Selasa, 16 Agustus 2011

Janji Kemerdekaan oleh Anies Baswedan

Berikut tulisan Kanda Anies Baswedan dalam rubrik Opini, Harian Kompas 15
Agustus 2011.
-----------------------

Janji Kemerdekaan

Oleh Anies Baswedan*

Kibarannya membanggakan. Merah-Putih berkibar gagah di tiang bambu depan
rumah batu. Rumah sepetak kecil, alasnya tanah dan atapnya genting berlumut.
Di tepi rel kereta tak jauh dari stasiun Jatibarang. Rumah batu itu polos
tanpa polesan material mewah.
 
Pemiliknya jelas masih miskin. Tapi dia pasang tinggi bendera kebanggaannya.
Seakan dia kirim pesan bagi ribuan penumpang kereta yang tiap hari lewat
depan rumahnya: Kami juga pemilik sah republik ini, dan kami percaya di
bawah bendera ini suatu saat kami juga akan sejahtera !
 
Yang miskin nyatakan cinta dan bangga pada negerinya. Keseharian hidupnya
mungkin sulit, mungkin serba kerontang. Mungkin tak punya tabungan di bank,
tapi tabungan cintanya pada Republik ini luar biasa banyak. Negeri ini
dicintai dan dibanggakan. Rakyatnya cinta tanpa syarat.
 
Tiap memasuki bulan Agustus ada rasa bangga. Kemerdekaan diongkosi dengan
perjuangan. Di tiap hela napas anak bangsa hari ini, ada tanda pahala para
pejuang, para perintis kemerdekaan.
 
Jangan pernah lupa bahwa saat merdeka mayoritas penduduknya serba sulit.
Hanya 5% rakyat yang melek huruf. Siapapun hari ini, jika menengok ke masa
lalunya maka masih jelas terlihat jejak ketertinggalan adalah bagian dari
sejarah keluarganya. Kemiskinan dan keterbelakangan adalah baju bersama di
masa lalu.

Republik ini didirikan bukan sekadar untuk menggulung kolonialisme tapi
untuk menggelar keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Republik hadir untuk
melindungi, mensejahterakan, dan mencerdaskan rakyatnya serta memungkinkan
berperan dalam tataran dunia.

Isi Pembukaan UUD 1945 selama ini diartikan sebagai cita-cita. Cita-cita
kemerdekaan adalah kata kunci paling tersohor. Istilah cita-cita kemerdekaan
adalah istilah yang sudah jamak dipakai dalam mengilustrasikan tujuan
republik ini. Tapi ada ganjalan fundamental disini.
 
Kemerdekaan perlu beri ekspresi yang lebih fundamental, bukan sekadar
bercita-cita. Lewat kemerdekaan, sesungguhnya Republik ini berjanji. Narasi
di Pembukaan UUD 1945 bukanlah ekspresi cita-cita semata, tapi itu adalah
janji. Pada setiap anak bangsa dijanjikan perlindungan, kesejahteraan,
pencerdasan dan bisa berperan di dunia global. Republik ini dibangun dengan
ikatan janji!
 
Cita-cita itu adalah harapan, dan ia bisa tidak mengikat. Secara bahasa
cita-cita itu bermakna keinginan (kehendak) yg selalu ada di dalam pikiran
atau dapat juga diartikan sebagai sebuah tujuan yang hendak dilaksanakan.
Bila tercapai cita-citanya maka akan disyukuri.

Tapi, jika tidak tercapai maka cita-cita bisa direvisi. Ada komponen
ketidakpastian yang abstrak pada kata cita-cita. Indonesia hadir bukan
sekadar untuk sesuatu yang didalamnya mengandung komponen yang belum tentu
bisa dicapai. Sudah saatnya tidak lagi menyebutnya sebagai cita-cita tapi
mulai menyebutnya sebagai Janji Kemerdekaan.
 
Berbeda dengan cita-cita, sebuah janji adalah kesediaan, kesanggupan untuk
berbuat, untuk memenuhi dan untuk mencapai. Janji adalah hutang yang harus
dilunasi. Janji memberikan komponen kepastian. Janji itu kongkret. Janji
tidak abstrak dan uncertain.

Republik ini bukan sekadar bercita-cita tapi berjanji mensejahterakan dan
mencerdaskan tiap anak bangsa.
 
Hari ini janji itu telah dilunasi bagi sebagian rakyat. Sebagian rakyat
sudah tersejahterakan, tercerdaskan, terlindungi dan bisa berperan di dunia
global. Mereka sudah mandiri. Mereka tak lagi tergantung pada negara mulai
dari soal kehidupan ekonomi keseharian, pendidikan, sampai dengan kesehatan.
Ya pada mereka, janji kemerdekaan itu sudah dibayar lunas.

Tapi masih jauh lebih banyak yang kepadanya janji itu belum dilunasi. Bangsa
ini perlu melihat usaha mencerdaskan dan mensejahterakan bukan sekadar
meraih cita-cita tapi sebagai pelunasan janji kemerdekaan. Pelunasan janji
itu bukan cuma tanggung-jawab konstitusional negara dan pemerintah tapi juga
tanggung jawab moral setiap anak bangsa yang kepadanya janji itu telah
dilunasi: telah terlindungi, tersejahterakan, dan tercerdaskan.

Jangan lupa dahulu seluruh rakyat sama-sama miskin, buta huruf, terjajah dan
terbelakang. Mayoritas mereka yang hari ini sudah tersejahterakan dan
tercerdaskan mendapatkannya lewat keterdidikan. Pendidikan di Republik ini
adalah eskalator sosial ekonomi; keterdidikan mengangkat derajat secara
kolosal jutaan rakyat untuk mendapatkan yang dijanjikan: tercerdaskan dan
tersejahterakan.

Saat Republik ini didirikan semua turun tangan menegakkan Merah-Putih,
menggulung kolonialisme. Ada yang sumbang tenaga, harta dan banyak
sumbangannya nyawa. Mereka menegakkan bendera tanpa minta syarat agar
anak-cucunya nanti lebih sejahtera dari yang lain. Semua paham adanya janji
bersama untuk menggelar kesejahteraan bagi semua. Itu bukan sekadar
cita-cita. Kini bendera itu sudah tegak, makin tinggi dan dibawah
kibarannya, janji kemerdekaan harus dilunasi untuk semua.

Bayangkan di kampung kecil pinggiran kota, di rumah kayu ala kadarnya. Kabel
listriknya berseliweran dipakai gantungan dan aliran listrik lampu kecil.
Dibawah sinar lampu seadanya beberapa orang bersila diatas tikar
membincangkan rencana perayaaan kemerdekaan di kampungnya. Mereka belum
sejahtera dan mereka akan rayakan kemerdekaan !
 
Tidak pantas rasanya terus menerus merayakan kemerdekaan sambil berbisik
memohon maaf bagi mereka yang belum terlindungi, belum tercerdaskan dan
belum tersejahterakan. Bangun kesadaran baru bahwa usaha ini sebagai
pemenuhan janji. Sebagai janji ia mengikat, bisa mengajak semua ikut
melunasinya dan agar semua lebih yakin bahwa janji itu untuk dilunasi.

Perayaan kemerdekaan bukan sekadar pengingat gelora perjuangan. Merayaan
kemerdekaan adalah meneguhkan janji.  Biarkan pemilik rumah batu itu
menerawang kibaran Merah-Putih di rumahnya sambil senyum membayangkan bahwa
dia dan anak-cucunya akan tersejahterakan dan tercerdaskan. Semua bangga
jika perayaan Kemerdekaan adalah perayaan lunasnya janji kemerdekaan bagi
tiap anak bangsa.
 
 
Anies Baswedan
Rektor Universitas Paramadina
@aniesbaswedan

Link Notes Facebook : 
http://www.facebook.com/notes/anies-baswedan/tulisan-opini-anies-baswedan-ja
nji-kemerdekaan/234156599954667

------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar