Minggu, 24 Januari 2010

Gema Adzan Menggetarkan Jiwaku!

Gema Adzan Menggetarkan Jiwaku!

M. Syamsi Ali

 

Senin malam lalu, bertepatan dengan hari peringatan kelahiran Dr. Martin Luther, pejuang hak-hak kesetaraan antar ras di AS, dilangsungkan perhelatan akbar di Lincoln Center kota New York . Sedikitnya sekitar 2000 penonton menghadiri acara pertunjukan International Distinguished Concert of New York (IDCNY) dengan tema “The Armed for Peace”.

 

Acara ini sendiri dikemas sebagai rangkaian memperingati hari kelahiran Martin Luther sebagai simbol ‘non violence’ (anti kekerasan/perang). Sedangkan acara dengan tema “The Armed Force for Peace” dimaksudkan sebagai tandingan terhadap “the Armed Force for war”, yang akhir-akhir ini mendominasi berbagai peristiwa dunia kita.

 

Saya sendiri hadir sebagai undangan tapi sekaligus diminta mengumandangkan adzan di selah-selah ‘concert for peace’ malam itu. Tentu dengan sangat senang hati saya hadir, apalagi dengan tiket gratis yang konon kabarnya dijual hingga seratusan UD Dollar itu. Tapi lebih dari itu, bagi saya, yang lebih menyenangkan lagi adalah kesempatan memperdengarkan sesuatu tentang Islam, walau itu hanya dengan gema adzan.

 

Bukan jalannya acara itu yang ingin saya ceritakan. Tapi sesuatu yang jauh lebih menarik dari segalanya.

 

Ternyata, diam-diam gema adzan yang saya lantungkan malam itu menjadi penyebab hidayah bagi seseorang. Dari dua ribuan hadirin itu, Allah memilih salah seorang di antara mereka untuk dibimbing menuju ridhoNya lewat kumandang adzan itu. Orang tersebut baru pagi ini, Rabu, datang ke Islamic Center dan menyampaikan perasaannya di saat adzan dikumandangkan malam itu.

 

Saya baru tiba di Islamic Center ketika sekretaris menelpon ‘ya sheikh, ada seseorang ingin konsultasi’. Normalnya saya tidak menerima tamu, kecuali jika sangat penting, sebelum shalat Dhuhur. ‘Can she wait until Dhuhr?’, tanya saya. ‘She said, she is in a hurry’, sekretaris menyempaikan setelah menanyakan kepada yang bersangkutan. ‘Let her come to my office’, kataku.

 

I am really sorry to bother you early, Imam’ sapanya ketika memasuki kantor. ‘Oh not at all! I just came in and wanted to prepare my short speech after the Noon prayer today. But it is fine, I think I am ok to meet with. Thank you for the visit by the way’, candaku.

 

Gadis itu nampak percaya diri. Tidak ada keraguan, dan terus memperlihatkan wajah yang ramah. Mungkin itulah tipe wanita-wanita Amerika, apalagi yang berpendidikan tinggi. ‘Hi, what I can do for you today?’, aku memulai. ‘Sambil menarik napas, dia melihat saya dan mengatakan ‘I am sure you don’t know me, but I know you!’. Saya sedikit terkejut dengan pernyataan itu karena seolah-olah kehadirannya adalah karena mengenal saya.

 

Really?’, kataku lagi. ‘Had we ever met before?’, tanyaku seperti nggak sabaran. ‘No, but I’ve seen you a few days ago!’, katanya bersemangat. ‘Really?’, tanyaku lagi. Saya sepertinya nggak percaya sebab memang tidak ada di benak bahwa hanya dua hari sebelumnya saya tampil di Lincoln Center untuk mengumandangkan adzan. ‘Yes, 2 days ago at Lincoln Center’, jawabnya.

 

Barulah saya sadar akan acara penting dua hari sebelumnya itu. ‘And so, what I may be helpful to you today?’, tanyaku. Dengan sedikit mimik yang serius, namun dengan wajah yang ceria dia menceritakan bahwa sejak bebarapa bulan terakhir ini dia sedang mendalami Islam. Menurutnya lagi, keinginan mendalami Islam itu terdorong oleh kenyataan bahwa Islam semakin terekspos sedemikian rupa di berbagai media massa . ‘In the beginning, just wanted to confirm all negative things that have been said about Islam. But the more I learned about it, the more I interested in it’, katanya serius.

 

Karena nampaknya dia sangat tergesa-gesa, saya langsung saja ke poin penting ‘And so what did you find so far about it?’, tanyaku memancing. ‘To be honest, I do believe that Islam is great. But still I have many questions in my mine, and I don’t mean any offense!’, tegasnya.

 

Oh not at all Miss!’, kataku. ‘In fact, those questions might a path for you to explore this religion even further’, tegasku.

 

Gadis baya berambut pirang ini tersenyum sambil menunduk. Mungkin masih merasa bersalah karena dalam benaknya masih ada beberapa pertanyaan tentang berbagai aspek agama ini. Barangkali karena tradisi agama lain, ketika mempertanyakan dianggap meragukan atau merupakan indikasi kelemahan iman.

 

You know, in our religion, inquiring answers to any possible doubtfulness is highly encouraged. In fact, it is a way to the Truth!’, tegasku sambil memberikan contoh Ibrahim yang mempertanyakan bagaimana mungkin Allah akan menghidupkan orang yang telah mati (kaefa tuhyil mauta).

 

Really? It is amazing. You know, one of the many reasons why I am learning Islam is, because I really wanted to know. I don’t want to follow something blindly, even when my rationality rejects it’, jelasnya.

 

But don’t forget!’. Saya memotong pembicaraannya. ‘There are things that our rationality may be not in the position to grasp. But certainly nothing in Islam contradicts both our rationality and our human nature’, jelasku.

 

Dia nampak agak bingung. Tapi kemudian saya lanjutkan ‘when you count 1 plus 1 plus 1, according to our human rationality is 3. But if any one insists to say it is 1, then it is contradictive to our rationality…’ jelasku. ‘But when you say God will bring us back to life after death, your rationality may not be in the position to know the details, but it is not contradictive to our minds. Why? For God, Who created us from nothing, will more easier to bring us back, compare to the beginning of human creation’, jelasku sedikit berfilsafat.

 

Tak terasa waktu berjalan hampir sejam kami mengobrol. ‘I am sorry to talk that much. I know you are in a hurry’, kataku sambil tersenyum. ‘Oh no! I am okay..but need to go back to my work’, jawabnya.

 

Where do you work, and what it is your name?’, tanyaku. Dari awal kami mengobrol, tyernyata lupa saling menanyakan nama. ‘Hi, my name is Nicole and I am an accountant working with an accounting firm in the City. And you know these days are so hectic for us’, jawabnya. Saya teringat kalau hari-hari ini adalah waktu pengurusan tax bagi warga Amerika. Dan sudah tentu dia sangat sibuk.

 

‘By the way, I hope our conversation has been interesting to you1’, kataku. ‘Certainly1’, jawabnya singkat tapi sambil kelihatan serius.

 

‘Sir, I feel….’, katanya terpotong. ‘What? What do you feel?’, tanyaku.

 

Sambil membalik posisi duduknya, sang gadis itu melihat saya dengan wajah serius. ‘I think, it is better fopr me to pursue my dream!’, katanya lebih serius. ‘What dream?’, tanyku. ‘I want to be a Muslim now!’, tegasnya. ‘And you know what? I came because the song you sung (adzan) at Lincoln Center last Monday’. To be honest, after reading a lot about Islam, thinking a lot about it, when I listened to you singing, my hear was trembled, and I don’t know why was so powerful!, katanya dengan mata sedikit berkaca-kaca.

 

Nicole, I am sure it was a sign that you were sincere in your way to finding the Truth. And you found it!

 

And so I have to do?’, tanya. ‘It is very simple..’, jawabku.

 

Saya kemudian memanggil dua jama’ah yang sudah mulai datang ke Islamic Center, terutama para sopir teksi yang memang menjadikan masjid 96th Street itu sebagai station untuk shalat dan keperluan kamar mandi. Setelah keduanya hadir di kantor, saya memulai membimbing Nicole dengan linangan airmata: ‘Asy-hadu anlaa ilaah illa Allah. Wa asy-hadu anna Muhammadan Rasulullah’, diikuti takbir kedua saksi.

 

Sebelum meninggalkan Islamic Center Nicole sempat belajar wudhu dan shalat Dhua. Tapi dia berjanji untuk kemudian shalat Dhuhur di kantonrya, yang menurutnya cukup private.

 

Selamat Nicole, semoga Nicole Friedman ini bisa menjadi inspirasi bagi Nicole Kidman menemukan hidayahNya!

 

New York , 20 Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar