balatentara) bukan "ngluruk" (ini bisa berarti berkokok : keluruk
seperti ayam jago). Basa Jawa tidak punya huruf A tetapi ditulis Ha.
Cara pembacaan tetap A. Misalnya Hangkara (tulisan) tetap dibaca
Angkara, kecuali ada penekanan untuk membuat artinya lebih serius.
Ambeg bisa dibaca Hambeg (dengan tekanan), Ibu dapat dibaca Hibu (jika
emosi terlibat, misalnya ketika Gatutkaca pamitan pralaya pada
Arimbi-ibunya) Amengku bisa dibaca Hamengku untuk memperdalam arti.
Yang terakhir ini juga ada permainan arti yang dalam :" hamengku
(menguasai tidak secara fisik), hamangku (memangku), hamengkoni
(menguasai secara legal dan bertanggung jawab)".
On 11/1/10, rusdian lubis <rusdianlubis@gmail.com> wrote:
> Yang benar ejaannya "urub" (nyala), kalau "urup" bisa berarti hanya
> lebih sedikit dari "break event". Bahasa jawa banyak menggunakan
> "oenomatopeia" atau juga perubahan arti karena perubahan vokal atau
> konsonan. Yang klasik misalnya : "hening, heneng (e spt e dlm kaleng),
> dan heneng ( e pepet)" untuk menunjukkan status meditasi, atau "
> gandang, gending, gendeng, gendeng" untuk menunjukkan syarat kualitas
> dalang. Sayang, penutur bahasa Jawa dan bahasa nusantara lain yang
> amat indah ini makin sedikit. Biarpun dirumah kami pakai bahasa Jawa,
> anak-anak saya yang tinggal belasan tahun di LN cuma bisa "ngoko"
> itupun gaya Suroboyo an.
>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar