju Quantum
Leap.
Sebagai “balasan” pak
Habibie memutarkan video tentang penerbangan perdana N250 di landasan bandara
Husein Sastranegara, IPTN Bandung tahun 1995 (tujuh belas tahun yang lalu!).
Entah, apa pasalnya
dengan memutar video ini?
Video N250 bernama
Gatotkaca terlihat roll-out kemudian tinggal landas secara mulus di-escort oleh
satu pesawat latih dan sebuah pesawat N235. Pesawat N250 jenis Turboprop dan
teknologi glass cockpit dengan kapasitas 50 penumpang terus mengudara di
angkasa Bandung.
Dalam video tsb, tampak
para hadirin yang menyaksikan di pelataran parkir, antara lain Presiden RI
Bapak Soeharto dan ibu, Wapres RI bapak Soedarmono, para Menteri dan para
pejabat teras Indonesia serta para teknisi IPTN. Semua bertepuk tangan dan
mengumbar senyum kebanggaan atas keberhasilan kinerja N250. Bapak Presiden
kemudian berbincang melalui radio komunikasi dengan pilot N250 yang di udara,
terlihat pak Habibie mencoba mendekatkan telinganya di headset yang
dipergunakan oleh Presiden Soeharto karena ingin ikut mendengar dengan pilot
N250.
N250 sang Gatotkaca
kembali pangkalan setelah melakukan pendaratan mulus di
landasan..................
Di hadapan kami, BJ
Habibie yang berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang lebih kurang sbb:
“Dik, anda
tahu..............saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh
semangat dan memanggil semua hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar
beliau melanjutkan.................
“Presiden Soekarno, Bapak
Proklamator RI, orator paling unggul, .......itu sebenarnya memiliki visi yang
luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai
Insinyur.........Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan
Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi
Dirgantara. Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan
berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk
menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan
kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai
negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi
sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik
dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak
Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga
bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia.
Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah
satunya adalah IPTN.
Sekarang
Dik,............anda semua lihat sendiri..............N250 itu bukan pesawat
asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan,
tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan,
diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat
turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai
hari ini. Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang
900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah
lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250
di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu.
Namun, orang Indonesia
selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang
Indonesia bikin pesawat terbang?’
Tiba-tiba, Presiden
memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.
Dik
tahu................di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri
strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan
Indonesia.............
Sekarang, semua tenaga
ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka
bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada,
Amerika dan Eropa................
Hati siapa yang tidak
sakit menyaksikan itu semua.....................?
Saya bilang ke Presiden,
kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat
yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu
tergantung dengan negara manapun.
Tapi keputusan telah
diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di
negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!”
Pak Habibie menghela
nafas.......................
Ini pandangan saya
mengenai cerita pak Habibie di atas;
Sekitar tahun 1995, saya
ditugaskan oleh Manager Operasi (JKTOF) kala itu, Capt. Susatyawanto untuk
masuk sebagai salah satu anggota tim Airline Working Group di IPTN dalam kaitan
produksi pesawat jet sekelas B737 yang dikenal sebagai N2130 (kapasitas 130
penumpang). Saya bersyukur, akhirnya ditunjuk sebagai Co-Chairman Preliminary
Flight Deck Design N2130 yang langsung bekerja dibawah kepala proyek N2130
adalah Ilham Habibie. Kala itu N250 sedang uji coba terus-menerus oleh
penerbang test pilot (almarhum) Erwin. Saya turut mendesain rancang-bangun
kokpit N2130 yang serba canggih berdasarkan pengetahuan teknis saat
menerbangkan McDonnel Douglas MD11. Kokpit N2130 akan menjadi mirip MD11 dan
merupakan kokpit pesawat pertama di dunia yang mempergunakan LCD pada panel
instrumen (bukan CRT sebagaimana kita lihat sekarang yang ada di pesawat
B737NG). Sebagian besar fungsi tampilan layar di kokpit juga mempergunakan
“track ball atau touch pad” sebagaimana kita lihat di laptop. N2130 juga
merupakan pesawat jet single aisle dengan head room yang sangat besar yang
memungkinkan penumpang memasuki tempat duduk tanpa perlu membungkukkan badan.
Selain high speed sub-sonic, N2130 juga sangat efisien bahan bakar karena
mempergunakan winglet, jauh sebelum winglet dipergunakan di beberapa pesawat
generasi masa kini.
Saya juga pernah menguji coba
simulator N250 yang masih prototipe pertama.................
N2130 narrow body jet
engine dan N250 twin turboprop, keduanya sangat handal dan canggih kala
itu.........bahkan hingga kini.
Lamunan saya ini,
berkecamuk di dalam kepala manakala pak Habibie bercerita soal N250, saya
memiliki kekecewaan yang yang sama dengan beliau, seandainya N2130 benar-benar
lahir.............kita tak perlu susah-susah membeli B737 atau Airbus 320.
Pak Habibie melanjutkan
pembicaraannya....................
“Hal yang sama terjadi
pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body, itu saya tunjuk Ilham
sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini
memang sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang, kalau saya
sebenarnya hanya ahli dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130
diteruskan, kita semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk
membangun jembatan udara di Indonesia”.
“Dik, dalam industri
apapun kuncinya itu hanya satu QCD,
-Q itu Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas tinggi
dan konsisten
-C itu Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin agar mampu bersaing dengan
produsen sejenis
-D itu Delivery, biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi
dengan biaya paling efisien dan disampaikan tepat waktu!
Itu saja!”
Pak Habibie melanjutkan
penjelasan tentang QCD sbb:
“Kalau saya upamakan, Q
itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D nilainya 1 pula, jika dijumlah maka
menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu Dik.............organisasi itu
bekerja saling sinergi sehingga yang namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000
atau bahkan 30.000 sangat tergantung bagaimana anda semua mengerjakannya,
bekerjanya harus pakai hati Dik..................”
Tiba-tiba, pak Habibie
seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu ...........................
“Dik, ..........saya ini
memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya ditunjuk menjadi Wakil Dirut
perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya menjadi Presiden RI, itu semua
bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan
Ainun, ...........ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan
penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup
terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan
saya. Gini ya............saya mau kasih informasi........... Saya ini baru tahu
bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada
tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu........................”
Pak Habibie menghela
nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta mengalami luka hati
yang mendalam.............................seisi ruangan hening dan turut serta
larut dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa air mata
mulai menggenang.
Dengan suara bergetar dan
setengah terisak pak Habibie melanjutkan........................
“Dik, kalian
tau.................2 minggu setelah ditinggalkan ibu............suatu hari,
saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga
sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu......... Ainun......... Ainun
................. Ainun ..............saya mencari ibu di semua sudut rumah.
Para dokter yang melihat
perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat ‘Habibie bisa mati dalam waktu 3
bulan jika terus begini..............’ mereka bilang ‘Kita (para dokter) harus
tolong Habibie’.
Para Dokter dari Jerman
dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;
1.       Pertama, saya
harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat mandiri meneruskan hidup.
Artinya saya ini gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!
2.      Opsi kedua,
para dokter akan mengunjungi saya di rumah, saya harus berkonsultasi
terus-menerus dengan mereka dan saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja,
artinya saya sudah gila dan harus diawasi terus...............
3.      Opsi ketiga,
saya disuruh mereka untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya
bercerita dengan Ainun seolah ibu masih hidup.
Saya pilih opsi yang
ketiga............................”
Tiba-tiba, pak Habibie
seperti teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan beliau juga pasti maklum
bahwa gaya bicara pak Habibie seperti meloncat kesana-kemari dan kadang
terputus karena proses berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan
kecepatan berbicara dalam menyampaikan sesuatu) ...................... ia
melanjutkan pembicaraannya;
“Dik, hari ini persis 600
hari saya ditinggal Ainun..............dan hari ini persis 597 hari Garuda
Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air
Indonesia.............
Saya tidak mau
menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat............. saya menunggu hari
baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen yang tepat guna
menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya Ilham dan keponakan
saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga besar Habibie
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah
mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput kami di Jerman dan
memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya di Taman Makam
Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami sekeluarga. Sekali lagi,
saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia”
Seluruh hadirin terhenyak
dan saya tak kuasa lagi membendung air mata..............................
Setelah jeda beberapa
waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;
“Dik,
sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat
menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya
menyetujui.....................
Buku itu sebenarnya
bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur
kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan
muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak
orang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab,
Jepang..... (saya lupa persisnya,
namun pak Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).
Sayangnya buku ini hanya
dijual di satu toko buku (pak Habibie
menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan
langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana
belinya.
Beberapa orang di daerah
di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di
kota mereka.
Dik, asal you
tahu............semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk
memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini
dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh saya dan ibu Ainun untuk
menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra.
Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.
Saya berikan diskon 30%
bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi diskon 10% bagi
mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual kembali
ke yang lain.
Sekali lagi, buku ini
kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-apa sampai
menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat
inspiratif...................”
(pada kesempatan ini pak
Habibie meminta sesuatu dari Garuda Indonesia namun tidak saya tuliskan di sini
mengingat hal ini masalah kedinasan).
Saya menuliskan kembali
pertemuan pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda Indonesia karena banyak kisah
inspiratif dari obrolan tersebut yang barangkali berguna bagi siapapun yang
tidak sempat menghadiri pertemuan tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan
penulisan disana-sini karena tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa
catatan maupun rekaman apapun.
Jakarta, 12 Januari 2012Salam,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar