Messenger of the Proclamation
SEJARAH tidak bisa melupakan anaknya sendiri. Ini mungkin sebuah
ungkapan yang tepat untuk menilai sosok seorang pria yang selalu
menjadi dekat Soekarno jelang 17 Agustus 1945. Namanya tidak setenar
Sajuti Melik, SK Trimurti, Latief Hendraningrat si pengibar bendera
pusaka atau Soewirjo, orang yang menjadi event organizer upacara
pembacaan proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 di
berandah rumah Soekarno dan kelak menjadi walikota pertama Jakarta.
Dia adalah Riwu Ga. Pria asal Sabu, Nusa Tenggara Timur yang namanya
seperti dipetieskan bila kita membicarakan proklamasi kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945. Namanya benar-benar dilupakan dan dikuburkan
dalam-dalam. Dia memang tidak berperang secara fisik mempertahankan
negara. Juga dia tidak melakukan diplomasi di luar negeri membela
keberadaan negaranya dengan argumentasi tajam. Riwu Ga juga bukan
seorang menteri atau pejabat yang punya kekuasaan yuridiksi untuk
berbicara dan melakukan tugasnya sebagai seorang orang penting yang
sedang mempertahankan kemerdekaan negaranya.
Jauh sebelum negaranya lahir tanggal 17 Agustus 1945, Riwu Ga seperti
sudah ditakdirkan untuk selalu berperan dan berhubungan dengan hari
yang tidak pernah akan dilupakan oleh setiap orang Indonesia itu. Bila
Ibu Inggit Garnasih, istri Soekarno, dijuluki banyak orang sebagai
sosok wanita yang mengantarkan Soekarno ke gerbang kemerdekaan 17
Agustus 1945, maka Riwu Ga-lah orang yang menjaga kunci gerbang itu
agar tidak hilang, sehingga bisa dibuka oleh Soekarno bersama
patriot-patriot sejati lainnya.
Pada usia 18 tahun di tahun 1934 dia berkenalan pertama kali oleh
Soekarno di Ende, Flores, semasa menjalani pengasingannya oleh
pemerintah kolonial Belanda. Sikapnya yang rendah hati dan penuh
kepatuhan pada peraturan dan etika, membuat dia dipercaya Soekarno dan
disayang oleh keluarga besar proklamator itu, baik oleh pihak Ibu
Inggit maupun oleh Ibu Fatmawati.
Sebelum Soekarno shalat shubuh selama di Ende, Riwu Ga bangun lebih
dulu dan mempersiapkan segelas air putih dicampur kapur. "Biar suara
Bung Karno lebih menggelegar", katanya. Ketika Soekarno dipindahkan ke
Bengkulu, dia diikutsertakan bahkan sampai berakhir masa pembuangan
dan Indonesia merdeka, Riwu Ga tetap mengabdi kepada keluarga
Soekarno. Dia juga dijadikan harta yang diperebutkan oleh Inggit dan
Soekarno ketika pasangan itu bercerai. Riwu Ga berat hati memilih ikut
Soekarno, meski Inggit tetap menyayanginya.
Setelah turut mempersiapkan upacara pembacaan proklamasi, Riwu Ga
diperintahkan Soekarno untuk menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan
itu ke sekeliling Jakarta. Banyak rakyat Indonesia tidak tahu bahwa
negera mereka sudah merdeka, karena kemerdekaan itu ditentang banyak
pihak termasuk penguasa Jepang di sini.
Bersama adik Mr. Sartono (kelak menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung
pertama), yang bernama Sarwoko yang mengemudikan jeep, Riwu Ga
berteriak-teriak heroik mengumumkan kepada kumpulan rakyat sambil
membawa bendera berah putih. "Kita sudah merdeka, kita sudah merdeka!"
Tindakannya sangat konyol dilakukan saat itu, karena bisa saja aparat
keamanan tentara Jepang menembaknya sesuka hati.
Hasil tugas Riwu Ga itu membuat banyak rakyat Jakarta percaya bahwa
Indonesia sudah merdeka. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia,
mirip berita pendaratan Christopher Columbus ke Dunia Baru, yang baru
diketahui oleh rakyat Eropa berbulan-bulan kemudian.
Memang ada yang mewartakan berita kemerdekaan RI secepat mungkin
melalui medium elektronik berupa radio. Namun barang kotak bersuara
itu sangat langka dimiliki oleh kebanyakan orang dan kalaupun ada, isi
beritanya sudah dikontrol penuh oleh penguasa Jepang. Jusuf Ronodipuro
juga menyiarkan berita kemerdekaan RI secara heroik melalui stasiun
radio yang dikuasai Jepang. Juga di daerah-daerah berita proklamasi
disiarkan ulang, seperti di Sumatera oleh Mohammad Sjafe'i atau di
Riau oleh Angkatan Muda Perusahaan Telefon dan Telegraf beberapa
minggu setelah 17 Agustus 1945.
Riwu Ga (bersama Sarwoko) adalah orang yang pertama kali menyiarkan
berita proklamasi kemerdekaan secara langsung kepada rakyat Indonesia.
Selama tahun 1945 tidak ada berita apapun di surat kabar manapun
tentang proklamasi kemerdekaan. Keadaan ini memang aneh tetapi bisa
dimengerti mengingat keadaan masa itu yang kritis.
Fakta ini pertama kali saya tahu, ketika membaca sebuah feature di
harian Kompas 15 tahun silam, yang memuat profil Riwu Ga dengan jelas
dan mencoba mengukuhkan perannya yang kecil bak sekrup dalam sebuah
mesin penggerak yang bernama proklamasi. Ini membuat alasan saya
mengingatkan kembali perannya yang memang pantas dilupakan oleh kita,
bangsa pelupa.
Berita kemerdekaan Indonesia secara resmi baru dimuat pertama kalinya
dalam harian Merdeka edisi tanggal 20 Februari 1946. Artinya setengah
tahun lebih baru diberitakan! Tanpa Riwu Ga, mungkin berita
kemerdekaan di harian Merdeka itu menjadi berita paling basi dalam
sejarah jurnalistik Indonesia, bahkan dunia!
Ketika bangsa Indonesia tepat merayakan hari kemerdekaan 17 Agustus
1996, Riwu Ga si Mesengger of the Proclamation itu, merayakan
'kemerdekaan yang sesungguhnya'. Dia wafat sore hari tepat di hari
yang dia bela mati-matian sampai dia mati. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar